Kemenkeu Bidik Rp5 Triliun dari Penerbitan SBR010, Instrumen Tahan Inflasi dengan Kupon Tinggi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membidik dana Rp5 triliun dari penjualan Surat Utang Negara (SUN) ritel seri saving bond ritel SBR010 kepada investor individu. Kemenkeu pun menawarkan tingkat kupon 5,1% agar investor mau mencaplok sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini.
Pasar Modal
JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membidik dana Rp5 triliun dari penjualan Surat Utang Negara (SUN) ritel seri saving bond retail SBR010 kepada investor individu. Kemenkeu pun menawarkan tingkat kupon 5,1% agar investor mau mencaplok sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Lucky Alfirman mengatakan SBR010 bisa memberi tingkat kupon tinggi serta penjaminan yang aman dari pemerintah. Pasalnya, SBR010 memiliki tingkat suku bunga mengambang (floating with floor) dari suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Artinya, tingkat imbal hasil SBR010 berpotensi meningkat bila suku bunga BI ikut menanjak.
- Banjir Insentif Pajak Berlanjut, Simak yang Diperpanjang Hingga Akhir Tahun Ini
- Terpukul Pandemi, KAI Telan Kerugian Rp303,4 Miliar di Kuartal I/2021
- Kredit Pintar Sediakan Akses Internet untuk Panti Asuhan Muslim Nusantara
Di sisi lain, bila suku bunga BI turun, tingkat kupon SBR010 bakal tetap bertahan di 5,1%. Hal ini membuat instrumen investasi ini aman dari inflasi.
Kemenkeu mulai menjual SUN ini mulai hari ini, Senin, 19 Juni 2021. Adapun SBR010 ini bakal jatuh tempo pada 10 Juli 2023.
“Sifatnya tidak dapat diperdagangkan, instrumen yang aman, dan bisa dibeli secara daring melalui E-SBN sehingga SUN ritel ini sangat mudah dibeli oleh investor,” kata Luky dalam peluncuran SBR010 secara virtual, Senin, 21 Juni 2021.
Pembelian SBR010 sudah bisa dilakukan melalui 26 mitra distribusi yang telah digandeng Kemenkeu. Melalui E-SBN, investor bisa membeli SBR010 yang sudah terhubung ke 16 bank umum, empat perusahaan efek, dan enam perusahaan financial technology (fintech).
Mitra distribusi dari bank terdiri dari PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank OCBC NISP Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Panin Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kemudian, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Permata Tbk, PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, serta PT Bank UOB Indonesia.
Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Bank Commonwealth, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, dan PT Bank Victoria International, Tbk.
Sementara perusahaan efek yang ditunjuk Kemenkeu yakni PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, PT Bahana Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas, dan PT Mandiri Sekuritas.
Kemudian ada empat perusahaan fintech, antara lain PT Bareksa Portal Investasi, PT Investree Radhika Jaya (Investree), dan PT Nusantara Sejahtera Investama (Invisee). Kemudian, PT Lunaria Annua Teknologi (koinworks), PT Star Mercato Capitale (Tanam Duit), serta PT Mitrausaha Indonesia Grup (Modalku).
“Jadi semua bisa dilakukan melalui smartphone tanpa harus pergi secara fisik ke bank,” ujar Luky.