Kemenkeu Sebut Langkah Pembagian Beban dengan BI Sebagai Kebijakan Kreatif
JAKARTA- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengakui langkah pembagian beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam penanganan COVID-19 merupakan sebuah kebijakan yang kreatif. “Menurut saya ini sesuatu yang layak kita akui bahwa kebijakan kreatif yang dilakukan para pemimpin kita ini benar-benar ekstra hati-hati dan dipelajari juga oleh banyak […]
Industri
JAKARTA- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengakui langkah pembagian beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam penanganan COVID-19 merupakan sebuah kebijakan yang kreatif.
“Menurut saya ini sesuatu yang layak kita akui bahwa kebijakan kreatif yang dilakukan para pemimpin kita ini benar-benar ekstra hati-hati dan dipelajari juga oleh banyak orang di global,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat 17 Juli 2020.
Meski demikian, Febrio menuturkan langkah bagi beban tersebut tetap dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan risiko di kemudian hari.
“Yang menjadi perhatian utama adalah kalau pemerintah melakukan ini tapi integritas pasar terganggu yang akan rugi adalah pemerintah sendiri,” katanya.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Ia menjelaskan pemerintah sangat bergantung pada pasar karena menggunakan bond dalam membiayai defisit yaitu 100 persen dari utang pemerintah 80 persen di antaranya dalam bentuk surat utang.
“Kalau kebijakan ini dilakukan tidak hati-hati yang bahaya adalah pasar obligasi pemerintah itu sendiri,” ujarnya.
Tak hanya itu, Febrio mengatakan hal sama juga berlaku bagi Bank Indonesia yakni tetap melihat langkah bagi beban terhadap pasar obligasi .
“BI juga melihat ini kira-kira akan mengganggu pasar obligasi atau tidak. Kalau instrumennya itu tidak eligible dilakukan maka kebijakannya tidak efektif,” katanya.
Ia melanjutkan, bagi beban antara pemerintah dan BI turut dilihat sebagai inovasi dalam kebijakan makro karena biasanya yang menerapkan langkah ini adalah negara maju.
“Beberapa media global melihat ini suatu yang menarik bahwa ini inovasi dari kebijakan makro yang biasanya datang dari negara maju seperti AS dan Jepang tapi saat ini kok datang dari Indonesia,” katanya.
Febrio pun memastikan pemerintah dan Bank Indonesia akan terus bersama-sama mengatasi dampak pandemi COVID-19.
“Jadi tidak hanya BI memikirkan mandatnya, lalu pemerintah memikirkan fiskalnya, enggak. Kita melihat koordinasi antara kebijakan fiskal dan pemerintah itu jadi satu,” katanya.