<p>Ilustrasi utang luar negeri. / Pixabay</p>
Industri

Kemenkeu Soal Utang Luar Negeri Tinggi: Wajar

  • JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin pemerintah mengelola utang negara secara hati-hati dan akuntabel. Pernyataan ini menjawab banyak keresahan yang timbul setelah laporan berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 pada 12 Oktober 2020. Laporan tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan utang luar negeri (ULN) terbesar di Asia Tenggara. Perlu diketahui, laporan itu berisi data dan […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjamin pemerintah mengelola utang negara secara hati-hati dan akuntabel.

Pernyataan ini menjawab banyak keresahan yang timbul setelah laporan berjudul International Debt Statistics (IDS) 2021 pada 12 Oktober 2020. Laporan tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara dengan utang luar negeri (ULN) terbesar di Asia Tenggara.

Perlu diketahui, laporan itu berisi data dan analisis posisi utang negara di dunia. Di mana dalam laporannya terdapat perbandingan utang di antara beberapa negara berpendapatan kecil dan menengah, termasuk Indonesia.

Namun, laporan itu tidak menyertakan negara-negara maju melainkan hanya negara-negara dengan kategori berpendapatan kecil dan menengah.

Di samping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 88,8% dari total ULN.

“Pemerintah mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (pruden) dan terukur (akuntabel),” tulis Kemenkeu dalam siaran pers, Kamis, 15 Oktober 2020.

Utang Besar karena Ekonomi Besar

Kemenkeu menjelaskan jumlah utang yang besar terbilang wajar, sebab ekonomi Indonesia masuk dalam kelompok negara G-20 pada urutan ke-16. Dengan ekonomi yang besar, utang Pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah, yakni 29,8% di Desember 2019.

Jika dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan dalam beberapa artikel pemberitaan media kemarin, sebagian besar utang pemerintahnya di atas 50%, sementara posisi Indonesia jauh di bawahnya.

Merujuk pada publikasi bersama Kemenkeu dan BI, yaitu Statistik Utang LN Indonesia (SULNI), utang LN Indonesia terdiri dari ULN Pemerintah Pusat, BUMN dan Swasta. Posisi ULN Pemerintah Pusat hingga Desember 2019 sebesar USD199,88 miliar atau hanya 49% dari total ULN Indonesia.

Sementara, data publikasi IDS Bank Dunia juga didasarkan pada data SULNI tersebut. Adapun, data ULN dalam SULNI dimaksud tidak hanya terdiri dari ULN Pemerintah, namun termasuk data ULN BI, BUMN, dan swasta.

Menurut Kemenkeu, jika hanya melihat utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan.

Pertama, porsi utang valas (29% per 31 Agustus 2020) masih terjaga sehingga resiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik (manageable).

Kedua, profil jatuh tempo utang kita juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun (per Augstus 2020) dari 8.4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang

Meski dengan catatan utang seperti di atas, pemerintah yakin tingkat kepercayaan investor kepada Indonesia juga masih cukup tinggi. Tak hanya investor global, investor dalam negeri juga giat untuk berinvestasi. Dana pihak ketiga di sektor perbankan juga masih besar.

Data Bank Indonesia memperlihatkan, jumlah dana nasabah yang tersimpan di perbankan nilainya sangat besar. Hingga Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 6.228,1 triliun.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah masyarakat dengan simpanan di atas Rp5 miliar terus meningkat. Sementara untuk masyarakat dengan simpanan di bawah Rp100 juta, pertumbuhannya paling kecil dibandingkan nominal simpanan lainnya.