Aktifitas perdagangan busana dan tekstil di kawasan Pasar Mayestik Jakarta, Senin 26 September 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Kemenperin Beberkan Biang Kerok Bobroknya Industri Tekstil Indonesia

  • Reni menjelakan, permasalahan utama industri tekstil ialah banjirnya impor produk jadi dengan harga yang sangat murah mau tidak mau berhadapan langsung dengan produk dalam negeri.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita tak menampik bahwa Industri Tekstil dan Produks Tekstil (TPT) tengah mengalami permasalahan yang mengkhawatirkan.

Reni menjelakan, permasalahan utama industri tekstil ialah banjirnya impor produk jadi dengan harga yang sangat murah mau tidak mau berhadapan langsung dengan produk dalam negeri.

"Persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan tidak mempertimbangkan faktor harga dan suplai demand dalam negeri," katanya dalam rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa, 9 Juli 2024.

Hal ini termasuk juga banjirnya produk impor yang dijual melalui marketplace dan sosial media salah satunya Tiktok Shop seperti beberapa waktu lalu yang menggemparkan. Selanjutnya impor ilegal dan impor pakaian bekas atau trifting juga disebut sebagai Biang Kerok permasalahan di sektor industri tekstil.

Reni menyebut, permasalahan lainnya adalah stigma sunset industry yang disebut justru menyulitkan industri tekstil mengakses sumber pembiayaan. Menurut data yang Kementerian Perindustrian, persentase permesinan industri tekstil ini rata-rata di atas 20 tahun. Maka secara produksi efisiensi permesinan pada itu pertanyakan.

Penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki (IKM) dicatat rata-rata 70% sejak adanya pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan dan pengaturan impor. Dengan aturan ini, beberapa barang kategori tekstil dan produk tekstil dapat masuk Indonesia dengan mudah.

"Sebelumnya dengan adanya Permendag 36 tahun 2024 menyebabkan IKM mendapatkan order banyak, hingga melakukan hiring tenaga kerja. Dengan Permendag 8 tahun 2024, berlaku 17 Mei lalu menyebabkan beberapa kontrak order dibatalkan. Hingga berkurang 70% terutama IKM berjualan produk massal," jelasnya.

Lebih lanjut Reni menjelaskan tak hanya masalah di dalam negeri, namun masalah geopolitik global yang berimplikasi pada penurunan permintaan pakaian jadi dan alas kaki dari negara tujuan ekspor, khususnya Amerika dan Uni Eropa menjadi momok menyeramkan untuk TPT RI.

Padahal India, Turki dan Vietnam diketahui sudah menerapkan restriksi perdagangan melalui kebijakan tarde-remedies atau anti dumping dan safeguard serta kebijakan non tarif barrier seperti penerapan quality control order (QCO) oleh India untuk produk viscose staple fiber (VSF) dan alas kaki.

Ia juga menyebut, kerja sama dagang I-EU CEPA yang belum ditandatangi menyebabkan produk tekstil sulit masuk ke Uni Eropa.

Mitigasi Kemenperin

Reni menjelaskan, pemerintah terus aktif mengenakan instrumentari barrier dan non tarif barrier bagi perlindungan industri tekstil dalam negeri. Selain itu butuh penegakan dan pemberantasan impor ilegal dan pakaian bekas termasuk melalui penjualan melalui marketplace dan sosial media.

Kementerian Perindustrian berharap pemerintah mengembalikan peraturan dan pengendalian impor ke pengaturan permendag 36 tahun 2023 dengan pengendalian impor dan berbasis pemberian kuota.

Selain itu kemenperin akan memperluas cakupan industri dan penambahan anggaran program termasuk returrisasi mesin atau peralatan tekstil.