
Kementerian BUMN Buka Suara Soal Korupsi Pertamina
- Adapun, penyidik Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut. Dua di antaranya memegang jabatan sebagai Direktur Utama (Dirut) di sub-holding Pertamina.
BUMN
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka suara terkait usai Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla mengatakan, saat ini pihaknya masih menjalin komunikasi dengan Pertamina untuk menyiapkan langkah selanjutnya usai dua direktur utama sub-holdingnya terjerat kasus korupsi.
"Kementerian BUMN sejauh ini terus berkomunikasi dengan Pertamina. Mohon maaf kami belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai hal ini, karena masih berkomunikasi," katanya usai ditemui di Kantor BUMN pada Selasa, 25 Februari 2025.
Sedangkan, PT Pertamina (Persero) menghormati Kejaksaan Agung dan aparat penegak hukum yang menjalankan tugas serta kewenangannya dalam proses hukum yang tengah berjalan di sejumlah subholding Pertamina.
Di tengah proses tersebut, Pertamina memastikan layanan distribusi energi kepada masyarakat di seluruh Indonesia tetap berjalan lancar dan optimal. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengatakan, Pertamina berkomitmen menyediakan layanan energi untuk menopang kebutuhan harian masyarakat.
"Pertamina menjamin pelayanan distribusi energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama dan berjalan normal seperti biasa," jelasnya.
Pertamina Grup menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan berlaku.
Adapun, penyidik Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus tersebut. Dua di antaranya memegang jabatan sebagai direktur utama di sub-holding Pertamina. Pertama ada RS atau Riva Siahaan selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan kedua YF atau Yoki Firnandi yang menjabat sebagai Dirut PT Pertamina International Shipping (PIS).
Adapun, Riva Siahaan menjabat sebagai Dirut Pertamina Patra Niaga usai ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2023. Riva menggantikan Alfian Nasution yang diangkat Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Direktur Logistik & Infrastruktur PT Pertamina (Persero), 16 Juni 2023. Riva sebelumnya merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga.
Sedangkan, Yoki bergabung ke Pertamina sebagai staf junior tahun 2003-2005. Kemudian, tahun 2011, ia ditempatkan di fungsi shipping sebagai cost center, yang saat itu hanya melayani internal Pertamina.
Tahun 2017, ia ditugaskan untuk bergabung dalam tim untuk membangun anak perusahaan baru, yakni Pertamina International Shipping. Ia pun menduduki jabatan sebagai Vice President Commercial and Operation hingga 2019.
Selanjutnya Yoki mendapatkan tugas baru sebagai Vice President Supply and Export Operation, Integrated Supply Chain hingga Juni 2020, dan hingga saat ini menjabat sebagai Direktur Optimasi Produk PT Kilang Pertamina Internasional.
Kronologi Kasus
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, kasus ini bermula saat pada tahun 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagi Pertamina.
Jika penawaran KKKS swasta ditolak oleh Pertamina, maka situasi tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor. Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), diduga berusaha menghindari kesepakatan.
“Bahwa dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan atau PT KPI berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara. Jadi, mulai di situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya,” jelas dia.
Harli mengatakan, saat itu terjadi ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) dengan alasan saat pandemi COVID-19 terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang.
Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina justru melakukan impor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang. Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang harus digantikan dengan minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah.