Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Industri

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Berdampak Pada PHK Tenaga Kerja

  • Pemerintah diharapkan dapat melindungi para pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) yang padat karya dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Industri
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA — Pemerintah diharapkan dapat melindungi para pekerja di Industri Hasil Tembakau (IHT) yang padat karya dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Perlindungan terhadap sektor padat karya ini bisa dilakukan dengan mempertimbangkan besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022.

Pengamat Ketenagakerjaan Aloysius Uwiyono menyampaikan, jangan sampai rencana kenaikan tarif CHT itu menambah beban perekonomian di masyarakat. Rencana kenaikan tarif CHT itu akan berdampak bukan hanya kepada petani tembakau dan cengkih melainkan juga kepada pekerja, pelinting rokok sigaret kretek tangan (SKT) yang menggantungkan hidupnya di sektor ini.

“Sektor padat karya telah berkontribusi besar kepada perekonomian negara. Dengan jumlah tenaga kerja yang banyak, sejatinya sektor padat karya, khususnya para pekerja di industri hasil tembakau, harus dilindungi dari ancaman-ancaman PHK tadi,” kata dia seperti dikutip Minggu, 5 Desember 2021.  

Ditambahkan Aloysius, rencana pemerintah menaikan CHT perlu memperhatikan adalah dampak dari kenaikannyan terutama di masa pandemi saat ini yang menyulitkan pemerintah dan masyarakat. Ketika industri tertekan, para pekerja terancam PHK.

Seperti yang diketahui, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,98 juta orang, terdiri dari 4,28 pekerja di sektor manufaktur dan distribusi, serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan.

Sementara itu sebelumnya, serikat pekerja telah menyatakan kekhawatirannya. Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Kudus, Jawa Tengah Badaruddin mengatakan kenaikan tarif CHT akan menyebabkan pabrikan mengencangkan ikat pinggang dengan cara mengurangi tenaga kerja dan bahan baku.

Dalam hal ini, segmen SKT dinilai paling terimbas karena paling banyak menyerap tenaga kerja sebagai pelinting. Sejauh ini, terdapat sekitar 78.000 buruh industri rokok di Kudus, di mana 85 persen adalah buruh linting perempuan di SKT.

"Kalau industrinya tertekan, pabriknya menyerah, bangkrut, mau pindah kerja ke mana lagi?" kata Baddaruddin.

Di sisi lain, Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Mohammad Nur Azami mengatakan kenaikan CHT tahun depan akan memukul daya beli masyarakat dan dapat menciptakan inflasi.

Dia mengatakan kenaikan tarif CHT juga dapat memicu peredaran rokok ilegal yang harganya jauh lebih murah dibandingkan rokok yang berpita cukai. Ini juga akan menurunkan pendapatan negara dan berbahaya untuk konsumen karena secara bahan baku tidak terjamin.

“Daya beli masyarakat masih mengalami kontraksi. Sebenarnya ketika daya beli meningkat, otomatis akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” katanya.