Kenaikan Cukai Rokok akan Lebih Efektif dengan Simplifikasi Tarif
JAKARTA – Ekonom sekaligus Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan penyederhanaan tarif cukai rokok akan lebih efektif menekan prevalensi perokok di Indonesia. Meski simplifikasi belum direalisasikan, ia tetap berpendapat keberanian pemerintah untuk kenaikan cukai tahun depan tetap perlu diapresiasi. “Sayangnya, kenaikan cukai ini tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai. Sehingga, industri masih […]
Nasional
JAKARTA – Ekonom sekaligus Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan penyederhanaan tarif cukai rokok akan lebih efektif menekan prevalensi perokok di Indonesia.
Meski simplifikasi belum direalisasikan, ia tetap berpendapat keberanian pemerintah untuk kenaikan cukai tahun depan tetap perlu diapresiasi.
“Sayangnya, kenaikan cukai ini tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai. Sehingga, industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak,” katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat, 11 Desember 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Menurutnya, industri rokok cenderung berusaha agar produk-produknya hanya dikenai tarif cukai di golongan bawah untuk jumlah produksi yang lebih kecil. Dengan begitu, harga produk di pasaran menjadi murah.
“Ini kenapa kita selalu menemukan produk-produk baru. Sebenarnya ini hanyalah cara industri besar memecah jumlah produksinya agar tarif cukainya kecil sehingga produknya murah dan banyak dibeli,” tegas Abdillah.
Apa yang dimaksud oleh Abdillah berkaitan dengan aturan batasan jumlah produksi yang menentukan golongan tarif cukai. Adapun, penggolongan tarif cukai berdasarkan pada batasan produksi yakni 3 miliar batang per tahun.
Apabila pabrik rokok memproduksi kurang dari 3 miliar batang per tahun, maka akan dimasukkan dalam golongan 2 atau 2 ke bawah, artinya akan membayar cukai yang lebih rendah.
“Kalau perusahaan langsung memproduksi dalam jumlah besar, produknya itu akan kena tarif cukai tinggi dan harganya jadi mahal, maka produksi dipecah menjadi banyak merek. Aturan ini tidak punya rasionalitas,” kata dia.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Hal senada disampaikan pula oleh Roosita Meilani, Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan. Ia menegaskan bahwa cukai dikenakan kepada suatu barang karena dampak eksternalitas negatifnya terhadap lingkungan/masyarakat.
“Kenaikan cukai rokok ini harus memiliki semangat pengendalian konsumsi, bukan revenue generator. Maka kenaikan cukai rokok harus terus didorong sampa benar-benar bisa menurunkan prevalensi perokok anak dan dewasa di Indonesia,” tambahnya.
Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) 2021
Berikut adalah rincian kenaikan tarif CHT dan harga jual eceran (HJE) yang berlaku pada 1 Februari 2021:
A. Sigaret Kretek Mesin (SKM)
– Golongan 1 : Naik 16,9% atau Rp125/batang menjadi Rp865/batang
– Golongan IIA : Naik 13,8% atau Rp65/batang menjadi Rp535/batang
– Golongan IIIB : Naik 15,4% atau Rp70/batang menjadi Rp525/batang
B. Sigaret Putih Mesin (SPM)
– Golongan I : Naik 18,4% atau Rp145/batang menjadi Rp935/batang
– Golongan II A : Naik 16,5% atau Rp80/batang menjadi Rp565/batang
– Golongan IIIB : Naik 18,1% atau Rp470/batang menjadi Rp555/batang (SKO)