logo
Presiden terpilih Prabowo Subianto anggarkan makanan bergizi gratis Rp71 triliun.
Makroekonomi

Kenaikan PPN 12 Persen Wujud Kontradiksi Keberpihakan Pemerintah ke Rakyat

  • Keputusan pemerintah memberikan insentif PPN DTP 3% untuk kendaraan hybrid. Ini semakin membuat kontradiksi, keberpihakan pemerintah ternyata jelas pro terhadap orang kaya.

Makroekonomi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, PPN 12 persen akan berdampak luas bagi banyak barang yang dikonsumsi masyarakat.  Termasuk peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor.

Bhima menyebut, narasi pemerintah menjadi semakin kontradiksi terhadap keberpihakan pajak. Pasalnya menurut Bima meski pemerintah menaikkan PPN 12% hal ini tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak. Hal tersebut  karena efek yang ditimbulkan adalah efek domino dari apa yang diputuskan.

“Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Selain itu kenaikan PPN 12% tidak akan berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omzet pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain seperti PPh badan, PPh 21, dan bea cukai” kata Bhima di Jakarta pada Selasa, 17 Desember 2024.

Celios juga menyoroti keputusan pemerintah memberikan insentif PPN DTP 3% untuk kendaraan Hybrid. Ini semakin membuat kontradiksi, keberpihakan pemerintah ternyata jelas pro terhadap orang kaya karena kelas menengah justru diminta membeli mobil Hybrid di saat ekonomi melambat.

“Harga mobil Hybrid pastinya mahal, dan ini cuma membuat konsumen mobil listrik EV yang notabene kelompok menengah atas beralih ke mobil Hybrid yang pakai BBM. Bagaimana bisa ini disebut keberpihakan pajak?” kata Bhima.

Selain itu paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek dan tidak ada kebaruan yang berarti. Termasuk insentif dan stimulus pemerintah hampir mengulang dari insentif yang sudah  ada.

Bhima mencontohkan, PPN perumahan Ditanggung Pemerintah (DTP), PPN kendaraan listrik dan PPh final UMKM 0,5% merupakan hal yang ada sebelumnya. Hal ini kata Bhima bentuk bantuan juga bersifat temporer seperti diskon listrik dan bantuan beras 10kg yang hanya berlaku 2 bulan.  Sementara efek negatif naiknya tarif PPN 12% berdampak jangka panjang.

“Pemberian insentif berupa Ditanggung Pemerintah (DTP) bisa dicabut kapan saja dan menimbulkan ketidakpastian tarif PPN barang-barang tersebut kelak. Kebijakan ini justru bisa melanggar UU tentang PPN baik di HPP ataupun UU lainnya. Klaim Sri Mulyani dan Airlangga kenaikan tarif PPN untuk mematuhi UU HPP hanya omong kosong belaka.” tambahnya

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah resmi menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Tarif tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2025. “Sesuai amanat UU HPP sesuai jadwal yang telah ditentukan tarif PPN akan naik 12% per 1 Januari 2025,”

Untuk menjaga daya beli masyarakat, Airlangga menyatakan pemerintah juga akan menyiapkan skema fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). PPN DTP sebesar 1% akan diberikan untuk produk seperti tepung terigu, minyak goreng curah, dan gula industri.

“Minyak curah, kemudian tepung terigu, dan gula industri, jadi masing-masing tetap 11%. 1% ditanggung pemerintah,” jelasnya. dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.