Ilustrasi penerbitan surat utang korporasi atau obligasi di pasar saham. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Pasar Modal

Kenaikan Suku Bunga BI Diprediksi Sudah Capai Puncaknya, Obligasi Mulai Lebih Menjanjikan

  • Dalam hal ini, obligasi yang cukup menjanjikan itu khususnya untuk surat berharga negara (SBN) atau surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Pasar Modal
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai bahwa instrumen obligasi kini sudah mulai lebih menjanjikan dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang diprediksi sudah mencapai puncaknya.

Dalam hal ini, obligasi yang cukup menjanjikan itu khususnya untuk surat berharga negara (SBN) atau surat utang yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Head of Fixed Income Mirae Asset Nita Amalia mengatakan, investasi pada instrumen surat utang atau obligasi, khususnya SBN, cukup menarik karena di levelnya pada angka 5,75%, suku bunga BI diprediksi sudah mencapai puncaknya.

"Investasi pada obligasi tenor menengah-panjang cukup menarik saat ini untuk dapat memanfaatkan momentum harga yang masih menarik di tengah suku bunga yang masih tinggi," ujar Nita dalam acara Media Day by Mirae Asset, Kamis, 13 April 2023.

Sementara itu, untuk obligasi bertenor pendek, fluktuasi diperkirakan masih akan terjadi mengingat prospek ekonomi global yang masih dibayang-bayangi ketidakpastian.

Mirae Asset melihat imbal hasil obligasi masih cukup positif seiring dengan tumbuhnya kepercayaan investor asing pada efek utang pemerintah Indonesia.

Ketertarikan tersebut terindikasi dari porsi kepemilikan SBN oleh investor asing yang mencapai Rp818,53 triliun atau setara dengan 14,89% dari nilai beredar pada akhir Maret.

Kepemilikan investor asing pada obligasi negara tersebut naik 14,36% dari Rp762,19 triliun dari nilai beredar yang tercatat pada akhir 2022.

Nita pun menyampaikan ada dua aktor positif lain yang bisa mendukung imbal hasil investor pada instrumen obligasi, yakni sifatnya yang cenderung lebih stabil dengan potongan pajak yang rendah serta naiknya target nilai penerbitan obligasi pemerintah di tahun ini.

Obligasi pada umumnya dianggap sebagai instrumen yang lebih stabil dan lebih pasti dibanding instrumen lain dan bahkan sering disebut-sebut sebagai "penjaga kekayaan".

Dengan kupon pada mayoritas obligasi yang menjadi instrumen investasi ritel menggunakan suku bunga tetap, maka investor tidak perlu khawatir akan arus karena keuntungan bunga atau bagi hasil obligasi akan didistribusikan secara berkala.

Dalam kesempatan yang sama, Senior Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menambahkan bahwa persepsi risiko pelaku pasar mulai akan membaik pada semester II-2023.

Untuk saat ini, kebijakan moneter masih berfokus pada stabilitas sampai adanya kepastian mengenai arah suku bunga di AS.

Senada dengan Nita, Rully mengatakan bahwa prospek yang cukup positif terdapat pada instrumen obligasi bertenor menengah-panjang.

Obilgasi tenor menengah-panjang akan cenderung lebih aman karena potensi fluktuasi pasar yang masih cukup tinggi karena ketidakpastian ekonomi di skala global.

"Guna menghindari risiko gejolak pasar pada obligasi tenor pendek, kami menyarankan berinvestasi pada tenor menengah-panjang atau di atas tiga tahun," tutur Rully.

Rully berpendapat bahwa 2023 akan menjadi tahunnya investasi obligasi karena adanya ekspektasi berakhirnya siklus pengetatan moneter di dalam negeri.

Sementara itu, di Amerika Serikat (AS), siklus pengetatan moneter diprediksi akan berakhir pada semester I-2023 dan ada kemungkinan levelnya akan mulai dipangkas di akhir kuartal III-2023 atau awal tahun 2024.