Kenalan dengan Korail, Konsorsium LRT Bali Asal Korsel yang Keuangannya Rugi 10 Tahun Berturut-Turut
Dunia

Kenalan dengan Korail, Konsorsium LRT Bali Asal Korsel yang Keuangannya Rugi 10 Tahun Berturut-Turut

  • Meski hadir sebagai perusahaan publik mentereng yang dikelola oleh Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi setempat, ternyata Korail membukukan kerugian selama nyaris 10 tahun berturut-turut.
Dunia
Rumpi Rahayu

Rumpi Rahayu

Author

JAKARTA - Penggarapan proses proyek Light Rail Transit (LRT) Bali saat ini sedang dalam tahap studi kelayakan oleh konsorsium asal Korea Selatan (Korsel). 

Dikutip dari sebuah sumber, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risal Wasal mengatakan ada tiga konsorsium Korsel yang terlibat dalam proyek senilai Rp9 triliun ini salah satunya adalah Korea Railroad Corporation (Korail)

Meski hadir sebagai perusahaan publik mentereng yang dikelola oleh Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi setempat, ternyata Korail membukukan kerugian selama nyaris 10 tahun berturut-turut. 

Dikutip TrenAsia.com dari laman Shindonga pada Senin, 23 Oktober 2023 hingga akhir tahun 2021, defisit kumulatif Korail mencapai KRW18,66 triliun atau setara Rp220,35 triliun (kurs Rp11,81).

Kerugian yang dialami Korail terus terakumulasi dari tahun ke tahun hingga Kementerian Strategi dan Keuangan setempat memberikan nilai terendah, E (sangat buruk) dalam evaluasi pengelolaan lembaga publik tahun 2021. 

Korail menjadi satu-satunya perusahaan yang mendapat peringkat E di antara 130 lembaga pemeringkat, termasuk 36 perusahaan publik.

Korail mencatat kerugian setiap tahun selama 10 tahun berturut-turut dari tahun 2011 kecuali pada 2015. Bahkan ketika kinerja keuangan mencatatkan surplus pada 2015, kerugian bersih beban bunga jauh lebih besar dari laba operasional yaitu KRW480,2 miliar atau setara Rp5,67 triliun dibanding laba sebesar KRW114,4 miliar atau setara Rp1,35 triliun.

Kinerja keuangan disebut terbantu dari adanya perolehan laba bersih sebesar KRW577,6 miliar setara Rp6,82 triliun dengan menerima pengembalian dana sebagian (KRW214,7 miliar setara Rp2,53 triliun) pajak perusahaan terkait dengan proyek pengembangan Stasiun Yongsan. 

Setelah peluncuran SR (Suseo High-Speed ​​​​Railway) pada bulan Desember 2016, kerugian sebesar KRW862,3 miliar setara Rp10,18 triliun terjadi pada tahun 2017. Tahun berikutnya, dengan dibukanya Jalur Gangneung, penjualan meningkat sebesar KRW5,55 triliun setara Rp65,54 triliun dan kerugian operasional meningkat menjadi KRW85,3 miliar atau setara Rp1,01 triliun.

Namun, pada tahun 2020, setelah pandemi COVID-19, jumlah pengguna anjlok akibat pembatasan sosial, sehingga mengakibatkan defisit sebesar KRW1,24 triliun atau setara Rp14,64 triliun.

Hingga akhir 2021, Korail memiliki struktur yang membuat perusahaan mengalami kerugian jika semakin banyak pengguna yang menggunakan layanan transportasi kereta mereka. 

Biaya operasional dan tenaga kerja terus meningkat setiap tahun, sementara tarifnya tetap stagnan selama 11 tahun. Tarif kereta api tetap dibekukan sejak kenaikan sebesar 4,9% pada tahun 2011. 

Meskipun Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi telah memerintahkan inovasi berintensitas tinggi untuk menormalkan pengelolaan Korail, yang kondisinya semakin memburuk, beberapa pihak berpendapat bahwa perlu untuk melihat dari mana asal mula defisit tersebut.