Kenali Penyakit Mulut dan Kuku yang Jadi Ancaman Stabilitas Ekonomi dari Hasil Ternak
- Beragam upaya terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari pembentukan Satgas di daerah hingga pemberian vaksinasi untuk mencapai zero case penyakit mulut dan kuku secara nasional.
Nasional
JAKARTA - Sejak Mei 2022, Pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah tengah berjuang untuk mengendalikan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak berkuku belah seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Dikutip dari laman Universitas Gadjah Mada, penyakit ini disebabkan oleh virus yang bersifat merusak jaringan sel. Virus ini memiliki waktu inkubasi dalam kurun waktu 2-14 hari. Dalam beberapa kasus, tanda gejalanya sudah muncul dalam waktu kurang dari 24 jam setelah virus menginfeksi. Virus ini akan berkembang dalam jaringan faring, kulit, dan menyebar keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah kemudian akan terbentuk lepuh pada faring.
“Gejala awal akut yaitu hipersalivasi (saliva berlebih), sapi tampak tidak bahagia, demam, dan nafsu makan menurun. Kalau gejala sudah kronik akan terbentuk lepuh, erosi, dan mengelupas,” ungkap Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., Dosen FKH UGM.
- Apakah Teknologi IoT Dapat Hapuskan Sejumlah Profesi? Simak Penjelasannya
- Uji Ketahanan, Kunlun Glass 2 Milik Huawei Lebih Paten dari Gorilla Glass
- Pendapatan Lampaui The Avengers, Masuk 11 Film Terlaris, di AS
Walaupun banyak sumber yang menyatakan penyakit ini tidak menular ke manusia, tetapi ditemukan beberapa kasus penularan ke manusia. Yaitu pada tahun 1834, manusia terinfeksi dari meminum susu sapi yang terinfeksi PMK serta pada tahun 1966 yang tercatat menjadi kasus infeksi FMK terakhir pada manusia.
Jadi Ancaman Serius Stabilitas Ekonomi dari Hasil Ternak
Serangan penyakit mulut dan kuku (PMK) sudah pasti menjadi ancaman serius pada posisi Indonesia, terutama stabilitas ekonomi dari hasil ternak.
Dilansir dari Badan Pusat Statistik, subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi pada perekonomian nasional serta mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan, sehingga dapat diandalkan dalam upaya perbaikan perekonomian nasional.
Hal tersebut tergambar dari hasil Sensus Pertanian 2013 (ST2013) bahwa jumlah rumah tangga peternakan di Indonesia mencapai 13,56 juta rumah tangga.
Di samping itu ketersediaan produk peternakan secara langsung akan meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya untuk pemenuhan kalori dan protein hewani. Pemenuhan konsumsi masyarakat atas kalori dan protein hewani akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Produksi daging sapi dan kerbau di Indonesia pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 436,70 ribu ton. Secara proporsi, Pulau Jawa merupakan kontributor terbesar untuk produksi daging sapi dan kerbau yakni sebesar 59,12 persen atau sekitar 258,17 ribu ton.
Sementara pulau Sumatera berkontribusi sekitar 16,47 persen dan pulau Bali & Nusa Tenggara berkontribusi sekitar 13,22 persen terhadap total produksi daging sapi dan kerbau di tahun 2022. Sedangkan pulau-pulau yang lain memberikan kontribusi yang tidak terlalu signifikan yakni kurang dari 8 persen.
Pencegahan
Beragam upaya terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari pembentukan Satgas di daerah hingga pemberian vaksinasi untuk mencapai zero case penyakit mulut dan kuku secara nasional.
Dikutip dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, untuk menjamin konsistensi, efektivitas dan keberlanjutan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan wabah PMK, Pemerintah juga menyusun Peta Jalan Pembebasan PMK di Indonesia untuk periode tahun 2023 s.d. 2035.
Dalam rangka membantu peternak yang terdampak PMK, Pemerintah juga telah memberikan kompensasi dan bantuan berupa penggantian ternak yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 518 Tahun 2022.
Adapun besaran bantuan kepada peternak terdampak PMK adalah sapi dan kerbau sebesar Rp10 juta rupiah per ekor, kambing dan domba sebesar 1,5 juta per ekor, dan babi sebesar Rp 2 juta per ekor. Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa pakan untuk sapi perah terdampak PMK dalam rangka peningkatan produktivitas pasca PMK.