Kenapa AS Bisa Seenaknya Menyita Pesawat Presiden Venezuela Saat Ada di Dominika?
- Venezuela mengecam penyitaan tersebut dan menyatakan bahwa hal itu merupakan tindakan pembajakan.
Dunia
JAKARTA- Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyita pesawat milik Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Pesawat Falcon 900EX tersebut disita saat berada di Republik Dominika dan kemudian dipindahkan ke Florida.
Tidak jelas bagaimana dan kapan pesawat itu berakhir di Republik Dominika. Data pelacakan menunjukkan pesawat itu meninggalkan bandara La Isabela di dekat ibu kota Santo Domingo pada Senin 2 September 2024. Pesawat kemudian tiba di bandara Fort Lauderdale di Florida segera setelahnya.
Venezuela mengecam penyitaan tersebut dan menyatakan bahwa hal itu merupakan tindakan pembajakan. “Amerika telah membenarkan tindakan koersif yang mereka terapkan secara sepihak dan ilegal di seluruh dunia,” kata Menteri Luar Negeri Venezuela Yván Gil dikutip AFP.
- Indonesia Berpeluang Jadi Raksasa Ekonomi Syariah Dunia
- Permintaan Terus Menanjak, Ini Pilihan Saham Batu Bara Teratas
- LQ45 Hari Ini 03 September 2024: Mayoritas Rontok
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Venezuela mengatakan berhak mengambil tindakan hukum apa pun untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada negara ini.
Lantas apa alasannya pemerintah Amerika menyita pesawat kepresidenan tersebut? Para pejabat Amerika mengatakan pesawat itu disita karena diduga melanggar undang-undang pengendalian ekspor dan sanksi Amerika. Pesawat itu dibeli secara ilegal seharga US$13 juta atau sekitar Rp202 miliar (kurs Rp15.500).
Penyelidikan menemukan orang-orang yang berafiliasi dengan Maduro menggunakan perusahaan cangkang yang berbasis di Karibia. Ini untuk menyembunyikan keterlibatan mereka dalam pembelian pesawat secara ilegal dari sebuah perusahaan yang berpusat di Florida pada akhir tahun 2022 hingga awal tahun 2023. Pesawat itu tampaknya diterbangkan ke ibu kota Venezuela, Caracas, setelah tiba di Kingston di Saint Vincent dan Grenadines pada April 2023. Pejabat AS mengatakan pesawat itu kemudian terbang hampir secara eksklusif ke dan dari pangkalan militer di Venezuela. Tidak jelas bagaimana dan kapan pesawat itu tiba di Republik Dominika.
Departemen Kehakiman Amerika mengatakan pesawat itu dimiliki dan digunakan oleh Nicolas Maduro dan orang-orang yang berafiliasi dengannya di Venezuela. Venezuela dan Maduro diketahui dikenakan sejumlah sanksi oleh Amerika.
Seorang juru bicara dewan keamanan nasional Gedung Putih mengatakan tindakan tersebut merupakan langkah penting. Ini untuk memastikan Maduro terus merasakan konsekuensi dari kesalahan pemerintahannya terhadap Venezuela.
Jaksa Amerika untuk Distrik Selatan Florida Markenzy Lapointe mengatakan, otoritas Republik Dominika telah memberikan bantuan sangat berharga dalam mengatur penyitaan tersebut. Sementara Matthew S Axelrod dari Departemen Perdagangan Amerika menegaskan pihaknya akan terus memburu pesawat apapun yang diselundupkan dari Amerika.
“Tidak peduli seberapa mewah jet pribadi atau seberapa berkuasa pejabatnya, kami akan bekerja tanpa henti untuk mengidentifikasi dan mengembalikan pesawat apa pun yang diselundupkan secara ilegal ke luar Amerika Serikat,” katanya.
Namun pejabat AS mengatakan jet tersebut telah digunakan oleh Maduro dalam kunjungan ke negara lain.
Pemerintah Venezuela pada akhir Juli mengumumkan mereka akan menangguhkan sementara penerbangan komersial ke Republik Dominika dan Panama. Ini menyusul terpilihnya kembali Maduro yang kontroversial.
Uni Eropa menolak mengakui Maduro sebagai pemenang pemilihan ulang pada bulan Juli. Beberapa negara Amerika Latin juga menahan dukungan mereka. Sementara mantan sekutu Maduro, Presiden Lula dari Brasil di antara mereka yang menyerukan transparansi penuh oleh pemerintah Venezuela.
Ini bukan pertama kalinya Maduro atau pemerintah Venezuela menjadi sasaran otoritas federal AS atas dugaan korupsi. Pada tahun 2020, departemen kehakiman mendakwa Maduro dan 14 pejabat Venezuela dengan sejumlah tuduhan seperti terorisme, korupsi, dan perdagangan narkoba.
Departemen luar negeri telah menawarkan hadiah hingga US$15 juta atau sekitar Rp 230 miliar untuk informasi yang mengarah pada penangkapan atau hukuman terhadap Maduro.