Ilustrasi Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) untuk membiayai APBN / Infografis: Deva Satria
Makroekonomi

Kenapa Pemerintah Sulit Rayu Gen Z Berinvestasi di Surat Utang?

  • Jumlah generasi Z (Gen Z) yang berinvestasi melalui surat utang negara (SUN), khususnya surat berharga negara (SBN) ritel masih jauh dari harapan. Hingga April 2024, investor Gen Z yang membeli SBN baru menyentuh 2,3%. Sementara pembeli SBN ritel dari kalangan milenial mencapai 51%.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Jumlah generasi Z (Gen Z) yang berinvestasi melalui surat utang negara (SUN), khususnya surat berharga negara (SBN) ritel masih jauh dari harapan. Hingga April 2024, investor Gen Z yang membeli SBN baru menyentuh 2,3%. Sementara pembeli SBN ritel dari kalangan milenial mencapai 51%. 

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Deni Ridwan, menilai minimnya Gen Z berinvestasi di surat utang tak lepas dari perilaku mereka yang dinilai konsumtif.  

Dia menyebut tak sedikit Gen Z yang terjerat utang konsumtif sehingga tak memiliki dana yang cukup untuk berinvestasi. Gen Z merupakan kalangan dengan kelahiran 1997 hingga 2012. “Sekarang Gen Z terlalu mudah untuk berutang, kan? Sekarang kalau kita beli di e-commerce langsung ada tawaran paylater,” ujarnya dalam media briefing, dikutip Selasa, 11 Juni 2024.

Baca Juga: Mengupas Bank Digital (Part 1): Alasan di Balik Minat Gen Z untuk Membuka Rekening Virtual

Pihaknya mengatakan kemudahan untuk membayar melalui pinjaman dibandingkan bayar tunai bisa menjadi bumerang jika tak dikelola dengan baik. Deni mendorong edukasi keuangan dapat menyentuh semua lapisan masyarakat. 

“Itulah salah satu tantanganya, bagaimana kita dapat mengedukasi masyarakat terkait pengelolaan keuangan. Jangan sampai kita terjebak gaya hidup konsumtif, sehingga kita tidak memiliki aset yang cukup untuk menghadapi masa tua nanti,” ujar Deni.

Dia mewanti-wanti jangan sampai pendapatan dan simpanan untuk masa depan habis untuk membiayai gaya hidup. Alih-alih hidup konsumtif, Deni mendorong uang sisa dapat diinvestasikan, salah satunya dengan membeli SBN ritel. 

Kemenkeu sendiri menawarkan savings bond ritel (SBR)-013, yakni SBR013T2 dengan tenor 2 tahun dan SBR013T4 yang jatuh tempo 4 tahun hingga 2028. Rinciannya, SBR013T2 menawarkan kupon minimal 6,45% per tahun serta SBR013T4 sebesar 6,60% setiap tahunnya. Masa penawaran SBN ritel jenis ini dimulai 10 Juni 2024 hingga 4 Juli 2024.

Literasi Keuangan Meningkat

Menurut survei OJK, terdapat peningkatan signifikan dalam indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2022, indeks literasi keuangan naik menjadi 49,68% dari 38,03% pada tahun 2019. Sementara indeks inklusi keuangan meningkat menjadi 85,1% dari 76,2%.

Meskipun terjadi peningkatan, faktanya masih ada kesenjangan yang perlu diatasi antara literasi dan inklusi keuangan. Kekhawatiran tentang peningkatan kredit macet di pinjol yang melibatkan generasi Z dan milenial, dengan jumlah yang mencapai lebih dari Rp700 miliar, menjadi salah satu indikator bahwa edukasi masih perlu ditingkatkan. 

Pada bagian lain, industri asuransi juga memiliki tantangan untuk menggaet generasi muda. Gaya hidup Gen Z yang cenderung konsumtif hingga masih awamnya terhadap perencanaan keuangan melatarbelakangi tantangan tersebut. 

Chief Customer and Marketing Officer PT Prudential Life Assurance Indonesia Karin Zulkarnaen mengatakan ada beberapa tantangan yang menyelimuti industri asuransi dalam menjaring Gen Z. Tantangan pertama adalah sebagian Gen Z saat ini belum meniti karier. Sehingga, faktor pendapatan menghambat Gen Z untuk melirik asuransi. 

Baca Juga: OJK Dorong Gen-Z Mulai Melirik Asuransi

Tantangan lainnya yakni belum semua Gen Z paham mengenai perencanaan keuangan. “Masih lebih fokus ke jangka pendek yang sifatya terkadang konsumtif, berhubungan dengan gaya hidup. Kadang itu lenbih didahulukan dibandingkan jangka panjang,” kata Karin kepada para wartawan dalam acara peluncuran produk PRUFuture dari Prudential Indonesia beberapa waktu lalu.

Walau begitu, tantangan terkait gaya hidup Gen Z yang konsumtif itu justru menjadi suatu problematika yang diharapkan dapat menambah nilai solusi para produk asuransi. Survei Empowering Aspirations: Financial Preparedness in Asia yang dilakukan Prudential plc di lima negara, termasuk Indonesia, menunjukkan generasi milenial dan Z mulai memberikan perhatian pada pentingnya perlindungan.

Hal itu dengan menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk berasuransi. Survei menyebut sebanyak 82% dari generasi milenial dan Z menganggap asuransi sebagai jaring pengaman (safety net) untuk menjaga stabilitas keuangan mereka. 

Data Indonesia Gen Z Report 2024 juga mencatat 73,7% dari generasi Z sudah memikirkan untuk menikah dan membina keluarga. Hal ini berarti mereka mulai mempertimbangkan untuk melindungi keluarga tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara finansial.