Kenapa Tsunami COVID-19 Bisa Terjang India?
India dilaporkan sebagai negara dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi ke dua di Dunia setelah Amerika Serikat bedasarkan data dari Worldometers.
Jumlah kasus aktif COVID-19 di India mencapai 2,8 juta dan 6.863 diantaranya ialah kasus baru pada Senin 26 April 2021.
Dunia
JAKARTA- India dilaporkan sebagai negara dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi ke dua di Dunia setelah Amerika Serikat bedasarkan data dari Worldometers.
Jumlah kasus aktif COVID-19 di India mencapai 2,8 juta dan 6.863 diantaranya ialah kasus baru pada Senin 26 April 2021. Sejumlah pihak menyebut negara yang sedang mengalami tsunami COVID-19 yang mengkhawatirkan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Our World in Data mencatat pertumbuhan kasus COVID-19 India sempat melejit sejak awal April 2021.
Today-Karvy Insights juga menemukan 25% warga India menganggap Perdana Menteri India Narendra Modi gagal dalam menangani pandemi pada Agustus 2020.
Namun jika ditarik garis merahnya, kegagalan pemerintah India menanggapi pandemi COVID-19 sudah terjadi sejak awal penyebaran COVID-19 pada 2020.
Dosen Universitas Siliwangi Nisa Khoerunisa dalam jurnal akademiknya menyebutkan, negara tersebut terlalu berani menetapkan kebijakan Lockdown sejak 25 Maret 2020 selama tiga pekan.
Pada dasarnya skenario itu dibentuk untuk melacak orang yang terinfeksi selama 14 hari, dan satu minggu kemudian dicadangkan untuk mengamati situasi.
Namun media lokal India The Wire menyebutkan keputusan lockdown tersebut tanpa melibatkan konsultasi dari para pakar di bidangnya.
Lockdown yang tergesa-gesa justru membawa konsekuensi bagi masyarakat lokal khususnya di sektor ekonomi.
Sehingga mengakibatkan ratusan ribu warga India memutuskan untuk eksodus secara besar-besar saat lockdown di buka pada akhir Mei 2020.
Kemudian Situasi krisis membawa masyarakat demonstrasi secara besar-besaran, kemudian panasnya isu hubungan China-India di perbatasan Ladakh juga membuat banyak masyarakat turun ke jalan.
“Jika saat penguncian dilakukan selama bulan Maret-Mei 2020 kasus terkonsentrasi di kota-kota besar, pelonggaran lockdown berdampak pada mobilisasi penduduk India dari kota ke daerah pedesaan, yang berakibat penyebaran kasus COVID-19 di pedesaan,” ujar Nisa Khoerunisa.
Hal tersebut membuat kasus COVID-19 mengalami peningkatan cepat di India, tercatat sekitar 75.000 kasus infeksi muncul setiap harinya pada saat memasuki Agustus 2020.
Sejak saat itu, India berada di peringkat tiga negara dengan jumlah kasus tertinggi di dunia, dibawah Amerika Serikat dan Brazil.
Melansir dari laman News Scientist pada April 2021, John Hopkins University memprediksi infeksi COVID-19 di India akan berganda selama 2 bulan ke depan. Alasan dibaliknya ialah kerumunan dari festival keagamaan dan kampanye politik.
Lebih dari itu, mengutip dari Livemint, ilmuwan menyebutkan 3 sebab melejitnya kasus COVID-19 di India pada kuartal pertama 2021.
Pertama karena lembaga pengawas penyakit India (National Centre for Disease Control/NCDC) menyatakan penemuan varian baru COVID-19 di tiga kota besar Maharashtra, Delhi dan Punjab.
Alasan kedua, ahli virologi Shahid Jameel dan T Jacob John sepakat alasan peningkatan kasus disebabkan karena menurunnya kewaspadaan masyarakat India atas penyebaran COVID-19.
Selain itu masyarakat juga tidak patuh pada protokol kesehatan setelah gelombang pertama selesai.
Sebagaimana Mengutip dari DW, hampir 5 juta masyarakat India berkumpul pada perayaan keagamaan Kumbh Mela di Sungai Ganga, Kota Haridwar pada Senin 12 April 2021.
Namun yang menjadi masalah ialah karena sebagian besar masyarakat tidak menggunakan masker saat mengikuti perayaan tersebut.
Pejabat kota Haridwar juga mendeteksi 2.000 infeksi baru selama festival keagamaan tersebut berlangsung sampai dengan Selasa 13 April 2021.
Tidak hanya itu, percepatan penyebaran COVID-19 juga terjadi akibat dikumpulkannya masyarakat saat kampanye politik Partai BJP di Bengala Barat.
Hal itu membuat jumlah kasus harian meningkat pesat dari 143.343 kasus pada 14 April 2021, hingga 310.309 kasus harian pada sepuluh hari setelahnya.
Kemudian alasan ketiga ialah karena lambatnya vaksinasi di India, oleh karena itu Shahid Jameel mendesak supaya pemerintah mempercepat vaksinasi bagi warga India.
Mengingat hanya 5% warga India yang sudah divaksinasi dosis kedua pada Maret 2020.
Selain itu Media lokal Firstpost memprediksi, hanya sekitar 30% masyarakat India yang dapat tervaksinasi jika pemerintah mentargetkan 2.2 juta dosis per hari.