ceker ayam.jpg
Dunia

Kenapa Warga Mesir Diimbau Makan Ceker Ayam?

  • Lembaga Gizi Nasional Mesir baru-baru ini mengeluarkan imbauan agar masyarakat untuk makan ceker ayam. Imbauan yang memunculkan pro dan kontra.

Dunia

Amirudin Zuhri

Kairo-Lembaga Gizi Nasional Mesir baru-baru ini mengeluarkan imbauan agar masyarakat untuk makan ceker ayam. Imbauan yang memunculkan pro dan kontra.

“Apakah Anda mencari alternatif makanan kaya protein yang akan menghemat anggaran Anda?” tanyanya lembaga itu dalam posting Facebook bulan lalu dan mencantumkan sejumlah item yang dimulai dengan kaki ayam dan kuku sapi.

Imbauan itu muncul menyusul ekonomi Mesir yang memprihatinkan. Negara terpadat di wilayah Arab itu menderita rekor krisis mata uang dan inflasi terburuk dalam lima tahun, membuat makanan menjadi sangat mahal. Banyak orang Mesir tidak lagi mampu membeli ayam yang dianggap sebagai  makanan penting.

Media pemerintah melaporkan harga unggas naik dari 30 pound Mesir atau sekitar Rp 15.200 per kilogram pada tahun 2021 menjadi 70 pound Mesir atau sekitar Rp35.000 pada Senin 16 Januari 2023. (Kurs Rp500)

Banyak orang Mesir marah karena pemerintah meminta warganya untuk menggunakan makanan yang merupakan simbol kemiskinan ekstrem di negara itu. Di Mesir, ceker ayam dipandang sebagai bahan daging termurah, sebagian besar dianggap sebagai kotoran hewan daripada makanan.

 “(Kita telah memasuki) zaman ceker ayam, runtuhnya pound Mesir dan tenggelam dalam utang,” cuit Mohamed Al-Hashimi, seorang tokoh media, kepada 400.000 pengikutnya.

Tetapi yang lain tampaknya mengindahkan panggilan itu. Setelah rekomendasi untuk beralih ke ceker ayam, harga satu kilogram produk dilaporkan naik dua kali lipat.

Pihak berwenang mengatakan bahwa hampir 30% populasi Mesir berada di bawah garis kemiskinan. Namun Bank Dunia pada tahun 2019 memperkirakan bahwa sekitar 60% populasi Mesir miskin atau rentan.

Bagaimana Mesir bisa sampai begini?

Mesir telah mengalami sejumlah krisis keuangan selama dekade terakhir. Ini memaksa negara tersebut mencari dana talangan dari kreditur seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan sekutu Teluk Arab.

Tetapi negara itu telah terjebak dalam siklus utang yang menurut para analis menjadi tidak berkelanjutan. Menurut IMF, utangnya tahun ini berjumlah 85,6% dari ukuran ekonominya.

Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kegagalan ekonomi Mesir termasuk peran militer yang terlalu besar yang menurut para analis melemahkan sektor swasta. Selain itu juga alokasi dana besar untuk proyek-proyek raksasa seperti menara tertinggi di Afrika dan ibu kota baru di padang pasir juga menyedot banyak sumberdaya. 

Perekonomian Mesir mengalami pukulan signifikan dalam dua tahun terakhir ketika dampak pandemi Covid-19. Dan perang Ukraina menekan cadangan mata uang asingnya serta kenaikan harga bahan bakar mendorong kenaikan inflasi.

Menurut Reuters pandemi membuat investor menarik US$20 miliar dari Mesir pada tahun 2020, dan kejatuhan ekonomi akibat perang Ukraina menyebabkan jumlah yang sama meninggalkan negara itu tahun lalu.

"Ini semakin menakutkan. US$20 miliar dolar setara dengan setiap sen yang dipinjam Mesir dari IMF sejak 2016, dan itu menghilang dalam beberapa minggu (tahun lalu),” kata Kaldas Timothy , peneliti kebijakan non-residen di Tahrir Institute for Middle East Policy di Washington. DC dikutip CNN Internasional Kamis 19 Januari 2023.

Peristiwa itu berkontribusi pada krisis mata uang yang dihadapi Mesir saat ini. Pound Mesir kehilangan hampir setengah nilainya selama setahun terakhir, dan minggu lalu sempat mencapai nilai tukar 32 pound terhadap dolar Amerika. Terendah dalam sejarahnya.

Dalam bailout terbaru yang disepakati pada bulan Desember 2022, IMF meminjamkan US$3 miliar ke Mesir. Pinjaman ini diharapkan akan mengkatalisasi tambahan US$14 miliar dukungan dari mitra internasional dan regional Mesir, termasuk negara-negara Teluk yang kaya minyak.

Pengurangan peran militer

Bersamaan dengan memperkenalkan nilai tukar yang fleksibel  IMF meminta agar Mesir mengurangi peran negara, termasuk militer dalam ekonomi. Kairo juga diminta memperlambat proyek nasional untuk membatasi tekanan pada mata uang serta inflasi.

“Apa yang luar biasa tentang itu adalah bahwa itu juga mencakup perusahaan militer Mesir,” tulis Yezid Sayigh, seorang peneliti senior di Pusat Timur Tengah Malcolm H. Kerr Carnegie di Beirut, Lebanon. 

“Ini bertentangan dengan kesan awal yang diberikan oleh pengumuman perjanjian pinjaman pada Oktober 2022, bahwa IMF tidak menggunakan pengaruhnya untuk menempatkan perusahaan militer dalam agenda.”

IMF juga menuntut agar semua perusahaan  termasuk yang dimiliki oleh militer  menerbitkan laporan tahunan  dengan perincian dan perkiraan pembebasan pajak dan keringanan pajak.”

Masih harus dilihat apakah laporan ini akan dipublikasikan. Kaldas mengatakan bahwa banyak orang Mesir ingin tahu seberapa kaya militer dan juga tingkat risiko yang ditimbulkan oleh kerajaan ekonomi militer Mesir.

Militer Mesir memiliki dan mengoperasikan sejumlah besar perusahaan yang bersaing dengan perusahaan swasta. Dari pompa bensin dan obat-obatan hingga daging dan susu, perusahaan milik militer merupakan bagian besar dari perekonomian Mesir.

Tetapi perusahaan tersebut tidak beroperasi seperti perusahaan swasta. Mereka menikmati hak istimewa tanpa mengungkapkan data keuangannya kepada publik.

Militer juga mempelopori proyek nasional besar Presiden Abdel Fattah el-Sisi yang menurut para kritikus telah menyedot banyak dana Mesir.

Hanya dengan dukungan militer Sisi dapat naik ke tampuk kekuasaan. Mantan panglima tertinggi itu berada di garis depan kudeta militer 2013 yang menggulingkan mantan Presiden Mohamed Morsy. Presiden yang terpilih secara demokratis di negara itu.

Berbicara kepada CNN Becky Anderson  Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan bahwa perusahaan milik negara akan dijual ke sektor swasta untuk mendorong investasi lebih lanjut dan bahwa Mesir didukung oleh IMF dalam hal ini.

Ketika Mesir mendevaluasi mata uangnya pada bulan Oktober, kedutaan besar Amerika di Kairo mengeluarkan peringatan demonstrasi yang bisa berubah menjadi kerusuhan.

Lebih dari satu dekade lalu, Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya tergelincir ke dalam gelombang protes yang menggulingkan pemerintah, menghambat ekonomi, dan bahkan memicu perang saudara yang mendorong jutaan pengungsi melarikan diri dari wilayah tersebut.

Pada tahun 2011, ketika jutaan orang turun ke jalan menuntut perubahan rezim, slogan yang paling sering diteriakkan di Mesir adalah “Roti, kebebasan, dan kesetaraan sosial.”

Mesir adalah rumah bagi lebih dari 106 juta orang, lebih dari setengahnya hidup dalam kondisi ekonomi yang genting. Banyak yang tidak mampu membeli makanan pokok, membatasi pengeluaran mereka dan bahkan membatasi diet, dan analis telah memperingatkan keresahan jika situasi memburuk secara signifikan.