Kepemimpinan Bos yang Buruk Lebih Terlihat pada Karyawan yang Ambisius, Ini Penjelasannya
- Sebuah studi baru yang pertama kali diterbitkan secara online pada 30 Oktober di Group & Organization Management menerangkan penjelasan tentang faktor kognitif yang menyebabkan pola kepemimpinan kasar bisa berdampak buruk pada kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan Stevens Institute of Technology dan University of Illinois Chicago.
Sains
JAKARTA - Atasan yang suka membentak, berkata kasar dan mengkritik karyawan dapat berdampak buruk pada kesejahteraan dan kinerja karyawan tersebut.
Sebuah studi baru yang pertama kali diterbitkan secara online pada 30 Oktober di Group & Organization Management menerangkan penjelasan tentang faktor kognitif yang menyebabkan pola kepemimpinan kasar bisa berdampak buruk pada kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan Stevens Institute of Technology dan University of Illinois Chicago.
Salah satu penulis studi dan asisten profesor manajemen di Stevens, Howie Xu merasa bersyukur karena pola kepemimpinan yang kasar dan sewenang-wenang tak banyak terjadi, karena jika iya hal tersebut akan mematikan potensi karyawan dalam melakukan inisiatif saat bekerja.
- Laba Bersih Maybank Indonesia Naik 16 Persen pada Kuartal III-2023, Ini Pemicunya
- Rangkul Semua Agama, Prudential Bidik Bali untuk Kepesertaan Produk Asuransi Syariah
- OJK Bakal Gelar Bulan Fintech Nasional Sebulan Full, Apa Saja Agendanya?
“Untungnya, pengawasan yang sewenang-wenang tidak terlalu umum terjadi, namun jika hal ini terjadi, maka karyawan akan semakin kecil kemungkinannya untuk mengambil inisiatif dan berupaya meningkatkan praktik bisnis,” terang Howie Xu
“Kami ingin memahami faktor kognitif di balik dampak tersebut dan bertanya bagaimana perusahaan dapat melindungi karyawannya dari dampak negatif bos yang buruk.” lanjut Howie.
Tim Xu mensurvei karyawan dan supervisor dari 42 perusahaan berbeda di Korea Selatan, bersama dengan ratusan mahasiswa AS, untuk mengeksplorasi bagaimana pengawasan yang sewenang-wenang berdampak pada perilaku “mengambil inisiatif” karyawan.
Subyek kemudian diberi peringkat berdasarkan dua faktor yaitu karyawan yang lebih aktif mencari peluang positif untuk promosi dan kemajuan karier atau karyawan yang mengambil pendekatan lebih preventif yaitu mengutamakan keselamatan dan keamanan saat bekerja.
“Kami berteori bahwa dorongan untuk mendapatkan imbalan (promosi, bonus) dan dorongan untuk menghindari hukuman (menjaga keamanan kerja) akan membentuk cara karyawan merespons atasan yang melakukan kekerasan,” jelas Xu.
Namun bukan itu yang ditemukan Xu dan timnya. Sebaliknya, mereka menemukan bahwa karyawan yang memprioritaskan kemajuan karier sangat terpengaruh oleh kepemimpinan yang kasar, sementara karyawan yang memprioritaskan keamanan kerja tetap memiliki kemungkinan yang sama untuk mengambil inisiatif setelah mendapat pola kepemimpinan yang buruk.
“Karyawan yang memprioritaskan kemajuan karier cenderung membungkuk dan mengurangi perilaku mengambil alih dan inisiatif setelah mengalami pengawasan yang sewenang-wenang.” terang peneliti.
“Kami menemukan bukti jelas bahwa sinyal dari kepemimpinan yang kasar jauh lebih menonjol bagi karyawan yang peduli terhadap kemajuan karier dibandingkan karyawan yang peduli terhadap kenyamanan kerja.” lanjut Xu.
Salah satu penjelasan yang mungkin mendasari hasil studi ini menurut Xu adalah bahwa karyawan yang ambisius mungkin menganggap atasan yang kasar memiliki kendali langsung terhadap nasib mereka. Apakah mereka akan menerima bonus atau peluang promosi.
Temuan ini penting, karena hal ini menunjukkan bahwa organisasi yang ingin memitigasi dampak kepemimpinan yang buruk harus berfokus pada pemberdayaan karyawan dan membuat mereka merasa dihargai dan diapresiasi, dibandingkan sekadar meyakinkan mereka bahwa pekerjaan mereka aman.
“Jika seorang pemimpin melakukan perilaku kasar, penelitian kami menunjukkan bahwa mereka tidak hanya harus meminta maaf, namun juga berusaha meyakinkan karyawan akan nilai mereka bagi organisasi,” kata Xu.