Keraguan Mulai Bayangi Program 3 Juta Rumah
- Program pembangunan 3 juta rumah per tahun atau 15 juta rumah selama satu periode yang digencarkan Presiden Prabowo Subianto diperkirakan membutuhkan anggaran yang luar biasa besar, sekitar Rp750 triliun. Jumlah ini dinilai sangat signifikan, bahkan lebih besar dari alokasi belanja beberapa kementerian utama di APBN.
Properti
JAKARTA - Program pembangunan 3 juta rumah per tahun atau 15 juta rumah selama satu periode yang digencarkan Presiden Prabowo Subianto diperkirakan membutuhkan anggaran yang luar biasa besar, sekitar Rp750 triliun.
Artinya, per tahun negara harus mengalokasikan anggaran Rp150 triliun. Jumlah ini dinilai sangat signifikan, bahkan lebih besar dari alokasi belanja beberapa kementerian utama di APBN.
Anggota Komisi V DPR RI, Mori Hanafi, menyatakan keraguannya terhadap target 3 juta rumah yang dinilai terlalu ambisius. Mori bahkan memperkirakan bahwa anggaran yang diperlukan bisa mencapai lebih dari Rp150 triliun.
Mori juga mengusulkan agar Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mempertimbangkan untuk menyesuaikan target menjadi lebih realistis, baik dengan mengurangi jumlah rumah atau mencari alternatif yang lebih efisien untuk menghemat biaya.
Menurutnya, peninjauan kembali target akan lebih sesuai dengan kondisi keuangan negara, serta membantu mengatasi masalah lahan yang mungkin timbul.
- Bappebti Buka Akses Investasi Bagi Institusi, RI Kian Dekat Jadi Pusat Kripto Asia
- Erick Thohir Mulai Godok Penghapusan Kredit Macet Petani dan Nelayan
- Saat Klakson KRL Gantikan Suara Ayam Jago di Pondok Rajeg
“Coba deh pak dihitung lagi mudah-mudahan kita menemukan angka yang lebih wajar, lebih rasional,” ujar Mori, saat Rapat Kerja (Raker) bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), di Jakarta, dilansir Selasa, 5 November 2024.
Sebagai gambaran, total belanja negara untuk tahun 2025 mencapai Rp3.621,3 triliun, dengan belanja non-K/L sebesar Rp1.541,4 triliun dan defisit APBN diproyeksikan mencapai Rp616,2 triliun, atau setara 2,53% dari produk domestik bruto (PDB).
Besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk proyek ini berpotensi membebani APBN, sehingga memicu kekhawatiran apakah pemerintah mampu memenuhi komitmen ini tanpa menambah beban fiskal yang sudah ada.
Pendapatan negara pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp3.005,1 triliun, kontribusi utama pendapatan berasal dari sektor perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Penerimaan dari pajak diharapkan menyumbang Rp2.490,9 triliun, sementara itu, sektor PNBP diperkirakan menghasilkan Rp513,6 triliun, yang diperoleh dari berbagai sumber, termasuk pendapatan dari sumber daya alam, layanan pemerintah, serta pengelolaan aset negara.
Sebagai perbandingan, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, anggaran sebesar Rp119 triliun telah dialokasikan untuk membangun 2,17 juta rumah selama lima tahun.
Dengan target 3 juta rumah yang diusung oleh pemerintahan Prabowo, kebutuhan anggaran yang diestimasi jauh melampaui alokasi sebelumnya. Kenaikan tajam dalam kebutuhan dana ini mencerminkan besarnya skala dan ambisi program, namun sekaligus memunculkan keraguan tentang apakah target tersebut realistis.
- Bappebti Buka Akses Investasi Bagi Institusi, RI Kian Dekat Jadi Pusat Kripto Asia
- Erick Thohir Mulai Godok Penghapusan Kredit Macet Petani dan Nelayan
- Saat Klakson KRL Gantikan Suara Ayam Jago di Pondok Rajeg
Target Harian Capai 8.333 Rumah, Apakah Realistis?
Untuk memenuhi target ini, Mori menjelaskan bahwa Kementerian PKP perlu membangun sekitar 8.333 rumah setiap harinya untuk mencapai angka 3 juta rumah dalam setahun.
“Kalau tadi ketua menghitung satu hari 8 ribuan rumah (harus dibangun) sehari, saya membayangkan berapa uangnya sehari?" tambah Mori. Angka tersebut tentu saja bukan hanya menuntut kesiapan finansial, tetapi juga kesiapan dalam hal ketersediaan lahan, bahan bangunan, serta tenaga kerja konstruksi yang memadai.
Jika pemerintah berhasil memenuhi target ini, maka pembangunan perumahan di Indonesia akan mencapai skala yang belum pernah tercapai sebelumnya. Komisi V DPR RI menegaskan perlunya sebuah blueprint atau peta jalan yang jelas untuk melaksanakan program ini, terutama mengingat skalanya yang sangat besar.
Kementerian PKP diharapkan dapat segera merancang dan menyampaikan blueprint tersebut agar pemerintah dan DPR memiliki gambaran komprehensif mengenai tahapan, waktu, serta alokasi sumber daya yang dibutuhkan. Menteri PKP, Maruarar Sirait, berjanji akan menyerahkan blueprint ini kepada DPR sebelum reses pada 6 Desember 2024.