Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (Reuters/Rodrigo Reyes Marin)
Dunia

Kerap Jadi Alasan Pejabat Mundur, Ini Makna Malu Bagi Orang Jepang

  • Budaya malu Jepang seringkali membuat seseorang berusaha untuk tidak membuat kesalahan dan menjaga kebersihan serta ketertiban.

Dunia

Prita Lyani Ayuninda

JAKARTA – Budaya malu di Jepang berasal dari budaya Samurai yang disebut sebagai Baigan Ishido sejak zaman Edo pada tahun 1600 hingga 1867. Falsafah kuno konfusianisme Tiongkok ini banyak diserap oleh pendidik besar Jepang sejak ratusan tahun yang lalu.

Budaya malu memiliki pengaruh yang besar terhadap kepribadian dan karakteristik masyarakat Jepang. Termasuk rasa tanggung jawab yang tinggi dan perilaku sesuai dengan aturan-aturan sosial.

Dalam falsafah kuno konfusianisme sejak zaman dulu mengatakan bahwa, “Setiap seorang Jepang membuat kesalahan fatal karena malu menggugat diri dengan melakukan meditasi. Kemudian memperbaiki diri atau mengundurkan diri hingga ber-harakiri (bunuh diri), karena rasa malu.”  

Dalam kasus Fumio Kishida, ia menyatakan akan mundur dari Perdana Menteri pada September 2024 mendatang, karena terlibat dalam beberapa kasus skandal politik. Dirangkum dari berbagai sumber berikut beberapa kasus skandal Fumio Kishida, Perdana Menteri Jepang:

1. Korupsi dan Penggelapan uang

Fumio Kishida terlibat dalam skandal korupsi dan penggelapan uang yang dilakukan anggota partainya. Skandal ini melibatkan penggelapan dana penjualan tiket acara partai yang dibeli individu, perusahaan, dan organisasi.

Anggota yang terlibat diduga melakukan Upaya sistematis untuk tidak melaporkan dana senilai ratusan juta yen secara sistematis. Skandal ini menunjukkan bahwa budaya malu Jepang yang menjaga nama baik dan kehormatan telah digunakan untuk melindungi kejahatan.

2. Sumbangan Politik Yang Tidak Tercatat

Partai yang dipimpin Fumio Kishida terjerat skandal sumbangan politik yang diberikan dalam acara penggalangan dana partai yang tidak tercatat. Skandal ini menyebabkan kepercayaan publik terhadap Kishida dan partainya menurun.

Baca Juga: Berbekas Seumur Hidup, 4 Pengalaman yang Bisa Hancurkan Rasa Pede 

Hal ini menunjukkan bahwa budaya malu Jepang yang berfokus pada menjaga nama baik telah digunakan untuk melindungi praktik-praktik yang tidak transparan dan tidak etis.

3. Kenaikan Biaya Hidup dan Ketidakpuasan Publik

Kenaikan harga barang dan biaya hidup di Jepang yang tidak diimbangi dengan kenaikan upah telah memicu ketidakpuasan publik terhadap Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida. Ini adalah salah satu faktor yang memicu keputusannya untuk mundur.

Budaya malu Jepang seringkali membuat seseorang berusaha untuk tidak membuat kesalahan dan menjaga kebersihan serta ketertiban. Namun dalam kasus ini, kenaikan biaya hidup telah menjadi masalah besar yang tidak dapat diatasi dengan cara tradisional.

Adapun beberapa makna budaya malu di Jepang sejak masa Baigan Ishido hingga sekarang:

1. Haji (Malu)

“Haji” yang artinya rasa malu, setiap orang Jepang akan merasa malu bukan hanya tentang kritik, tetapi juga tentang perhatian dan pengakuan dari orang lain.

2. Gimu (Kewajiban)

"Gimu" artinya kewajiban yang harus dipenuhi atas konsekuensi dari kejadian-kejadian di dalam hidup seseorang.

3. Giri (Kewajiban Menjaga Nama Baik)

"Giri" artinya kewajiban untuk menjaga nama baik keluarga dan masyarakat. Termasuk berperilaku menghormati dan menghargai orang lain guna menjaga reputasi keluarga dan komunitas.

4. Perilaku Perfeksionis dan Disiplin

Budaya malu Jepang seringkali membuat masyarakat Jepang menjadi perfeksionis dan disiplin dalam melakukan tugas-tugas mereka. Mereka berusaha untuk tidak membuat kesalahan dan menjaga kebersihan serta ketertiban.

5. Harakiri (Bunuh Diri)

Dalam sisi negatif, budaya malu Jepang juga dapat membuat seseorang melakukan bunuh diri seperti tradisi Harakiri untuk menyelamatkan kehormatan keluarganya dari rasa malu yang berlebihan.