Crane beserta sarana eks tabrakan "adu banteng" di Petak antara Stasiun Haurpugur-Stasiun Cicalengka saat ditarik menuju Depo Bandung usai dievakuasi, Sabtu 6 Januari 2024
Nasional

Kereta Kecelakaan Beruntun di Awal Tahun, Pakar: Ada Problem Penerapan SOP

  • Terjadinya dua insiden di awal tahun 2024 telah memberikan tinta hitam pada perkeretaapian di Indonesia. Dua kejadian tersebut yaitu tabrakan “adu banteng” antara KA Commuterline Bandung Raya dengan KA Turangga di Cicalengka pada 5 Januari 2024 dan Anjlokan KA Pandalungan di Emplasemen Stasiun Tanggulangin Sidoarjo pada 14 Januari 2024.

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Terjadinya dua insiden di awal tahun 2024 telah memberikan tinta hitam pada perkeretaapian di Indonesia. Dua kejadian tersebut yaitu tabrakan “adu banteng” antara KA Commuterline Bandung Raya dengan KA Turangga di Cicalengka pada 5 Januari 2024 dan Anjlokan KA Pandalungan di Emplasemen Stasiun Tanggulangin Sidoarjo pada 14 Januari 2024. 

Insiden tabrakan di Cicalengka terjadi setelah hampir satu dasawarsa kejadian serupa tidak pernah terjadi di Pulau Jawa. “Kecelakaan ini memang sangat memprihatinkan karena sudah lama tidak terjadi kecelakaan yang cukup besar karena sudah bagus (sarana dan prasarana),” kata Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia (Maska), Hermanto Dwiatmoko kepada TrenAsia, Senin 15 Januari 2024.

Rentetan kejadian dalam waktu yang dekat itu menunjukan perlu diadakan langkah-langkah bagaimana supaya kejadian ini tidak terulang. Hermanto menjelaskan terdapat tiga sebab secara umum dalam sebuah kecelakaan baik di perkeretaapian maupun moda transportasi lainnya. Hal itu menyangkut prasarana, sarana, dan Sumber Daya Manusia (SDM). “Ini jadi ada tiga. Walaupun biasanya tidak terjadi masing-masing, namun bisa juga terjadi gabungan dari beberapa penyebab,” paparnya. 

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian itu mengungkapkan bahwa SDM menjadi yang paling menentukan dalam terjadinya sebuah insiden. “Macam-macam mulai dari SDM perawatannya yang tidak benar, SDM operasionalnya tidak benar. Bisa terjadi seperti itu sehingga perlu dikonsentrasikan di sini (SDM),” paparnya.

Hermanto lantas memberikan contoh kecelakaan di jalan raya di mana 80% penyebabnya dikarenakan oleh manusianya. “Tidak disiplin dan sebagainya. Demikian juga kereta api kurang lebih sama,” imbuhnya. Menurutnya, dua insiden kereta api yang terjadi belakangan ini disebabkan karena Standar Operasional Prosedur (SOP). Pasalnya, kondisi sarana dan prasarana sebelumnya dalam kondisi baik dan tidak bermasalah.

“Kemungkinan bisa terjadi banyak hal apakah dari sisi SOP perawatannya tidak benar, SOP operasionalnya tidak benar, bisa jadi jenis seperti itu,” kata Hermanto. Dirinya tidak bisa menjelaskan lebih detail lagi sebab sudah menjadi ranahnya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). “Ini hanya analisis saya sebagai pengamat di bidang perkeretaaapian,” tegasnya.

Senada, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno menanggapi peristiwa kecelakaan kereta api dalam waktu berdekatan tersebut sebagai human error. “Bisa SDM, bisa juga teknologinya, bisa juga regulasinya,” kata Djoko Setijowarno kepada TrenAsia. 

Tekait sebab terjadinya sebuah insiden, Djoko menyatakan bisa terjadi karena tiga hal yang telah disebutkan di atas. “Mungkin teknologinya perlu diperbaharui, atau juga regulasinya mungkin belum lengkap,” paparnya. Djoko menjelaskan dalam perkertaapian di Indonesia untuk hal teknologi terdapat persinyalan mekanik dan persinyalan elektrik. 

Menurutnya dalam pengoperasian persinyalan mekanik dibutuhkan SOP yang lebih detail lagi. Dia mengatakan persinyalan mekanik sama saja dengan persinyalan elektrik asalkan prosedurnya dijalankan dengan benar. Selain itu, keberadaan SDM menurutnya juga cukup penting dimana baik masinis maupun Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) harus berkompetensi dan memiliki sertifikasi di bidangnya. 

“Tidak boleh sembarang orang ikut menjadi petugas kereta api. Nah itu yang menjadi pendalaman setiap ada kecelakaan kereta,” paparnya. Djoko juga menyoroti soal waktu jam kerja dan istirahat serta mental dari SDM. “Bisa juga (mental SDM terganggu) karena mungkin ada persoalan keluarga, bisa jadi juga ada persoalan lain seperti terkena pinjol,” papar Djoko.  

Terkait dua insiden kecelakaan kereta di awal tahun ini, Djoko memberikan saran bahwa semua pihak harus berbenah. “Semuanya harus mulai membenahi, baik itu pemerintah, Direktorat Jenderal Perkeretaapian, maupun PT Kereta Api Indonesia untuk mengevaluasi diri apa yang kurang dari masing-masing,” jelasnya. Evaluasi tersebut dilakukan sembari menunggu rilis dari KNKT perihal rekomendasi yang akan diberikan terkait insiden tersebut.

Adapun Hermanto memberikan saran dengan menyoroti pada tiga hal yaitu prasarana, sarana, dan SDM. “Kalau prasarana dia harus dari sisi kelaikannya,” katanya. Kelaikan prasarana bisa didapat dari adanya pengujian, pemeriksaan, dan perawatan yang benar. Hal itu juga berlaku pada sarana seperti kereta dan lokomotif. “Itu harus melalui pengujian uji pertama, uji berkala, pemeriksaan dan perawatan dengan SOP benar,” jelas Hermanto.

Kemudian terkait dengan SDM di mana keberadaanya sangat menentukan. “Menurut saya pertama perlu dilakukan penyegaran. Biasanya orang yang bekerja di suatu tempat monoton kemudian sudah lama biasanya kemungkinan bisa terjadi pelanggaran,” paparnya. Hermanto menjelaskan pelanggaran dapat terjadi karena seolah-olah apa yang dilakukannya itu sudah benar dan sebagainya. Penyegaran yang dimaksud dapat berupa diadakannya pelatihan, penyuluhan.

Yang kedua yaitu soal kompetensi SDM baik masinis, PPKA ataupun petugas perawatan dan pemeriksaan jalan rel. Menurutnya, pihak tersebut harus punya kompetensi sesuai bidangnya. Komptensi bisa didapat setelah melakukan pelatihan. Seperti contoh seorang masinis tidak serta merta bisa langsung menjalankan lokomotif sebab harus menjalani pelatihan termasuk menjadi asisten masinis. “Ini yang harus betul dijaga tentang kompetensi ini,” ungkapnya.

Terkait dengan rentetan insiden tersebut, Hermanto berpendapat bahwa orang-orang yang terlibat dalam pengoperasian sarana dan prasarana harus dipastikan apakah sesuai dengan kompetensinya. “Kemudian kalau sudah sesuai harus sering dilakukan penyegaran untuk menyegarkan kompetensinya,” pungkasnya.