Resmi Melantai di BEI, Saham Pertamina Geothermal (PGEO)
Korporasi

Kerugian dan Ketidakpastian Penyerapan Green Bonds Bayangi Bisnis PGE

  • Sejumlah persoalan membelit PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dalam rencana penerbitan surat utang berwawasan hijau alias green bonds yang bakal digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing).

Korporasi

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Sejumlah persoalan membelit PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dalam rencana penerbitan surat utang berwawasan hijau alias green bonds yang bakal digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing).

Analis Fundamental PT Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana mengatakan setidaknya terdapat dua risiko yang akan dihadapi PGEO dalam aksi korporasi kali ini. Pertama perseroan akan menghadapi ketidakpastian apakah obligasi yang ditawarkan berhasil diserap semua atau tidak.

Pasalnya, kata Raditya, jumlah kebutuhan dana yang ingin diperoleh dari penerbitan obligasi ini cukup besar, yakni senilai US$400 juta atau sekitar Rp6 triliun. Belum lagi dana tersebut harus didapatkan dalam waktu yang singkat.

“Dibilang singkat karena akan digunakan sebagai refinancing utang yang akan jatuh tempo pada Juni tahun ini, hanya sekitar satu bulan,” ujarnya kepada wartawan, Rabu, 26 April 2023.

Kedua, lanjut Raditya, PGEO akan sulit mendapatkan kupon obligasi yang lebih rendah dibandingkan dengan bunga pinjaman sebelumnya. Mengingat kondisi ekonomi global saat ini yang penuh dengan tantangan likuiditas.

Beban bunga yang dikenakan atas perjanjian pada saat itu adalah LIBOR 3 bulan ditambah marjin dan dibayarkan pada akhir periode bunga, di mana marjin untuk bulan 1-12 sekitar 0,5% untuk offshore dan 0,6% untuk onshore. Sementara marjin untuk bulan 19-24 sekitar 0,6% - 0,7%.

Jika dihitung, mengacu pada LIBOR rate 3 bulan 2021 hanya sekitar 0,16% dan ditambah marjin terbesar pada perjanjian fasilitas per 23 Juni 2021 sebesar 0,7%, maka bunga pinjaman PGEO saat itu tidak lebih dari 3%. Sedangkan bunga kupon green bonds yang akan dirilis PGEO kali ini sebesar 5,15% per tahun.

“Apabila kupon obligasi yang akan dipakai untuk bayar utang itu lebih besar dari bunga utangnya sendiri, bisa dibilang PGEO rugi dalam penerbitan global bonds ini,” ungkapnya.

Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PGEO Muhammad Baron menyatakan bahwa rate green bond senilai 5.15% sudah dibawah rate bridging loan. Hanya saja dia membandingkannya dengan suku bunga pada tahun 2023, bukan 2021. Dia beralasan jika rate bridging loan bersifat floating dan mengikuti SoFR.

“Jadi penerbitan green bond mampu memberikan efisiensi beban bunga bagi PGEO dan meningkatkan kinerja keuangan di tahun ini,” imbuhnya saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PGEO mengumumkan rencana penerbitan green bonds di luar wilayah Indonesia sebesar US$400 juta atau sekitar Rp6 triliun. Kupon dalam obligasi ini sebesar 5,15% per tahun yang jatuh tempo pada 2028.

Perseroan memang tengah mengejar dana jumbo untuk membayar sisa utang sekitar Rp6 triliun dalam fasilitas kredit berupa bridge loan yang akan segera jatuh tempo dalam waktu dekat ini. Fasilitas kredit ini dirilis pada Juni 2021 lalu dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebagai facility agent.