Kerugian Investasi Bodong Meroket 44 Kali Lipat! Total Capai Rp109 Triliun
- Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya
Fintech
JAKARTA – Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya.
Data tersebut menunjukkan praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia. Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSOC), Tirta Segara, menyampaikan bahwa di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan sebagai akibat masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.
Menurutnya, seiring mendorong peningkatan literasi keuangan masyarakat melalui edukasi yang masif, perlindungan konsumen dan penindakan tegas sebagai upaya mitigasi juga sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan kerugian yang lebih besar.
“Di bidang pengawasan, koordinasi antar otoritas serta lembaga perlu terus dijaga, dan kolaborasi dengan industri perlu terus didorong untuk edukasi secara masif, termasuk dengan memanfaatkan teknologi informasi," ujar Anggota Dewan Komisioner OJK 2017-2022 tersebut dalam webinar IFSOC Selasa 27 Desember 2022.
- Kaleidoskop BUMN 2022: Bersih-Bersih 'Zombie' hingga Transformasi BUMN
- Keren! 20 Juta UMKM Indonesia Sudah Go Digital hingga 2022
- OJK Bubarkan Dana Pensiun Sari Husada, Nasabah Diminta Tetap Tenang
- Suntik Akulaku Rp3,1 Triliun, Ini Rencana MUFG dengan Paylater di Indonesia
Untuk itu, IFSOC berpandangan bahwa penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi.
IFSOC mengapresiasi penerbitan UU PPSK yang telah menyediakan payung hukum yang mengedepankan pendekatan principle-based, adaptif dan integratif, serta memberikan jaminan independensi otoritas-otoritas di sektor keuangan.
Khususnya terkait aset kripto, UU PPSK telah memberikan pengaturan yang fundamental dengan penguatan kerangka pengawasan dan perlindungan konsumen.
“UU PPSK telah memberikan kepastian hukum pada pengembangan fintech ke depan, dengan diakuinya klaster fintech sebagai salah satu pilar dalam sektor keuangan di Indonesia” ujar Tirta.