<p>Wilayah Siberia Timur/Discover Russia</p>

Keruntuhan Populasi di Siberia Kuno Mungkin Karena Bakteri

  • JAKARTA-Masuknya bakteri penyebab wabah, Yersinia pestis, di Siberia ribuan tahun lalu diduga menjadi pukulan bagi populasi wilayah tersebut pada saat itu. Sebuah studi dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh dua ahli genetika evolusioner dari Universitas Stockholm, Gulşah Merve Kilinç dan Anders Gotherstrom. Penelitian melibatkan ekstraksi DNA dari sisa-sisa kerangka yang sebelumnya ditemukan di Siberia Timur. […]

Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA-Masuknya bakteri penyebab wabah, Yersinia pestis, di Siberia ribuan tahun lalu diduga menjadi pukulan bagi populasi wilayah tersebut pada saat itu.

Sebuah studi dilakukan oleh tim yang dipimpin oleh dua ahli genetika evolusioner dari Universitas Stockholm, Gulşah Merve Kilinç dan Anders Gotherstrom. Penelitian melibatkan ekstraksi DNA dari sisa-sisa kerangka yang sebelumnya ditemukan di Siberia Timur.

Science news, mengutip studi baru yang diterbitkan di Science Advances pada 6 Januari 2021 melaporkan analisis selanjutnya sampel menghasilkan penemuan Yersinia pestis, pada dua penghuni kuno Siberia. Salah satu dari yang terinfeksi hidup sekitar 4.400 tahun yang lalu. Sementara yang lainnya berusia sekitar 3.800 tahun yang lalu.

Para peneliti selanjutnya menetapkan bahwa keragaman genetik dalam sampel yang mereka teliti menyaksikan penurunan sekitar 4.700 menjadi 4.400 tahun yang lalu mungkin akibat dari keruntuhan populasi.

Namun Gotherstrom mengakui masih belum jelas bagaimana bakteri yang mereka temukan sampai ke Siberia. Juga belum bisa dipastikan apakah itu benar-benar menyebabkan infeksi dan kematian yang meluas di sana.

Hendrik Poinar, ahli genetika evolusioner dari McMaster University di Kanada yang tidak berpartisipasi dalam penelitian berpendapat orang Siberia kuno mungkin telah terinfeksi jenis Yersinia pestis non-virulen. Bakteri ini tidak akan membunuh cukup banyak orang untuk mengubah struktur genetik orang Siberia “.

Dia lebih lanjut mencatat bahwa data genetik dari hanya dua individu tidak cukup untuk mengkonfirmasi apakah mereka membawa strain bakteri yang mematikan.