Kesadaran Keamanan Siber Bayangi Revolusi Industri 4.0
JAKARTA – Gaung revolusi industri 4.0 di Indonesia masih berhadapan dengan sejumlah isu keamanan siber serta kesiapan infrastruktur digital. Apalagi, semenjak pandemi COVID-19, pemerintah gencar menyuarakan beralihnya usaha mikro kecil, dan menengah ke platform daring. Ardi Sutedja, Ketua dan pendiri Indonesia Cyber Security Forum menyebut sebetulnya infrastruktur digital dari segi teknologi di Indonesia sudah cukup […]
JAKARTA – Gaung revolusi industri 4.0 di Indonesia masih berhadapan dengan sejumlah isu keamanan siber serta kesiapan infrastruktur digital. Apalagi, semenjak pandemi COVID-19, pemerintah gencar menyuarakan beralihnya usaha mikro kecil, dan menengah ke platform daring.
Ardi Sutedja, Ketua dan pendiri Indonesia Cyber Security Forum menyebut sebetulnya infrastruktur digital dari segi teknologi di Indonesia sudah cukup memadai untuk kebutuhan masyarakat dan dunia usaha. Namun, kecepatan dan harganya masih terbilang tidak terjangkau.
“Persoalannya justru pada penguasaan pemanfaatan teknologi digital yang masih rendah,” kata Ardi pada TrenAsia.com, Jumat, 13 Juni 2020.
Menurut dia, hal tersebut diakibatkan oleh persoalan menahun yang tidak pernah disadari oleh semua semua pihak, baik industri, regulator maupun masyarakat serta dunia usaha itu sendiri.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menggunakan istilah Ardi, bangsa Indonesia pada dasarnya bukan masyarakat Digital Native, artinya masyarakat paham menggunakan teknologi digital, namun tidak diiringi dengan pemahaman risiko dan dampak aktivitas digitalnya.
“Belum lagi kalau kita bicara “Budaya Digital” dan “toto kromo-nya” atau etika di dunia digital, yang hingga kini juga masih jauh sekali pemahamannya,” imbuh Ardi.
Peran Multisektor
Sebab itu, Ardi mengatakan persiapan menuju era digital tidak dapat serta merta diserahkan kepada pemerintah sebagai regulator dan pembina industri. Melainkan kewajiban semua pihak atau pengampu kepentingan untuk melakukan kolaborasi dan kooperasi dalam rangka membangun budaya dan kesadaran digital.
Ardi mengurai jika istilah revolusi industri 4.0 tidak dapat dimaknai sederhana, pasalnya, masyarakat Indonesia tidak semuanya mengalami revolusi sejak versi 1.0 hingga 3.0. Padalahal, keterlibatan masyarakat dalam proses revolusi tersebut sangat esensial untuk mencapai fase 4.0 dengan aman dan optimal.
Proses transisi dan kesiapan berdigital ini berkaitan erat dengan tingkat keamanan siber di Indonesia. Seperti diketahui, edukais keamanan siber di Indonesia hanya dipahami oleh segelintir orang, angka yang jauh telampau jauh dengan jumlah pengguna internet di Indonesia.
Merujuk data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna Internet di Indonesia pada 2018 mencapai 171,2 juta orang atau setara dengan 64,8% dari total populasi penduduk Indonesia.
Sedangkan, data yang dihimpun oleh Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sejak Januari – Maret 2020 total kasus serangan siber di Indonesia berjumlah 80.837.445.
Tingginya serangan pengguna dan serangan siber di Indonesia mengindikasikan edukasi siber masih rendah. Untuk itu, Ardi mendorong edukasi tentang keamanan siber adalah membangun budaya siber atau budaya digital yan mencakup membangun budaya antisipatif, membangun budaya keamanan.
Kemudian, membangun budaya kolaboratif dan membangun budaya saling menghormati dengan sesama pengguna internet.
“Sehingga kelak akan menumbuhkan kesadaran untuk mengedepankan etika di dalam memanfaatkan teknologi internet.”