Sadranan Makam Barat Adipati Sedah Mirah, di Makam Petilasan Keraton Kartasura
Gaya Hidup

Ketahui Tradisi Sadranan yang Kerap Dilakukan Jelang Bulan Ramadan

  • Sadranan atau nyadran adalah salah satu tradisi yang masih melekat pada kehidupan masyarakat Jawa.
Gaya Hidup
Justina Nur Landhiani

Justina Nur Landhiani

Author

JAKARTA - Ada banyak tradisi pada masyarakat Indonesia, salah satunya yaitu tradisi Sadranan. Sadranan atau nyadran adalah salah satu tradisi yang masih melekat pada kehidupan masyarakat Jawa.

Seperti yang dilansir dari laman resmi Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, kata Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta ‘Sraddha’ yang berarti keyakinan.

Oleh karena itu, tradisi Nyadran berarti suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal. Nyadran juga dikenal dengan nama Ruwahan karena tradisi ini dilakukan pada bulan Ruwah.

Nyadran juga termasuk sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan menjelang datangnya bulan Ramadan. Pelaksanaan tradisi Nyadran tidak hanya berziarah ke makam leluhur, tapi juga terdapat nilai sosial budaya seperti menjalin silaturahmi, gotong royong, pengorbanan, ekonomi, dan saling berbagi antar masyarakat.

Tradisi Nyadran terdiri dari beberapa kegiatan, seperti besik (membersihkan makam leluhur dari kotoran atau rerumputan), kirab (arak-arakan), ujub, doa, Kembul Bujono, dan tasyakuran. Pada acara Kembul Bujono, masyarakat yang mengikuti harus membawa makanan sendiri.

Makanan yang dibawa yaitu makanan tradisional seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur lengkap dengan lauk rempah, perkedel, tempe, tahu bacem, dan sebagainya.

Setelah warga berkumpul dan membawa makanannya masing-masing, makanan akan diletakkan di depan untuk didoakan pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah.

Kemudian, masyarakat melakukan tukar menukar makanan yang sudah dibawa tadi lalu dilakukan makan bersama.

Diketahui tradisi Nyadran dilakukan sesuai dengan kearifan lokal masing-masing, jadi mungkin di beberapa daerah tertentu terdapat perbedaan pada proses pelaksanaannya.