Ilustrasi gereja Katolik.
Nasional

Keteguhan Hati KWI dan PMKRI Tolak Tawaran Tambang

  • Sejumlah ormas keagamaan mulai menyatakan sikap tegasnya untuk menolak tawaran mengelola tambang dari pemerintah. Pertimbangan kelestarian lingkungan dan fokus pada pelayanan umat menjadi alasan mereka menampik “gula-gula” tersebut.

Nasional

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Sejumlah ormas keagamaan mulai menyatakan sikap tegasnya untuk menolak tawaran mengelola tambang dari pemerintah. Pertimbangan kelestarian lingkungan dan fokus pada pelayanan umat menjadi alasan mereka menampik “gula-gula” tersebut.

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menjadi ormas keagamaan pertama yang terang-terangan menolak privilese mengelola tambang yang diberikan Presiden Joko Widodo. KWI menegaskan gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan. 

“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” ujar Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut, dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis, 6 Juni 2024. 

Marthen menegaskan KWI berdiri pada 1927 sebagai lembaga keagamaan. Peran KWI, imbuhnya, hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), martyria (semangat kenabian). 

Kantor KWI.

Menurut Marthen, KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan. Mereka ingin mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat.

“KWI selalu memegang prinsip kehati-hatian agar segala tindakan dan keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelayanan Gereja Katolik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, keadilan solidaritas, subsidiaritas, kesejahteraan umum/kebaikan bersama serta menjaga keutuhan ciptaan alam semesta,” urai Marthen.

Marthen menjelaskan Gereja Katolik tidak mengenal ormas-ormas keagamaan. KWI pun tidak membawahi ormas keagamaan Katolik mana pun. Dia mengakui ada ormas keagamaan yang dibentuk masyarakat atas nama Katolik. 

Marthen berharap ormas-ormas itu tetap menjalankan ajaran Katolik. “Tetap taat terhadap prinsip spiritualitas dan ajaran sosial Gereja Katolik dalam setiap tindakannya,” ucapnya.

Cederai Independensi

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga tegas menolak jatah tambang yang difasilitasi dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada mengatakan tidak ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang dengan PMKRI selama ini. 

Kalaupun ada, dia menegaskan PMKRI pasti menolak. Menurut Natalia, pertimbangan paling mendasar karena PMKRI tidak ingin mencederai independensi sebagai organisasi kemahasiswaan. 

“Kami tidak mau independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan, pembinaan dan perjuangan terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan usaha tambang. Berbagai persoalan yang diakibatkan oleh operasi industri pertambangan akan terus kami sikapi dan kritisi,” ujarnya. 

Dalam penilaian PMKRI, pemberian izin tambang buat ormas keagamaan  berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial. Sementara itu, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) mulai memberi isyarat tak akan menerima tawaran mengelola tambang. 

Ketua Umum PGI, Gomar Gultom, mengatakan PGI masih mengkaji tawaran pengelolaan tambang dari pemerintah. Pihaknya mengakui PGI tak memiliki kemampuan di bidang tambang. Tambang sendiri tidak termasuk bidang pelayanan organisasi tersebut. 

“Sudah pasti masalah tambang ini bukanlah bidang pelayanan PGI dan tidak juga memiliki kemampuan di bidang ini. Ini benar-benar berada di luar mandat yang dimiliki PGI,” ujar Gomar. 

Dia mengklarifikasi pernyataan sebelumnya yang telah memberikan apresiasi terhadap keputusan Jokowi memberikan izin tambang kepada ormas agama. Dia meminta pernyataan tersebut tak dipahami sebagai kesediaan PGI ikut mengelola tambang. 

Gomar justru mengimbau lembaga keagamaan untuk fokus pada pembinaan umat. “Saya tentu menghormati keputusan lembaga keagamaan yang akan memanfaatkan peluang yang ditawarkan tersebut. Dalam kaitan inilah saya menyambut positif keputusan Presiden seraya mengingatkan perlunya kehati-hatian,” jelasnya. 

Lebih lanjut, Gomar menyinggung peran PGI kerap aktif mendampingi korban imbas usaha tambang. “PGI jika ikut menjadi pelaku usaha tambang potensial akan menjadikan PGI berhadapan dengan dirinya sendiri kelak. Lembaga akan sangat rentan kehilangan legitimasi moral,” ujarnya. 

Baca Juga: Laudato Si dan Dorongan Agar Gereja Tak Tergoda Izin Tambang

Upaya untuk “mengingatkan” ormas keagamaan untuk tidak bermain di usaha tambang diketahui terus mengalir belakangan. Sebelumnya, aktivis Katolik asal Wonosari, Jogja, FX Endro Guntoro, mewanti-wanti KWI sebagai induk gereja Katolik tidak tergoda izin tambang.

Lelaki yang bergiat di Gereja Katolik Paroki Santo Petrus Wonosari itu mengatakan pertambangan belakangan ini penuh masalah dan justru mengancam kelangsungan dunia. Hal itu, imbuhnya, tak sesuai dengan ajaran Katolik. 

Dorongan moral tersebut tak lepas dari Laudato Si, sebuah ensiklik Paus Fransiskus yang memusatkan perhatian dan keprihatinan gereja pada kelangsungan bumi sebagai rumah bersama. 

Tobat ekologis yang dicetuskan pada 24 Mei 2015 itu berisi prinsip-prinsip teologi tentang tanggung jawab lingkungan yang dilakukan untuk mengatasi krisis ekologi. Laudato Si bisa juga diartikan sebagai transformasi hati dan pikiran menuju cinta yang lebih besar terhadap Tuhan, sesama, dan ciptaan. 

Endro mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, seluruh paroki gencar mewujudkan isi ensiklik tersebut. Dia mengurai isi ensiklik Paus Fransiskus pada bab pertama yang menyebut dampak aktivitas penambangan mengancam berbagai sektor kehidupan, baik ekosistem dan sumber ekologi bagi kelangsungan kehidupan. “Kami mendukung KWI untuk cermat, berhati-hati dan menyatakan sikap tegas tidak ambil jatah IUP tambang,” ujarnya. 

Presiden Jokowi diketahui membolehkan ormas keagamaan mengelola tambang. Hal itu terituang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Peraturan itu memberi prioritas kepada ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).