Ketergantungan Impor Bikin Industri Farmasi Gigit Jari
- Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita membeberkan sederet permasalahan sektor bahan baku obat (BBO) di Indonesia.
Makroekonomi
JAKARTA - Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita membeberkan sederet permasalahan sektor bahan baku obat (BBO) di Indonesia.
Reni menyebut, saat ini produksi industri farmasi sebatas dalam proses pemurnian atau tahap akhir karena bahan baku yang digunakan sudah hampir 90 hingga 95% sisa pengolahannya.
"Proses produksi industri farmasi bahan bakunya sudah 90 hingga 95 persen dan tidak ada rencana tahap proses ke hulu," katanya dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa, 9 Juli 2024.
- SMRA Alihkan Rekening Mall Kelapa Gading ke SMIP, Ada Apa?
- Link Live Streaming Spanyol Vs Prancis di Semifinal Euro 2024
- Pemerintah Perpanjang Program HGBT, Industri Keramik Lega
Lebih lanjut biang kerok lemahnya industri farmasi ialah pada pengembangan industri BBO di Indonesia masih kurang fisible karena volume demand nasional yang belum layak secara keekonomian. Hal ini berpengaruh pada kinerja industri farmasi Indonesia.
Masalah selanjutnya adalah tingkat ketergantungan perusahaan farmasi PMA pada "parent company" terlalu tinggi sehingga industri formulasi PMA dinilai belum tertarik investasi ke sektor BBO.
Anak Buah Agus Gumiwang ini juga mengidentifikasi permasalahan BBO yaitu insentif eksistensi seperti Tax holiday, tax allowance, super tax deduction belum mampu menarik investasi di industri BBO.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian dari sisi penambahan investasi baru industri farmasi juga mengalami kenaikan di 2022 hingga 2023. Di mana PMDN di angka Rp4.282 miliar lalu PMA Rp1.114 miliar. Sedangkan 2023 melonjak PMDN di angka Rp4.881 dan PMA Rp1.526 miliar.
Reni bahkan tak menampik bahwa industri hulu dan antara BBO belum berkembang hari ini juga mempengaruhi tidak adanya skema perlindungan produk dalam negeri dari produk impor sejenis yang lebih kuat pengaturannya.
Hal ini dibuktikan dengan tren importasi BBO dalam lima tahun terkahir menunjukkan tren kenaikan.5. Tren Impor Bahan Baku Obat Meningkat 5 Tahun Terakhir
Reni menjelaskan, khususnya tren importasi BBO di Tahun 2022 secara keseluruhan mencapai 35.890 ton dengan nilai US$509 juta. Adapun tiga negara asal impor di 2022 adalah dari Cina 45%, India 27% dan Amerika Serikat 8%.
Untuk tahun 2018 volume impor BBO Indonesia mencapai 27.304 ton, 2019 sedikit menurun di angka 27.050 ton namun kembali naik di 2020 sebesar 29.429 ton 2021 kembali naik di angka 34.770 Ton dan puncaknya di 2022 dengan nilai 35.890 ton sementara di 2023 kembali penurun di angka 26.523 ton.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian selama pandemi COVID-19 disebut membawa pengaruh besar terhadap industri farmasi nasional hal ini dapat dilihat dari lonjakan pertumbuhan sebesar 21,77% pada tahun 2020. Nilai pertumbuhan industri Farmasi mulai stabil pada 2022 dan 2023 seiring dengan berakhirnya dengan pandemi.