ilustrasi investasi reksa dana. ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Industri

Ketika AUM Industri Reksa Dana Turun, Dana Kelolaan 4 MI Ini Justru Tumbuh Subur

  • Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2022 mencatat, total Asset Under Management (AUM) atau dana kelolaan industri reksadana mencapai sebesar Rp 521,96 triliun, turun 9,61 persen dibandingkan posisi Januari 2022 sebesar Rp 574,63 triliun
Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

Jakarta  - Sejumlah perusahaan aset manajemen berhasil mengukir kinerja positif di saat industri reksa dana mengalami koreksi dalam. 

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2022 mencatat, total Asset Under Management (AUM) atau dana kelolaan industri reksa dana mencapai Rp521,96 triliun, turun 9,61% dibandingkan posisi Januari 2022 sebesar Rp574,63 triliun.

Berdasarkan data OJK itu Sucorinvest Asset Management (Sucor) termasuk salah satu pengelola dana yang sukses menaikkan dana kelolaannya. Sucor mengumpulkan dana investor reksadana sebesar Rp38,16 triliun per Oktober 2022, tumbuh 33,8% dibandingkan Januari 2022 sebesar Rp28,50 triliun. 

Dalam periode sama, kinerja positif juga diraih PT Trimegah Asset Management (Trimegah AM) yang mampu mengoleksi AUM sebesar Rp28,3 triliun, meningkat dibandingkan Januari 2022 sebesar Rp27,0 triliun.

Dua manajer investasi lain seperti Sinarmas Asset Management (Sinarmas) dan Henan Putihrai Asset Management (HPAM) juga mampu menaikkan dana kelolaannya ketika kinerja industri sedang turun. Total AUM Sinarmas per Oktober 2022 mencapai Rp24,2 triliun, bertambah nilainya sekitar Rp4 triliun dibandingkan Januari 2022. Sementara dana kelolaan HPAM naik dari Rp6,9 triliun per Januari 2022 menjadi Rp7,1 triliun akhir Oktober lalu.

Senior Vice President Head and Bussines Development Division PT Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi Riawan mengatakan, penurunan AUM di industri reksa dana dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Misalnya, terjadinya koreksi pada saham-saham yang ada di pasar modal ataupun investor yang mengalihkan dananya ke instrumen lain seperti deposito sebagai dampak kenaikan suku bunga.

Faktor lainnya mungkin juga berhubungan dengan adanya aturan baru OJK yang membatasi manajer investasi dalam mengelola produk asuransi yang diinvestasikan (Paydi). Sesuai aturan, Paydi  hanya boleh ditempatkan pada reksa dana dengan underlying 100% obligasi pemerintah atau surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

"Hanya saja melihat beberapa perusahaan aset manajemen tetap berhasil meningkatkan AUMnya sampai Oktober 2022 berarti tidak semua MI terkena dampak Paydi. Situasi pasar yang dinamis akan tetap memberikan peluang bagi industri reksa dana untuk tetap bertumbuh," kata Reza saat dihubungi Kamis 17 November 2022.

Reza menambahkan, kenaikan inflasi dan suku bunga telah mendorong banyak investor reksa dana untuk mengalihkan investasinya ke produk pendapatan tetap dan mengurangi investasi di produk fluktuatif layaknya reksa dana berbasis saham. Namun demikian, menjelang akhir tahun ada kemungkinan investor memanfaatkan potensi kenaikan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk kembali beralih ke reksa dana saham.

"Situasi ekonomi dan market yang dinamis menjadikan manajer investasi dituntut untuk melakukan berbagai strategi yang sesuai dengan jenis produk dan karakter investornya. Kita berharap sampai akhir tahun kondisi akan terus membaik, sehingga investor reksadana bisa mendapatkan hasil investasi sesuai dengan tujuan investasinya. Tapi kami optimis industri reksadana akan terus bertumbuh," tambahnya.  

Mengacu data OJK per Oktober 2022, tidak semua MI sukses mempertahankan kinerjanya. Contohnya Manulife Asset Management Indonesia (MAMI). Dana kelolaan manajer investasi ini justru luruh Rp12,8 triliun dari Rp61,6 triliun per Januari 2022 menjadi Rp48,7 triliun pada Oktober 2022. Pada periode sama, AUM Batavia Prosperindo Aset Manajemen juga terkoreksi sekitar 12,7% menjadi Rp12,74 triliun.