Ketika Kampus Makin Diseret ke Pusaran Bisnis Lewat Izin Tambang
- Dia mengatakan akan jauh lebih baik jika kampus tidak terlibat dalam pengelolaan tambang sama sekali. Fathul mengingatkan perguruan tinggi harus fokus pada misi yang ada di Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
Nasional
JAKARTA—Rencana pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus membuat Fathul Wahid resah. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Jogja itu seperti melihat bom waktu dari kebijakan terbaru dari penguasa tersebut. “Kampus wilayahnya tidak di situ. Kalau itu sampai terjadi, akan berbahaya,” ujar Fathul.
Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR baru saja menyepakati revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Dalam beleid tersebut, kampus bersama UMKM dapat diberi wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) seperti halnya ormas keagamaan. “Kalau saya ditanya, UII ditanya, jawabannya tidak setuju,” tutur Fathul, dikutip dari Antara, Rabu, 22 Januari 2025.
Menurut Fathul, bukan ranah perguruan tinggi mengelola bisnis pertambangan. Dia mengatakan akan jauh lebih baik jika kampus tidak terlibat dalam pengelolaan tambang sama sekali.
Fathul mengingatkan perguruan tinggi harus fokus pada misi yang ada di Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. “Hilirisasi bisa ditangani pihak yang terkait pertambangan saja.”
Kehilangan Kepekaan
Dia khawatir nyemplungnya kampus dalam bisnis tambang bakal menggerus kepekaan terhadap persoalan lingkungan. Sudah banyak laporan lembaga independen yang menunjukkan kontribusi tambang terhadap kerusakan lingkungan.
Kampus juga dikhawatirkan alpa perannya sebagai kekuatan moral. “Saya khawatir ketika kampus masuk, mereka menjadi tidak sensitif karena logika bisnisnya menjadi dominan. Uang itu biasanya menghipnotis,” tutur Rektor yang meminta gelar profesornya dihapus dalam dokumen kampus, kecuali ijazah dan transkrip nilai itu.
Keresahan serupa dirasakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Juru kampanye Jatam, Alfarhat Kasman, menilai pemberian izin tambang pada kampus menjadi bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dosen maupun mahasiswa.
Menurut Farhat, pemerintah seakan memberikan tanggung jawab finansial begitu saja pada kampus dengan memberi izin tambang. “Ketidakbecusan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan para akademisi hendak diselesaikan dengan cara culas, membiarkan kampus menghidupi dirinya sendiri dengan cara menambang,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa.
Baca Juga: Setelah Ormas, DPR Akan Izinkan Universitas dan UKM Kelola Tambang
Pihaknya menduga para pembuat kebijakan memanfaatkan nama baik perguruan tinggi untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Pemberian izin tambang, imbuhnya, merupakan bentuk pelecehan terhadap institusi kampus yang seharusnya berpihak pada masyarakat korban tambang. “Bukan sebagai alat merampok negara dan mengakumulasi daya rusak,” tegas Farhat.
Dia menuding kebijakan tersebut hanya untuk memperalat nama besar perguruan tinggi sebagai alasan untuk meloloskan kebijakan yang sebenarnya menguntungkan kelompok tertentu. “Kami menuntut pemerintah dan DPR menghentikan seluruh proses revisi.”
Sementara itu, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menerangkan pemberian WIUPK kepada perguruan tinggi dan UMKM bertujuan untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat. “Perlunya diundangkan prioritas bagi ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, demikian pula dengan perguruan tinggi dan tentunya UKM, usaha kecil, dan sebagainya,” kata Bob dalam rapat pleno, Senin, 20 Januari 2025.