Ketika Mulan Jameela Bicara Infrastruktur Gas Bumi dan PGN
Penyanyi kondang yang kini jadi anggota DPR dari Fraksi Gerindra,Mulan Jameela jadi salah satu bintang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) komisi VII DPR dan PGN Senin (10/2). Melihat PGN yang kini dalam posisi sulit terkait tekanan kalangan industri agar harga gas diturunkan hingga USD 6/MMBTU di lokasi pelanggan (plant gate), Mulan bersuara lantang. Menurut Mulan […]
Nasional & Dunia
Penyanyi kondang yang kini jadi anggota DPR dari Fraksi Gerindra,Mulan Jameela jadi salah satu bintang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) komisi VII DPR dan PGN Senin (10/2). Melihat PGN yang kini dalam posisi sulit terkait tekanan kalangan industri agar harga gas diturunkan hingga USD 6/MMBTU di lokasi pelanggan (plant gate), Mulan bersuara lantang.
Menurut Mulan penerapan Perpres 40/2016 tentang penetapan harga gas bumi harus menjamin pembangunan infrastruktur gas tetap berjalan. Oleh karena itu, penerapan harga gas ke industri tidak boleh mengurangi peran PGN sebagai sub-holding gas yang selama ini memiliki komitmen paling besar dalam membangun infrastruktur dan mendorong pemanfaatan gas bumi.
“Pemberian insentif kepada industri harus diambil dari pengurangan penerimaan negara di sektor hulu. Jangan menganggu penerimaan PGN, karena kita butuh pembangunan infrastruktur gas bumi. Jangan semua diserahkan kepada PGN untuk menanggung biayanya,” kata Mulan di depan direksi dan manajemen PGN (10/2).
Dalam dua bulan terakhir PGN memang sedang dalam tekanan hebat. Sebagai contoh akibat permintaan industri agar harga gas diturunkan ke level USD 6/MMBTU, harga sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) babak belur. Bahkan dalam sehari, saham berkode PGAS pernah longsor hingga 10,58 persen (4/2). Investor baik asing maupun domestik banyak yang melepas saham ini lantaran khawatir kinerja perseroan akan semakin terpuruk akibat intervensi pemerintah terkait harga gas.
Setahun terakhir saham PGN telah terkoreksi dari Rp 2.520 ( 11/02/2019) menjadi Rp 1.525 kemarin (10/2). Dengan penguasaan saham pemerintah, melalui Pertamina, sebanyak 13.8 miliar saham (56,96%), nilai saham pemerintah sudah jatuh dari Rp 34,79 triliun menjadi Rp 21,05 triliun. Artinya, akibat isu harga gas industri ini nilai kekayaan pemerintah di PGN menguap lebih dari Rp 13,74 triliun.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Indonesia Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, pemegang saham PGAS kembali dikecewakan pasca penugasan pemerintah untuk menurunkan harga gas untuk industri. Respon sederhana investor adalah penugasan ini akan menggerus perolehan laba PGAS yang akhirnya merugikan pemegang saham publik.
Ia bilang pada tahun lalu, saham PGAS juga anjlok -25,4% ( 31 Oktober – 1 November) pasca penolakan pemerintah terhadap rencana kenaikan harga gas PGAS dengan alasan mempengaruhi daya saing. Saat isu akusisi Pertagas saham PGAS juga longsor 23,8% hanya dalam 4 hari.
“Pemerintah perlu serius meyikapi reaksi dari investor, terlepas dari rencana penurunan harga gas itu baik bagi industri. Pemerintah harus menghormati publik/investor sebagai pemegang saham PGAS (Porsi publik 43%),” katanya.
Terkait dengan rencana penurunan harga gas industri, Marolop menyarakan agar pemerintah tidak membebani PGAS sebagai perusahaan publik. Apalagi harga gas saat ini 70% kontribusi terbesarnya berasal dari harga beli gas di hulu. Sehingga pemerintah punya ruang besar untuk menurunkan harga di hulu tanpa membebani PGAS.
Menurutnya, pemerintah harus bisa membedakan BUMN yang dimiliki penuh oleh pemerintah dan yang dimiliki bersama dengan publik. Jika penugasan dibebankan kepada BUMN seperti Pertamina atau PLN tentu hak pemerintah, karena pemerintah memiliki penguasaan penuh atas BUMN tersebut.
“Jika penugasan dibebankan kepada BUMN yang sudah Tbk, tidak bisa seenaknya, karena ada pemegang saham lainnya yaitu publik yang juga punya hak terhadap BUMN tersebut,” tandasnya.