Nampak sejumlah karyawan pabrik usai jam kerja di kawasan PT Panarub Kota Tangerang. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Properti

Ketika Protes Pekerja Soal Tapera Ditanggapi Santai oleh Presiden

  • Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai penolakan pekerja terhadap pemotongan gaji atau penghasilan untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah hal wajar. Presiden menyebut masyarakat nantinya bakal memahami apabila sudah merasakan manfaat program tersebut.

Properti

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai penolakan pekerja terhadap pemotongan gaji atau penghasilan untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) adalah hal wajar. Presiden menyebut masyarakat nantinya bakal memahami apabila sudah merasakan manfaat program tersebut. 

Dia membandingkan hal tersebut dengan protes masyarakat saat ada penyesuaian iuran BPJS Kesehatan  bagi peserta mandiri pada 2021. Saat itu pemerintah menyesuaikan bantuan iuran pada peserta BPJS kelas 3 Pekerja Bukan Penerima Upah (BPPU) dan Bukan Pekerja (BP).

“Dulu BPJS di luar yang BPI gratis untuk 96 juta (orang) juga ramai. Tapi setelah berjalan saya kira masyarakat merasakan manfaat bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan,” ujar Jokowi di Jakarta, Senin, 27 Mei 2024. 

Sebagai informasi, kala itu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 membuat pemerintah mengurangi penyalurkan bantuan menjadi Rp7.000 per orang setiap bulan. Keputusan ini membuat peserta BPJS Kesehatan Kelas 3 BPPU dan BP harus membayar iuran dari Rp25.500 menjadi Rp35.000 per bulan. 

Simpanan 3%

Untuk program Tapera, pemerintah menetapkan besaran simpanan sebesar 3% dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Sementara besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%.

Kebijakan baru itu tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera yang diteken Jokowi pada 20 Mei 2024. “Kalau belum berjalan, biasanya memang ada pro dan kontra,” ujarnya santai. 

Pasal 5 PP Tapera mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta Tapera. 

Pada Pasal 7, dirinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah. "Setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta,” demikian bunyi Pasal 5 ayat 3 PP tersebut.

Pemerintah memberi waktu untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada Badan Pengelola (BP) Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020. Artinya pendaftaran harus dilakukan pemberi kerja paling lambat 2027.

Baca Juga: Nasib Pekerja Makin Sulit, Gajinya Kini Bakal Dipotong Tapera

Rencana pemotongan gaji untuk Tapera belakangan memicu reaksi publik. Sejumlah pekerja tak sependapat karena program itu dinilai hanya akan semakin membebani mereka. Hal itu terutama bagi pekerja yang penghasilannya masih UMR. 

“Kondisi pekerja saat ini sudah sangat sulit, terutama setelah ada UU Cipta Kerja. Pemotongan gaji langsung tanpa dampak yang jelas tentu sangat memberatkan,” ujar Defri, pekerja di bidang manufaktur saat diwawancarai TrenAsia, Selasa, 28 Mei 2024. 

Pekerja lain, Beni Andrean, skeptis pemotongan gaji untuk Tapera nantinya dapat menyediakan perumahan layak bagi pekerja. Hal itu karena potongan gaji tidak akan mengejar inflasi serta harga rumah yang naik signifikan setiap tahun. 

“Bahkan mungkin buat DP rumah saja tidak cukup. Apalagi saya dengar potongan ini tetap berlaku untuk pekerja yang sudah punya rumah, ini kan tidak fair. Semoga bisa dievaluasi,” ujar pekerja kantoran itu. 

Ketua Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menyebut hadirnya PP 21/2024 hanya akan menambah beban pekerja. Pihaknya menyayangkan pemerintah membuat kebijakan tidak logis di tengah lesunya perekonomian RI. 

“Pekerja saat ini menghadapi inflasi, kenaikan harga sembako dan ancaman PHK, sekarang masih mau ditambah pemotongan gaji untuk Tapera. Pekerja bisa makin sulit hidupnya.”