Keuangan Masih Sulit, Garuda Indonesia (GIAA) Siapkan Jurus Cetak Ekuitas Positif Tahun Depan
- Salah satu strategi untuk mencapai ekuitas positif adalah dengan menerapkan skema sewa pesawat berbasis ijarah.
Korporasi
JAKARTA - Emiten maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), masih mencatatkan ekuitas negatif hingga Kuartal III-2024. Kondisi yang mencerminkan kesulitan keuangan perusahaan. GIAA menargetkan ekuitas positif pada tahun depan melalui berbagai strategi.
Berdasarkan laporan keuangan, GIAA membukukan ekuitas negatif sebesar US$1,41 miliar per Kuartal III-2024, yang mengindikasikan bahwa jumlah utang GIAA lebih besar dibandingkan asetnya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa perseroan tengah mengalami kesulitan finansial. Pada periode yang sama, liabilitas jangka pendek GIAA mencapai US$1,24 miliar, jauh melebihi aset lancar sebesar US$619 juta.
- Viral Pria Rendahkan Siswa di Surabaya, Bagaimana Konsekuensi Hukumnya?
- Pre-Booking Hyundai All New Tucson Dibuka, Kisaran Harga Rp 600 Jutaan
- Tegas! Menperin Beri 3 Syarat Buat iPhone 16 Masuk RI
Sejalan dengan ekuitas negatif tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan notasi khusus “E” kepada GIAA.
Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menyampaikan bahwa perusahaan terus berupaya memperkuat ekuitasnya. Penurunan ekuitas negatif mulai terlihat sejak GIAA berhasil melakukan restrukturisasi utang pada tahun ini.
Irfan menegaskan bahwa GIAA menargetkan ekuitas positif pada tahun depan. “Kami optimistis bisa mencapai ekuitas positif tahun depan, tetapi tim akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapainya tahun ini,” ujar Irfan dalam Paparan Publik pada 11 November 2024.
Strategi Skema Ijarah dan Perbaikan Kinerja Keuangan
Salah satu strategi untuk mencapai ekuitas positif adalah dengan menerapkan skema sewa pesawat berbasis ijarah. Melalui kesepakatan dengan para lessor, GIAA mampu mengubah pencatatan dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 menjadi PSAK 107.
PSAK 73 mencatat transaksi sewa sebagai beban operasi, sementara PSAK 107 merupakan standar akuntansi yang digunakan dalam akad ijarah, sebagaimana berlaku di perbankan syariah. Hingga saat ini, 10% dari transaksi sewa GIAA telah diubah ke skema ijarah. Irfan berharap skema ini dapat meningkatkan solvabilitas dan kapitalisasi pasar perusahaan, sekaligus membuka akses terhadap pendanaan baru.
Selain itu, GIAA terus menjalin kesepakatan baru dengan lessor lain untuk memperluas penerapan skema ijarah. “Jika semua lessor menyetujui skema ijarah, ekuitas kami akan menjadi positif,” tambah Irfan.
Hingga Oktober 2024, GIAA mencatatkan laba bersih sebesar US$18,11 juta, berbalik dari rugi US$82,86 juta pada Oktober 2023. Pertumbuhan laba ini didukung oleh peningkatan pendapatan sebesar 16,12% secara tahunan (year on year/yoy), dari US$2,44 miliar per Oktober 2023 menjadi US$2,84 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Dampak Restrukturisasi Utang
Sejak Kuartal I-2024, GIAA terus menunjukkan perbaikan fundamental bisnis, yang sebagian besar didukung oleh keberhasilan restrukturisasi utang. GIAA juga berhasil mencatatkan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) positif sebesar US$685,81 juta.
Restrukturisasi ini merujuk pada keputusan homologasi yang ditetapkan pada 27 Juni 2022, yang memungkinkan GIAA memperoleh pendanaan tambahan sebesar Rp7,5 triliun dan Rp725 miliar dari penyertaan modal negara (PMN) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Menurut laporan keuangan Kuartal III-2024, pendanaan ini memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan dan operasional perusahaan.