TU-22M-Backfire-with-Kh-22-missiles.jpg
Tekno

Kh-32, Rudal Pembunuh Kapal Induk Ini Digunakan Rusia untuk Menyerang Target Darat

  • Rusia dilaporkan telah menggunakan rudal antikapal terbaru mereka Kh-32 untuk menyerang target darat di Ukraina.

Tekno

Amirudin Zuhri

MOSKOW-Rusia dilaporkan telah menggunakan rudal antikapal terbaru mereka Kh-32 untuk menyerang target darat di Ukraina. Ini adalah laporan pertama dari penggunaan rudal tersebut selama perang yang telah berlangsung lebih dari delapan bulan tersebut.

Kantor Berita Rusia Ria Novosti pada 2 November 2022 melaporkan rudal tersebut ditembakkan oleh pembom jarak jauh Tu-22M3 dan Tu-22M3M. Rudal yang disebut-sebut sebagai pembunuh kapal indukitu menyerang secara presisi infrastruktur militer Ukraina.

Mengutip sumber pertahanan Rusia yang tidak disebutkan namanya Ria Novosti menambahkan tidak ada satupun dari rudal yang berhasil diintersep oleh sistem pertahanan udara Ukraina.

“Penggunaan ini juga disebut menunjukkan kh-32 pada dasarnya bukan lagi rudal anti-kapal khusus,    tetapi sistem rudal universal yang mampu mengenai target darat berukuran kecil dengan efisiensi yang sama tingginya,” tulis Ria Novosti.

Kh-32 sendiri berasal dari rudal jelajah anti-kapal Kh-22 era Soviet. Rudal dirancang untuk versi Tu-22M3M yang ditingkatkan. Namun beberapa Tu-22M3 juga telah dikonversi untuk mengakomodasi rudal baru tersebut.

Sebelum invasinya ke Ukraina Rusia mengatakan akan meningkatkan 30 pembom Tu-22M3 ke versi Tu-22M3M. Tetapi sejauh ini diperkirakan hanya empat pesawat yang telah mengalami peningkatan.

Kh-32 secara fisik identik dengan Kh-22 yang memasuki dinas militer Soviet pada tahun 1968. Rudal tersebut masih terus dioperasikan oleh militer Rusia.

Dirancang oleh Biro Desain Maritim Raduga, ukuran dan berat Kh-32 dan Kh-22 sama. Keduanya memiliki berat sekitar 5800 kg dan panjang 12 meter. Sementara diameter rudal adalah satu meter dan lebar sayap tiga meter.

Namun hulu ledak Kh-32 jauh lebih ringan daripada Kh-22. Pada Kh-22 berat hulu ledaknya adalah 900 kg. Sedangkan pada Kh-32 berbobot 500kg. Ruang kosong karena penurunan hulu ledak itu digunakan untuk membawa bahan bakar tambahan.

Kh-32 melaju dengan kecepatan antara   4000 – 5400 km per jam pada ketinggian hingga 40 kilometer. Seangkan Kh-22 dikatakan berakselerasi hingga  3.700 km per jam dan terbang pada kecepatan 5.100 km per jam pada tahap terminal.

Kh-32 memiliki jangkauan maksimum 1000 kilometer. Dan pencari radarnya dapat mengunci targetnya pada jarak yang bervariasi antara 200-300 kilometer. Sedangkan Kh-22 memiliki jangkauan hanya 80-330 kilometer.

Rudal Kh-22 beroperasi pada frekuensi tetap. Ini  membuatnya rentan terhadap gangguan radar. Namun Kh-32 baru dilengkapi dengan pencari radar multi-frekuensi yang kurang rentan terhadap gangguan.

Setelah diluncurkan, Kh-32 akan terbang ke ketinggian sekitar 40 kilometer. Keluar dari stratosfer lalu secara vertikal menukik ke bawah pada target. Ini yang membuatnya sangat sulit untuk ditembak jatuh.

Rudal tersebut menggunakan panduan inersia untuk fase jelajah dan pencari frekuensi radio untuk fase terminal. Dia tidak bergantung pada sistem navigasi satelit seperti GPS atau GLONASS.

Rudal diklaim kebal terhadap pencegat dan sistem pertahanan udara serta dikatakan mampu menahan serangan dari meriam caliber 20 mm, 1 rudal AIM-7, atau 2 rudal AIM-9. 

Fungsi utama Kh-32 dan Kh-22 adalah untuk menghancurkan kapal permukaan. Kh-32 memiliki karakteristik yang lebih baik untuk menembus pertahanan udara kelompok kapal induk dan menghancurkannya. Inilah kenapa dia disebut sebagai rudal 'pembunuh kapal induk'.

Jangkauan 1.000 kilometer rudal Kh-32 memastikan bahwa pembom Tu-22M3 dapat menyerang targetnya dari luar pertahanan udara formasi pembawa pesawat. Ini mengingat jangkauan intersepsi terpanjang dari pesawat amerika di udara adalah 700 kilometer dari kapal induk.

Sedangkan rudal permukaan ke udara Standard Missile-6 (SM-6) Angkatan Laut Amerika memiliki jangkauan 240 kilometer dan ketinggian maksimum 33 kilometer. Kecepatan rudal adalah 4000 km perjam atau 1200 meter per detik. Kecepatan tertinggi rudal untuk target aerodinamis yang diserang diperkirakan 800 meter per detik.

Ini berarti bahwa Kh-32 melebihi ketinggian maksimum SM-6 hingga tujuh kilometer dan melebihi kecepatan tertinggi target aerodinamis SM-6 dengan perbedaan substansial 400 meter per detik.

Kh-32 menjadi rudal terbaru yang digunakan Rusia tidak sesuai dengan tujuannya yang dikonfirmasi.  Sebelumnya Rusia telah menggunakan Kh-22 serta sistem pertahanan udara S-300 untuk menyerang target darat.

Penggunaan Kh-22 atau S-300 mungkin masuk akal mengingat Rusia melebihi stok Kh-22 cukup banyak sisa dari era Soviet. Umur rudal ini hampir habis hingga lebih baik digunakan untuk serangan darat daripada dihancurkan.

Tetapi penggunaan Kh-32 cukup mengherankan karena sebelum dimulainya invasi ke Ukraina Rusia diperkirakan baru memproduksi sekitar 100-150 unit.

Kekurangan senjata

Laporan penggunaan Kh-32 muncul di tengah kabar Rusia semakin kesulitan untuk memasok senjata. Bahkan setelah sebelumnya diam Amerika akhirnya berkomentar tentang kabar bahwa Rusia membeli amunisi artelileri dari Korea Utara. 

Gedung Putih mengatakan hal itu memang terjadi dan Pyongyang berusaha menyembunyikan pengiriman dengan jalur pengirman yang berputar.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika John Kirby mengatakan Amerika yakin Korea Utara  berusaha membuat pengiriman seolah-olah menuju negara-negara di Timur Tengah atau Afrika Utara. Namun Kirby menolak memberikan perkiraan spesifik tentang jumlah amunisi yang dikirim untuk mendukung upaya Rusia.

Gedung Putih  masih memantau keadaan ini untuk menentukan apakah pengiriman benar-benar diterima. Kirby menambahkan Amerika memiliki perkiraan tentang sumber amunisi. Namun dia kembali menolak untuk memberikan secara spesifik, dengan mengatakan pemerintah sedang mencoba untuk menentukan cara terbaik untuk menanggapi tindakan Korea Utara.

Terlepas dari kekhawatiran bahwa Pyongyang mengirimkan amunisi, Kirby meyakini senjata itu  tidak akan mengubah arah perang atau mengubah momentum baik di timur atau di selatan Ukraina di mana Rusia berada dalam posisi bertahan.

Pengungkapan Gedung Putih datang dua bulan setelah The New York Times pertama kali melaporkan bahwa Rusia membeli jutaan peluru artileri dan roket dari Korea Utara. Mengutip intelijen Amerika surat kabar itu melaporkan pembelian ini adalah  tanda bahwa sanksi global telah sangat membatasi rantai pasokannya dan memaksa Moskow untuk beralih ke negara-negara paria untuk pasokan militer. 

Laporan itu muncul beberapa hari setelah Rusia menerima pengiriman awal drone buatan Iran. Washington juga mengatakan keputusan Rusia untuk beralih ke Iran adalah tanda bahwa sanksi dan ekspor kontrol yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan Eropa mengganggu kemampuan Moskow untuk mendapatkan pasokan bagi pasukannya.

Analisis pertahanan dan militer Joseph Dempsey  mengatakan Korea Utara memiliki kekuatan arlteri yang sangat massif. Negara ini memiliki sekitar 20.000 artileri aktif hingga akan memiliki sumber amunisi artileri besar yang kompatibel di luar Rusia. Termasuk fasilitas produksi dalam negeri untuk pasokan lebih lanjut.  

Baik Iran dan Korea Utara secara luas dikucilkan dari bagian dunia lainnya terutama oleh mayoritas Barat. Ini menyiratkan bahwa mereka akan memiliki sedikit kerugian dan banyak keuntungan melakukan bisnis dengan Rusia. Rantai pasokan persenjataan mereka sebagian besar organik atau paling tidak, bekerja di luar jalur perdagangan utama. 

Juru bicara Pentagon Brigjen Pat Ryder pada 1 Oktober 2022 mengatakan Rusia terus  mengalami kekurangan pasokan dalam hal amunisi, terutama amunisi dipandu. Ini juga ditunjukkan dengan upaya Rusia mendapat pasokan senjata dari negara lain.

Pengumuman Gedung Putih pada hari Rabu datang ketika intelijen Ukraina mengatakan Rusia akan segera menerima lebih banyak drone serta pengiriman pertama rudal balistik jarak pendek dari Iran.

Selama beberapa hari ke depan Iran berencana akan mengirim lebih dari 200 drone tambahan ke Rusia melalui Laut Kaspia. Dalam beberapa minggu kemudian akan diikuti  dengan pengiriman rudal balistik jarak pendek dari Iran ke Rusia. Rudal akan dikirim  melalui penerbangan langsung ke Rusia dan di atas Kaspia,

Sebelumnya kabar beredar bahwa Iran akan mengirimkan dua jenis rudal balistik yakni Fateh-110 dan Zolfaghar.

Tetapi Iran tetap membantah telah mengirim senjata ke Rusia. Moskow juga mengatakan bahwa semua senjata yang digunakan untuk opererasinya di Ukraina.

Rusia juga terus bekerja untuk meningkatkan produksi senjata mereka. Baru-baru ini Presiden Vladimir Putin membentuk komite baru yang bertugas untuk mempercepat produksi. Selain pemangkasan birokrasi, komite ini akan menggunakn semua sumber daya yang ada  termasuk swasta untuk mendukung industri pertahanan mereka.