Kiamat Ritel (Serial 1): Deretan Perusahaan Ritel Tumbang Sebelum dan Setelah Pandemi
Lebih dari 400 minimarket pailit dan gulung tikar selama pandemi. Mulai Maret hingga Desember 2020, rata-rata 5-6 gerai supermarket terpaksa tutup. Sementara untuk periode Januari-Maret 2021, 1-2 toko juga mengalami hal serupa.
Industri
JAKARTA – Kelangsungan bisnis ritel kembali hangat diperbincangkan. Isu ini santer terdengar lantaran belum lama ini salah satu emiten ritel, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) memutuskan untuk menutup sejumlah gerainya pada akhir Juli tahun ini.
Berdasarkan keterangan resmi perseroan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen mengungkapkan rencananya untuk mengubah lima gerai Giant menjadi IKEA. Sementara itu, sisa gerai Giant lainnya akan dilakukan penutupan.
Direktur HERO Hadrianus Wahyu Trikusumo mengatakan, langkah ini dilakukan sebagai fokus investasi untuk mengembangkan IKEA, Guardian, dan Hero Supermarket yang memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan Giant.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Di sisi lain, peristiwa tutupnya ritel-ritel di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lima tahunan yang lalu. Sebelum pandemi menyerang, beberapa ritel tercatat gulung tikar karena tak sanggup bertahan dengan sejumlah alasan.
Faktor yang memengaruhi pun beragam, mulai dari beban produksi, penurunan daya beli, hingga peralihan gaya hidup atau lifestyle masyarakat yang mulai beralih ke belanja daring.
Apalagi dengan adanya pandemi, tak dapat dimungkiri bisnis ritel menjadi semakin tertekan. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mencatat, ada lebih dari 400 minimarket yang pailit dan gulung tikar selama pandemi. Mulai Maret hingga Desember 2020, rata-rata 5-6 gerai supermarket terpaksa tutup. Sementara untuk periode Januari-Maret 2021, 1-2 toko juga mengalami hal serupa.
TrenAsia.com pun merangkum deretan ritel yang terpaksa menutup gerainya di Indonesia.
1. Giant
Bisnis ritel dengan format hypermarket ini sebenarnya sudah mulai melemah sejak 2015. Pada saat itu, perusahaan memutuskan untuk menutup 75 gerai Giant di sejumlah daerah karena faktor rendahnya penjualan.
Selain itu, manajemen mengaku pelemahan ekonomi dan turunnya daya beli menjadi pendukung diambilnya keputusan tersebut.
Berselang tiga tahun, sejumlah gerai Giant, terutama Giant Expres kembali mengalami nasib serupa. Dari awalnya berjumlah 166 gerai, terpangkas menjadi 142 gerai. Hal ini berlanjut pada Juli 2019, Giant yang merupakan bagian dari Hero Group ini tutup di sejumlah lokasi.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Di Jabodetabek sendiri, penutupan ini menimpa Giant Express Cinere Mall, Giant Express Mampang, Giant Express Pondok Timur, Giant Extra Jatimakmur, Giant Mitra 10 Cibubur, dan Giant Extra Wisma Asri.
Adapun dalam situasi pandemi, awal tahun ini tiga gerai Giant lanjut dilakukan penutupan. Selain Giant Ekstra di Margo City Depok, dua lainnya yakni Giant Mayasari Plaza dan Giant Kalibata.
Sebelum bergabung di unit bisnis HERO, Giant diketahui merupakan perusahaan asal Malaysia yang didirikan pada 1944 oleh Keluarga Teng. Berkantor pusat di Shah Alam, Selanggor Darul Ehsan, Giant menyediakan berbagai keperluan harian, dari mulai makanan hingga kebutuhan sandang.
2. Disc Tarra
Perusahaan ritel yang menjual compact disc (CD) ini cukup terkenal pada era 2000-an. Namun, pada akhir 2015, Disc Tarra secara resmi memutuskan untuk menutup 100 gerainya.
Penutupan ini dilatarbelakangi oleh sepinya pengunjung. Pasalnya pencinta musik perlahan beralih mendengarkan lagu via digital dan mulai meninggalkan musik dalam bentuk fisik.
Selain itu, kemunculan internet yang memungkinkan seseorang bisa mengunduh musik secara ilegal pun turut mendorong penurunan penjualan CD. Momentum penutupan Disc Tarra pun ditandai dengan menjual barang secara besar-besaran dengan harga obral.
3. Sevel (7-Eleven)
Bisnis ritel yang digawangi oleh PT Modern Sevel Indonesia (MSI) ini melakukan penutupan serentak pada 30 Juni 2017. 7-Eleven Inc sebagai entitas pengelola bisnis jaringan Sevel global, memutuskan untuk mengakhiri perjanjian dengan PT Modern Internasional Tbk (MDRN) atau induk usaha Sevel di Indonesia.
Beroperasi selama delapan tahun, Sevel ternyata tak cukup kuat bersaing dengan sejumlah ritel dengan konsep serupa, seperti Family Mart, Lawson, Indomaret Poin, dan sebagainya.
Padahal, gerai Sevel yang berbentuk mirip kafe ini merupakan salah satu tempat favorit anak muda. Namun, kendati pengunjung cukup banyak, tetapi pendapatan outlet ini diakui oleh manajemen tak sebanding dengan biaya operasional.
- Ekonom Dukung Aturan Baru OJK Agar Perusahaan Teknologi Bisa Segera IPO
- Terbongkar! Bukalapak IPO Agustus 2021, Bidik Dana Rp11,4 Triliun
- Mengenal Fintech Cashwagon: Pinjaman Online Cepat Tanpa Repot
Pasalnya, para pengunjung lebih memilih untuk berlama-lama nongkrong demi menikmati fasilitas yang ada, seperti stop kontak listrik, jaringan Wi-Fi, dan sebagainya.
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan Sevel tutup adalah kerugian Sevel yang mencapai Rp447,9 miliar pada kuartal I-2017. Ditambah, batalnya perjanjian senilai Rp1 triliun antara MDRN dengan PT Charoen Pokhphand Restu Indonesia pada awal Juni 2017.
4. Matahari Department Store
Kita memang masih sering menjumpai ritel pakaian PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) ini di sejumlah tempat. Namun, ritel yang menjadi unit bisnis dari Lippo Group ini ternyata pernah mengalami penurunan bisnis yang berdampak pada penutupan gerai.
Pada September 2017, gerai Matahari di Pasaraya Blok M dan Manggarai menjadi dua lokasi pertama yang ditutup. Kemudian hal ini terjadi lagi di gerai Matahari Mal Taman Anggrek Jakarta Barat, Lombok City Center, dan Nusa Tenggara Barat yang tutup pada akhir Desember 2017.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Tak jauh berbeda dengan Giant milik HERO, penutupan ini kembali terjadi pada tahun pandemi alias 2020. Pada periode ini, sebanyak 25 gerai Matahari resmi tutup, antara lain Matahari di Loppo Plaza Mal Yogya, Lippo Mal Kuta, Kebun Raya Bogor, Lippo Plaza Mal Gresik, Mayofield TC, dan GTC TC Makassar.
Hingga akhir tahun lalu, Matahari diketahui menyisakan sebanyak 147 gerai. Sementara pada kuartal I-2021, ritel yang buka pertama kali pada 1958 ini tercatat rugi sebesar Rp95 miliar.
Seiring dengan perubahan tren belanja daring, manajemen pun memilih untuk mengubah strategi pemasaran melalui kanal digital, yakni melalui penjualan di e-commerce MatahariMall.com.
5. Lotus Department Store
Gerai ini dioperasikan oleh PT Java Retailindo (JR) di bawah naungan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Penutupan secara total dilakukan pada 30 Oktober 2017. Seluruh gerai Lotus yang berjumlah 100 outlet di Jakarta, Bekasi, dan Cibubur pun terpaksa tutup.
Penjualan yang rendah disebut sebagai biang kerok kepailitan perusahaan. Akhirnya, pada penutupan gerai, Lotus mengobral seluruh produk dengan diskon mencapai 80% dari harga normal.
6. Debenhams
Ritel swalayan ini masih berada di bawah naungan yang sama dengan Lotus. Debenhams pun terpaksa mengikuti jejak Lotus, yakni menutup operasional secara total pada akhir 2017.
Debenhams sendiri merupakan lisensi gerai dari perusahaan ritel asal Inggris. Di Indonesia, ada tiga gerai yang dibuka, yakni Debenhams Kemang, Karawaci, dan Senayan City. Setelah tutup, MAP pun mengalihkan penjualan Debenhams ke situs daring dengan nama MAPeMall.
7. New Look
Setali tiga uang, ritel fashion asal Inggris yang berada di bawah kendali MAP ini juga tutup permanen di Indonesia pada 19 Februari 2018. Selama beroperasi, terdapat 12 gerai yang tersebar di Jakarta dan Bandung.
Di negara asalnya sendiri, hampir 100 gerai New Look ternyata juga dilakukan penutupan karena kondisi keuangan yang kurang sehat.
8. GAP
GAP merupakan perusahaan ritel asal Amerika Serikat yang memiliki lima gerai di Indonesia. Di bawah naungan PT Gilang Agung Persada, kontrak sewa toko GAP banyak yang tidak diperpanjang alias hanya sampai Februari 2018. Alhasil, lima gerai yang tersebar di Jakarta, Bali, dan Surabaya pun tutup.
Manajemen mengaku lebih ingin fokus mengembangkan bisnis gerai jam tangan merek Casio dan aksesori lainnya, seperti VNC, Justice, dan Superdry.
9. Ramayana
Emiten ritel PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) akhirnya ikut tersandung tren gulung tikar yang menimpa ritel di Indonesia.
Akibat pembatasan sosial selama pandemi, manajemen memutuskan untuk menutup 13 gerai di berbagai lokasi pada September 2020. Sebelumnya, 94 gerai Ramayana juga sempat ditutup sementara sepanjang Maret 2020 saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini dilakukan sekaligus untuk mengevaluasi penjualan dan bisnis perseroan.
10. Golden Truly
Pusat perbelanjaan ini resmi tutup pada 1 Desember 2020. Manajemen dalam akun resmi Instagram @goldentruly menyampaikan, mal yang berlokasi di Jalan Gunung Sahari Nomor 59 Jakarta Pusat ini akan dikelola oleh pengembang baru. Lantas, operasional Golden Truly sendiri akan dilanjutkan secara daring melalui e-commerce Tokopedia dan Shopee.
11. Lotteria
Tak hanya ritel pakaian, gerai makanan cepat saji Lotteria juga memutuskan untuk menutup seluruh gerainya di Indonesia secara permanen. Terhitung sejak 29 Juni 2020, sebanyak 32 gerai yang berlokasi di Jabodetabek, Cikarang, Karawang, dan Bandung ini berhenti beroperasi.
Sebagai informasi, ritel yang memiliki produk jualan khas berupa ayam goreng dan burger ini merupakan anak usaha dari Lotte Group asal Korea Selatan.
Di Seoul, Lotteria pertama berdiri pada 1979. Perusahaan ini pun berekspansi beberapa selang tahun kemudian dengan membuka cabang lintas negara, termasuk di Indonesia pada 2011.
12. Gramedia
Toko buku Gramedia berdiri sebagai unit bisnis ritel yang berada di bawah manajemen PT Gramedia Asri Media. Toko buku ini merupakan satu-satunya yang memiliki jaringan terbesar di Indonesia.
Pada Oktober 2020, manajemen menutup operasional Gramedia di Mal Taman Anggrek dengan tak memperpanjang masa sewa. Perusahaan mengaku, keputusan ini diambil karena masih terdapat beberapa gerai yang beroperasi di dekat kawasan Mal Taman Anggrek, seperti gerai Gramedia di Mal Ciputra dan Mal Central Park (CP). Selain itu, diakui penjualan buku dan jumlah pengunjung terus mengalami penurunan karena pandemi.
13. Kinokuniya
Baru-baru ini, toko buku Kinokuniya juga resmi tutup secara permanen pada 1 April lalu. Dalam akun resmi Instagram @Kinokuniya_id, perusahaan mengaku ingin fokus menjual buku secara daring di laman kunokuniya.co.id atau platform penjualan di Blibli, Shopee, dan Tokopedia.
14. Centro
Terbaru, manajemen Centro Department Store resmi menutup gerainya di Plaza Ambarrukmo Yogyakarta pada Maret 2021. Ritel ini berhenti beroperasi setelah berjualan selama 15 tahun sejak mal tersebut berdiri.
Hal serupa dikabarkan bakal menimpa Centro di Bintaro Xchange. Pasalnya manajemen sendiri telah men-display keterangan berbunyi “Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, Centro Bintaro Xchange sedang melaksanakan stock of name.”
Sebagai informasi, jaringan ritel Centro dimiliki oleh Parkson Retail Asia Limited Ltd yang dikelola oleh PT Tozy Sentosa. (SKO)
Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Kiamat Ritel.“