Kinerja 5 Emiten Rokok 2020: Bentoel Merana, Wismilak Juara
Simak kinerja emiten rokok Bentoel, HM Sampoerna, Gudang Garam, Indonesian Tobacco, dan Wismilak. Siapa juara, siapa merana?
Industri
JAKARTA – Lima emiten rokok yang melantai di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan kinerja keuangan sepanjang 2020.
Di tahun pandemi tersebut, PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) membukukan penurunan laba yang paling dalam. Sementara itu, PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) berhasil mencatat kinerja yang paling gemilang karena perolehan laba meroket hingga ratusan persen.
Bagaimana kinerja keuangan dari masing-masing emiten rokok kakap di Indonesia? Berikut ringkasan laporan dari lima perusahaan tersebut.
Bentoel International
Emiten rokok bersandi RMBA ini harus menelan pil pahit sepanjang 2020. Alih-alih untung, pada periode ini perusahaan mencatat rugi hingga Rp2,6 triliun, berbanding terbalik dengan capaian 2019 yang masih laba Rp50,6 miliar.
Pendapatan RMBA juga tertekan menjadi Rp13,8 triliun, merosot hingga 33,6% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama 2019 sebesar Rp20,8 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis perusahaan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan tersebut disumbang oleh pihak ketiga sebesar Rp10,9 triliun dan pihak berelasi sebesar Rp2,8 triliun.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Padahal, beban pokok pendapatan sudah ditekan dari minus Rp17,7 triliun sepanjang 2019 menjadi minus Rp12,5 triliun pada tahun lalu.
Terkait hal ini, penurunan juga terjadi pada kas dan setara kas akhir yang dibukukan RMBA. Pada 2020, jumlah pos ini minus Rp243,08 miliar, sedangkan pada 2019 minusnya mencapai Rp662,3 miliar.
Adapun jumlah liabilitas jangka pendek juga menurun 39,1% yoy menjadi Rp3,7 triliun. Pada 2019, jumlah liabilitas jangka pendek tercatat Rp6,08 triliun.
Kemudian untuk jumlah liabilitas jangka panjang, nilainya naik 16% yoy dari Rp2,5 triliun pada 2019 menjadi Rp2,9 triliun pada 2020. Alhasil, total aset RMBA juga ikut turun hingga 27,05% yoy, dari Rp17 triliun menjadi Rp12,4 triliun.
HM Sampoerna
Perusahaan rokok milik Philip Morris International, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) mencatat penurunan laba hingga 37,46% yoy menjadi Rp8,58 triliun, dari Rp13,71 triliun pada 2019.
Meskipun demikian, HMSP berhasil menekan beban pokok penjualan sepanjang 2020. Tahun lalu, beban pokok penjualan perusahaan ini turun 7,15% yoy menjadi Rp73,65 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp79,93 triliun.
Adapun penurunan beban pokok penjualan HMSP selama tahun lalu didorong oleh penurunan pada pos beban umum dan administrasi, biaya keuangan, serta beban lain-lain.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Sementara itu, penjualan bersih perseroan selama periode 2020 mencapai Rp92,43 triliun. Angka ini susut sekitar 12,85% dari realisasi penjualan bersih tahun 2019 dengan nilai Rp106,06 triliun.
Di sisi lain, porsi arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi HMSP meroket secara fantastis mencapai 1.423% yoy dari Rp56,71 miliar menjadi Rp863,73 miliar.
Jumlah liabilitas perseroan naik 27,66% yoy menjadi Rp19,43 triliun dibandingkan dengan 2019 senilai Rp15,22 triliun. Sementara itu, jumlah ekuitas HMSP pada tahun lalu tercatat sebesar Rp30,24 triliun, turun 15,25% yoy dari 2019 yang sebesar Rp35,68 triliun.
Adapun total aset tercatat sedikit menipis sekitar 2,42% yoy dari Rp50,90 triliun pada 2019, menjadi Rp49,67 triliun pada 2020. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan jumlah aset lancar maupun aset tidak lancar selama pandemi 2020.
Gudang Garam
Emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (GGRM) membukukan penurunan laba sepanjang 2020. Tercatat, laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp7,59 triliun. Angka ini turun 29,7% yoy dibandingkan periode 2019 sebesar Rp10,8 triliun.
Penurunan laba ini terjadi saat implementasi kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) 2020 ditetapkan cukup tinggi yakni sebesar 21,55%.
Kendati laba yang diraup lebih rendah dibandingkan perolehan sebelumnya, kinerja GGRM masih terbantu dari pendapatan yang naik 3,56% yoy. Sepanjang tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan Rp114,47 triliun, lebih besar ketimbang Rp110,53 triliun pada periode 2019.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Pendapatan ini mayoritas ditopang oleh penjualan domestik yang mencapai Rp112,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar Rp108,7 triliun. Di samping itu, ekspor GGRM juga naik dari 1,78 triliun menjadi Rp1,9 triliun.
Sayangnya, perseroan tak berhasil menekan beban pokok penjualan. Angkanya justru membengkak 10,64% yoy lebih besar dari Rp87,74 triliun pada 2019, menjadi Rp97,08 triliun pada 2020.
Adapun total liabilitas tahun lalu tercatat Rp19,66 triliun, turun 29,05% yoy ketimbang 2019 yang sebesar Rp27,71 triliun. Sebaliknya, ekuitas perseroan naik 14,9% yoy dari Rp50,98 triliun pada 2019 menjadi Rp58,52 triliun pada 2020.
Dengan kinerja tersebut, total aset perseroan masih terbilang stabil meskipun turun tipis 0,57% yoy menjadi Rp78,19 triliun. Pada 2019, total aset yang dibukukan sebesar Rp78,64 triliun.
Indonesian Tobacco
Kendati belum tergolong sebagai emiten kakap di Indonesia, perusahaan rokok PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) berhasil menaikkan laba di tahun pandemi 2020. Jika sebelumnya perseroan mencatat rugi Rp7 triliun, sepanjang 2020 nilainya berbanding terbalik alias positif menjadi Rp6,1 triliun.
Dari sisi pendapatan juga naik 34,6% yoy menjadi Rp224,2 miliar. Sebelumnya, pendapatan ITIC pada 2019 sebesar Rp166,5 miliar.
Namun, beban pokok pendapatan belum berhasil ditekan, nilainya justru bertambah dari yang mulanya minus Rp122,5 miliar menjadi minus Rp163,8 miliar.
- IHSG Masih Konsolidasi Usai Rilis BI Rate, Simak Saham EMTK, LSIP, ZYRX, dan WIKA
- Saham Pilihan Mirae Sekuritas Juni 2021: BBRI Ditendang Diganti PRDA, Temani ANTM hingga INCO
- IHSG Terancam Bearish Jelang Rilis BI Rate, Rekomendasi Saham AALI, SMRA, BNGA, dan GGRM
Sepanjang 2020, total liabilitas dan total ekuitas ITIC kompak sama-sama naik. Tercatat kenaikan 24% yoy pada total liabilitas, dari Rp181,6 miliar menjadi Rp225,2 miliar. Untuk ekuitas, nilainya naik tipis 5,1% yoy dari Rp266,1 miliar pada 2019 menjadi Rp279,8 miliar pada 2020.
Adapun total aset perusahaan juga meningkat menjadi Rp505 miliar pada 2020. Kenaikannya 12,7% yoy dibandingkan dengan total aset 2019 yang sebesar Rp447,8 miliar.
Wismilak
Sepanjang 2020 PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) mencatat kinerja yang paling gemilang dibandingkan dengan empat emiten rokok lainnya.
Perusahaan ini berhasil membukukan laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk mencapai Rp172,2 miliar. Jumlah ini meroket hingga 533% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama 2019 sebesar Rp27,2 triliun.
Begitu pula dengan penjualan, perseroan meraup Rp1,99 triliun alias lebih tinggi 43,1% yoy dari penjualan 2019 sebesar Rp1,39 triliun. Jumlah ini berasal dari penjualan kepada pihak ketiga sebesar Rp2 triliun dan retur penjualan yang minus Rp10,6 miliar.
- Ekonom Dukung Aturan Baru OJK Agar Perusahaan Teknologi Bisa Segera IPO
- Terbongkar! Bukalapak IPO Agustus 2021, Bidik Dana Rp11,4 Triliun
- Mengenal Fintech Cashwagon: Pinjaman Online Cepat Tanpa Repot
Di sisi lain, pada periode ini beban pokok penjualan WIIM mengalami kenaikan 42,2% yoy dari Rp962 miliar menjadi Rp1,3 triliun.
Adapun total liabilitas perusahaan juga melesat tinggi, yakni 60,7% yoy menjadi Rp428,5 miliar, dari sebelumnya Rp266,3 miliar pada 2019.
Direktur Keuangan WIIM Lucas Firman Diaianto menjelaskan, kenaikan total liabilitas ini terutama disebabkan oleh peningkatan utang kepada Kantor Bea dan Cukai serta Kantor Kas Negara sebesar Rp150 miliar.
“Utang ini meningkat karena dua hal, yaitu kenaikan pembelian pita cukai pada Desember 2020 akibat adanya peningkatan penjualan. Selain itu, peratuan PMK Nomor 57PMK.A4/2OL7 terkait fasilitas penundaan pembayaran pita cukai pada akhir tahun juga menyebabkan utang tinggi,” jelasnya dalam keterangan resmi yang dikutip TrenAsia.com, Kamis, 22 April 2021.
Sementara itu, total ekuitas perusahaan yang dibukukan Rp1,18 triliun, naik 14,2% yoy dibandingkan dengan 2019 sebesar Rp1,033 triliun.
WIIM juga mencatat kas dan setara kas sepanjang 2020 sebesar Rp429,5 miliar, naik 62% yoy dibandingkan dengan Rp265 miliar pada 2019.
Kemudian total aset perusahaan tercatat naik 23,8% yoy dari Rp1,3 triliun sepanjang 2019, menjadi Rp1,61 triliun pada 2020. (RCS)