<p>Ilustrasi bank syariah / Unida.gontor.ac.id</p>
Perbankan

Kinerja Bank Syariah Melambat Walau Indonesia Mayoritas Muslim, Ini Alasannya

  • Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret Surakarta, Etikah Karyani Suwondo, lambatnya kinerja bank syariah disebabkan oleh industrinya sendiri yang masih dalam tahap pengembangan dan masih terbatas dalam beberapa aspek.
Perbankan
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Kinerja keuangan perbankan syariah pada tiga bulan pertama tahun ini mengalami perlambatan. Bahkan, pertumbuhan industri bank syariah memang cenderung lebih lambat jika dibandingkan bank konvensional walaupun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. 

Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret Surakarta, Etikah Karyani Suwondo, lambatnya kinerja bank syariah disebabkan oleh industrinya sendiri yang masih dalam tahap pengembangan dan masih terbatas dalam beberapa aspek.

“Bisnis syariah masih dalam tahap pengembangan dan masih terbatas dalam beberapa aspek, seperti  jaringan, infrastruktur, akses ke pasar, pendanaan, teknologi, inovasi, dan sumber daya manusia (SDM),” ujar Etikah saat dihubungi TrenAsia, ditulis Senin, 27 Mei 2024.

Pada kuartal pertama tahun 2024, bank syariah di Indonesia menghadapi penurunan pertumbuhan profitabilitas dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Data menunjukkan bahwa sebagian besar bank syariah mencatatkan penurunan dalam tingkat pertumbuhan laba bersih mereka, mengindikasikan tantangan yang lebih besar di tahun ini. 

PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) 

Pada kuartal pertama 2024, PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK) mencatat rugi bersih Rp44,2 miliar, yang menunjukkan perbaikan sebesar 4,28% dibandingkan rugi bersih Rp46,7 miliar pada kuartal pertama 2023. 

Pada kuartal pertama 2023, rugi bersih mereka meningkat 4,98% dari tahun sebelumnya. Walau mengalami perbaikan pada kuartal pertama tahun ini, namun Bank Aladin masih mencatatkan kerugian dan belum mampu membalikannya menjadi laba bersih. 

PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) 

PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) mengalami penurunan laba bersih sebesar 41% pada kuartal pertama 2024, dari Rp60,2 miliar menjadi Rp35,51 miliar. Ini berbanding terbalik dengan kuartal pertama 2023 di mana laba bersih mereka tumbuh 68,48%.

 PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) 

PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) mencatat penurunan laba bersih sebesar 37,84% pada kuartal pertama 2024, dari Rp425 miliar menjadi Rp264 miliar. Sebelumnya, pada kuartal pertama 2023, mereka mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 3,4%. 

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI/BRIS) 

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI/BRIS) berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar 17,07% pada kuartal pertama 2024, dari Rp1,46 triliun menjadi Rp1,71 triliun.

 Namun, ini masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebesar 47,06% yang mereka capai pada kuartal pertama 2023.

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk

 PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mengalami penurunan laba bersih sebesar 72,7% pada kuartal pertama 2024, dari Rp10,22 miliar menjadi Rp2,78 miliar. Pada kuartal pertama 2023, mereka mencatat penurunan laba bersih sebesar 14,69%. 

PT Bank Mega Syariah 

PT Bank Mega Syariah mencatat penurunan laba bersih sebesar 35,98% pada kuartal pertama 2024, dari Rp100,26 miliar menjadi Rp50,06 miliar. Ini kontras dengan pertumbuhan laba bersih sebesar 12,04% yang mereka catat pada kuartal pertama 2023.

PT Bank BCA Syariah

PT Bank BCA Syariah mencatat peningkatan laba bersih sebesar 24,6% pada kuartal pertama 2024, dari Rp33,76 miliar menjadi Rp42,07 miliar. Ini merupakan peningkatan yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sebesar 77% yang mereka capai pada kuartal pertama 2023.

Baca Juga: Di Tengah Kenaikan Suku Bunga, Bank Mega Syariah Bidik Pembiayaan KPR Tumbuh 50 Persen

Faktor-faktor seperti peningkatan biaya operasional, penurunan pendapatan dari pembiayaan, dan peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) menjadi beberapa penyebab utama yang mempengaruhi kinerja keuangan bank-bank syariah pada kuartal pertama tahun 2024.

43 Persen Milenial dan Gen Z Belum Percaya Perbankan Syariah

Hasil riset platform perbankan cloud Software as a Service (SaaS) Mambu menunjukkan bahwa 65% dari Muslim milenial dan Gen Z di Indonesia memilih perbankan syariah untuk beberapa keperluan keuangan mereka. 

Di tingkat global, angka ini mencapai 31%. Sementara itu, Malaysia menjadi negara dengan penggunaan perbankan syariah tertinggi di kalangan Muslim milenial dan Gen Z dengan 77% responden.

Menariknya, dari responden di Indonesia yang belum menggunakan perbankan syariah, sebanyak 92% menyatakan keinginan untuk memanfaatkannya.

Kepercayaan Terhadap Bank Syariah Masih Menjadi Tantangan

Walaupun minat untuk menggunakan perbankan syariah tinggi, kepercayaan terhadap bank syariah di Indonesia masih kurang. Sebanyak 43% konsumen merasa bahwa bank mereka tidak sepenuhnya beroperasi sesuai prinsip syariah.

Colin Kum, Market Sales Director di Mambu Asia Pasifik menyampaikan bahwa Asia Pasifik, yang mencakup sekitar 25% dari pasar keuangan syariah global, menunjukkan potensi besar bagi perbankan syariah. Indonesia dan Malaysia memimpin di kawasan ini. 

“Riset ini menyoroti besarnya minat konsumen terhadap perbankan syariah, dan memperjelas peluang yang dimiliki bank untuk menerapkan produk dan layanan sesuai Syariah guna melayani pasar baru maupun yang sudah ada. Fokus yang berkelanjutan pada teknologi juga penting bagi bank, dengan 92% responden menyatakan pentingnya penyedia keuangan syariah untuk menawarkan opsi perbankan secara daring,” ujar Colin melalui riset Mambu yang diterima TrenAsia, dikutip Jumat, 24 Mei 2024.

Indonesia: Potensi Pasar Perbankan Syariah yang Masih Besar

Indonesia, dengan populasi Muslim hampir 90%, memiliki potensi pasar yang besar untuk perbankan syariah. Meskipun demikian, Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia dalam adopsi perbankan syariah. Dalam konteks global, 65% konsumen di Indonesia menggunakan perbankan syariah, sementara Malaysia mencapai 77%.

Salah satu hambatan utama adalah kurangnya kepercayaan terhadap bank syariah. Ini memberikan peluang bagi bank untuk meningkatkan komunikasi dan transparansi dalam operasional mereka.

Kesempatan bagi Bank dalam Pasar Keuangan Syariah

Dengan pertumbuhan kebutuhan investasi yang beretika, 86% Muslim milenial dan Gen Z menganggap penting. 

Laporan Mambu ini menunjukkan bahwa ada peluang bagi bank untuk memanfaatkan pertumbuhan pasar ini. Bank dapat meningkatkan fokusnya pada produk dan layanan investasi yang sesuai dengan prinsip syariah, memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen yang semakin meningkat.

Riset ini, yang pertama kali dilakukan pada tahun 2021 dan kembali pada tahun 2024, melibatkan lebih dari 1.500 responden dari enam negara yang disebutkan. Hasilnya disajikan dalam laporan berjudul 'Beliefs & Business: The Shape of Islamic Finance in 2024'.