<p>Sejumlah Driver Ojek Online menunggu orderan di Jakarta, Jumat (10/4/2020). Peraturan Gubernur DKI Jakarta dalam pelaksanaan PSBB mengatur angkutan roda dua seperti ojek online maupun ojek konvensional dilarang membawa penumpang. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Komunitas

Kisah Driver Ojol Merana Akibat Corona

  • JAKARTA – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah sejak 10 April yang lalu, rupanya sangat berdampak pada pendapatan semua masyarakat. Pasalnya, imbauan physical distancing tersebut diperketat di semua lini, mulai dari operasional kantor, transportasi, hingga pelarangan pengangkutan penumpang oleh driver ojek online (ojol). Untuk yang terakhir, imbas terbesar dirasakan oleh hampir semua pengemudi. […]

Komunitas
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah sejak 10 April yang lalu, rupanya sangat berdampak pada pendapatan semua masyarakat. Pasalnya, imbauan physical distancing tersebut diperketat di semua lini, mulai dari operasional kantor, transportasi, hingga pelarangan pengangkutan penumpang oleh driver ojek online (ojol).

Untuk yang terakhir, imbas terbesar dirasakan oleh hampir semua pengemudi. Pemerintah dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/239/2020 tentang Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Wilayah Provinsi Jakarta Dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19, melarang driver mengangkut penumpang karena dikhawatirkan membawa potensi penularan COVID-19. Ojol, dalam aturan tersebut, hanya diperbolehkan melayani pesanan makanan dan barang.

Tak lama setelah kebijakan tersebut diteken, sempat muncul perbedaan pendapat antara pemerintah provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah pusat. Menteri Perhubungan (Menhub) Ad Interim Luhut BinsarPandjaitan pada waktu itu, mengumumkan aturan dalam Peraturan Menhub (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 bahwa driver masih diperbolehkan mengangkut penumpang.

Meski pada akhirnya kebijakan disepakati satu suara untuk melarang pengangkutan penumpang oleh driver ojol, tetapi sebelumnya sempat terjadi protes dari Asosiasi pengemudi ojek online yang tergabung dalam Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) yang mengajukan tuntunan, salah satunya kompensasi penghasilan berupa bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp100.000 per hari.

“Karena sudah pasti hilangnya satu fitur angkutan penumpang, maka penghasilan kami sebagian besar akan hilang. Fitur angkutan penumpang memiliki komposisi 70% dari total penghasilan kami sehari-hari,” ujar Ketua Presidium Garda Igun Wicaksono.

Tak dapat dimungkiri, penurunan pendapatan tersebut terbukti dirasakan oleh para driver ojol. Berdasarkan pengalaman TrenAsia.com berbincang dengan ratusan driver ojol pada Jumat, 8 Mei 2020, semuanya mengaku bahwa PSBB sangat mengikis pendapatan mereka. Sebelum COVID-19 menghantam, penghasilan para driver rata-rata selalu di atas Rp200.000 per hari. Namun, di tengah situasi pandemi saat ini, pemasukan yang masuk menurun hampir 90%.

“Selama pandemi ini, jujur, saya hampir menyerah. Dalam lima hari terakhir saja, orderan saya benar-benar nol,” ungkap Donny (49), salah satu driver Gojek yang berdomisili di Depok, Jawa Barat. Ia mengaku, pada saat situasi normal, dalam sehari ia bisa menerima 10 sampai 12 pesanan.

Hal itu dirasakan pula oleh Kholil (44), salah satu driver yang bergabung hampir dua tahun di PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek Indonesia. Menurutnya, orderan online paling banyak didapatkan adalah GoRide. Namun, situasi sulit saat ini memaksanya untuk berdamai dengan keadaan.

“Padahal sudah usaha milih titik lokasi di sana-sini, tapi tetap enggak dapat orderan,” ungkapnya.

Bagaimana pun juga, layanan pengantaran penumpang memang lebih banyak didapatkan sebelum virus ini datang. Hal itu dipengaruhi oleh mobilitas masyarakat, terutama para karyawan yang bekerja di gedung-gedung perkantoran Ibu Kota.

Berdasarkan pengalaman Ari (27), ia sering kebanjiran oderan di titik-titik strategis, seperti di Jalan Sudirman dan Thamrin. “Kalau di lokasi tersebut, dalam lima menit saja, permintaan yang masuk bisa banyak banget,” kata Ari.

Kini, para pelanggan alias karyawan perkantoran harus bekerja di rumah. Aturan work from home (WFH) dari pemerintah yang menyasar kantor mereka, menyebabkan mobilitas di tempat-tempat umum menjadi sangat sepi.

Maka tak heran, jika porsi pendapatan yang didominasi oleh layanan antar penumpang tersebut menurun drastis sehingga mempengaruhi keseluruhan penghasilan para driver ojol.

Para driver ini akhirnya tak punya pilihan lain. Keputusan untuk berganti haluan pun dirasa bukan pilihan yang bijak. Seperti diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menghimpun data per Senin, 4 Mei 2020, sebanyak 1,7 juta pekerja telah dirumahkan maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai imbas dari pandemi COVID-19. Dalam skenario sangat berat yang diprediksi oleh pemerintah, angka pengangguran pun dimungkinkan akan bertambah hingga 5 juta orang.

“Akhirnya, sekarang orderan apa pun yang masuk, tetap saya ambil. Mau sejauh apa pun, akan saya antar. Soalnya gimana lagi, yang bisa diandalkan cuma dari sana,” ungkap Sandi (36).

Di samping itu, para driver ini berharap, pemerintah harus lebih adil dalam membuat kebijakan. Menurut Donny, aturan yang diterapkan saat ini belum merata dan menimbulkan kesenjangan antar sesama pengemudi transportasi umum.

“Sekarang begini, angkutan kan boleh beroperasi bawa penumpang, meskipun jumlahnya dibatasi, tapi kenyataannya tetap penuh tuh, isinya. Penumpangnya tetap berdekatan saat duduk,” keluh Donny.

Sedangkan, lanjutnya, ojol yang mengangkut penumpang sebenarnya masih bisa mengantisipasi untuk jaga jarak. “Kita kan juga enggak berhadap-hadapan,” tambah Donny.

Menurutnya, apabila pemerintah bisa memberi sedikit kelonggaran, pendapatan mereka selaku driver ojol masih dapat tertolong. Walaupun pemasukan tidak sama seperti situasi normal, kata Donny, tapi para pengemudi masih bisa mendapatkan setidaknya separuh atau 50% pendapatan.

“Aturan saat ini benar-benar mencekik kami. Ibaratnya sebuah keran, salurannya benar-benar ditutup rapat,” tutur Donny.

Kondisi yang terjadi saat ini memang sangat dilematis. Ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapi COVID-19 tampak dari kebijakan-kebijakannya yang dirasa masih simpang siur dan belum efektif. Terbukti selama PSBB dijalankan, kondisi Ibu Kota masih jauh dari kata sepi, alias ramai seperti biasanya.

Pemerintah pun kebingungan, upaya yang dilakukan selama ini belum juga menekan kasus pasien terkonfirmasi positif COVID-19. Diketahui dari perkembangan data per Sabtu, 6 Juni 2020, kasus positif COVID-19 di Indonesia telah mencapai 30.514 kasus positif. Rincian angka tersebut, yakni 18.806 (61,6%) pasien dirawat, 9.907 (32,5%) pasien sembuh, dan 1.801 (5,9%) di antaranya meninggal dunia.

Kurva terus menanjak, sedangkan indikator penurunan penyebaran dapat dilihat jika grafik kurva mulai melandai. Alhasil, pada Kamis, 15 Mei yang lalu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia harus mulai berdamai dengan COVID-19. Orang nomor satu di negeri ini mengistilahkan “New Normal” sebagai keadaan yang harus dijalani ke depannya. Menurutnya, hidup berdampingan dengan COVID-19 bukan berarti menyerah.

“Keselamatan masyarakat tetap harus menjadi prioritas. Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru,” kata Jokowi dalam pernyataannya dari Istana Merdeka di Jakarta, Jumat, 15 Mei 2020.

Seluruh dunia pun berharap pandemi ini segera berlalu. Tak terkecuali Donny dan kawan-kawan driver ojol, sebagai pekerja harian di sektor informal, ia berdoa semoga situasi segera normal kembali sehingga pendapatan masyarakat bisa pulih meski perlahan. (SKO)