<p>Presiden Joko Widodo bersama pemilik Chandra Asri Petrochemical Prajogo Pangestu dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. / Facebook @chandraasripetrochemicalofficial</p>
Industri

Kisah Para Konglomerat (Serial 3): Bos Petrokimia Prajogo Pangestu, dari Sopir jadi Tajir

  • Melansir laman Forbes, Senin 26 April 2021, Prajogo Pangestu memiliki total kekayaan sebanyak US$6,5 miliar atau setara Rp94,25 triliun. Secara global, ia menduduki posisi ke-404 orang paling tajir seantaro bumi.

Industri
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Namanya mungkin tak setenar Hartono Bersaudara, namun Prajogo Pangestu bertahan menjadi salah satu orang paling kaya di Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Saat ini, ia tercatat menempati tempat ketiga sebagai orang terkaya di seluruh penjuru dalam negeri.

Melansir laman Forbes, Senin 26 April 2021, Prajogo Pangestu memiliki total kekayaan sebanyak US$6,5 miliar atau setara Rp94,25 triliun. Secara global, ia menduduki posisi ke-404 orang paling tajir seantaro bumi.

Posisi ini naik dibandingkan dengan kedudukan Prajogo pada tahun 2020 saat ia disematkan sebagai orang terkaya nomor 538 oleh Forbes. Di dalam negeri, nilai kekayaannya bersanding dengan Sri Prakash Lohia di posisi keempat orang dengan pundi-pundi paling melimpah.

Bahkan, Prakash memiliki bisnis yang serupa dengan Prajogo, yaitu pada bidang petrokimia dan tekstil dengan membangun perusahaan PT Indo-Rama Synthetics Tbk (INDR). Namun, Projogo sukses menjaga posisinya sebagai orang ketiga terkaya RI selama tiga tahun berturut-turut.

Prajogo sendiri merupakan anak dari Phang Siu On, seorang penyadap getah karet. Berbeda seperti dengan Hartono, sumber kekayaan terbesar Prajogo berasal dari bisnis tambang dan petrokimia lewat dua perusahaan yang dimilikinya, yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).

Dari Supir jadi Tajir
Pabrik petrokimia milik PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. / Chandra-asri.com

Ia lahir dan besar di Kota Sambas, Kalimantan Barat dengan nama asli Phang Djoem Phen. Prajogo muda bahkan hanya sanggup menempuh pendidikan hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia juga pernah menjadi supir angkutan umum di tempat asalnya.

Pada era 60-an, Prajogo bertemu dengan seorang pengusaha kayu asal Malaysia yang bernama Burhan Uray dan memutuskan bekerja dengan Burhan Uray di PT Djajanti Group. Tujuh tahun kemudian, Prajogo dipercaya menjadi General Manager di pabrik Plywood Nusantara di Gresik.

Namun, ia enggan berlama-lama dengan pekerjaannya tersebut. Prajogo pun memutuskan keluar dari perusahaan tersebut setelah satu tahun menjabat sebagai general manager di pabrik anak perusahaan Djajanti Group.

Berbekal pengalaman yang ada, ia memberanikan diri untuk meminjam dana usaha dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI) serta membeli CV Pacific Lumber Coy. Perusahaan inilah cikal bakal dari PT Barito Pacific Lumber.

Pada tahun 1993, perusahaannya berhasil menjadi perusahaan publik setelah melantai di bursa saham. Di tahun 2007, Barito Group mengakuisisi perusahaan petrokimia Chandra Asri dan setahun kemudian PT Tri Polyta Indonesia Tbk. Ia dikabarkan pernah memiliki sejumlah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) milik Grup Djarum.

Prajogo juga pernah menerima penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo pada Agustus 2019. Penghargaan ini disematkan kepada tokoh nasional yang berjasa untuk kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.

Emiten Raksasa
Presiden Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana meninjau kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, pada Sabtu, 21 Desember 2019. / Foto: BPMI Setpres/Kris

Berdasarkan data pemegang saham seluruh emiten lokal di atas 5% yang dirilis PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 23 April 2021, Prajogo mengempit 66.907.265.970 lembar saham BRPT. Angka tersebut setara dengan 71,64% kepemilikan saham BRPT.

Mayoritas kepemilikan saham ini membuatnya didapuk sebagai Komisaris Utama Barito Pacific. Jika merujuk harga saham BRPT pada penutupan perdagangan Senin, 26 April 2021 pada level Rp910 per lembar, maka total kekayaan Prajogo dari kepemilikan saham BRPT mencapai Rp60,89 triliun. Sedangkan, kapitalisasi pasar BRPT sebesar Rp84,98 triliun.

Beralih ke TPIA. Di emiten big caps ini, Prajogo mengantongi 2.686.147.795 lembar saham TPIA saham secara pribadi atau sebanding dengan 15,06% porsi kepemilikan. Dengan torehan tersebut, nilainya ditaksir mencapai Rp27,13 triliun pada harga saham TPIA di level Rp10.100 per lembar.

Angka tersebut belum termasuk dengan total kepemilikan saham BRPT di TPIA sebanyak 7.469.417.600 lembar atau setara dengan 41,88%. Jumlah nilai investasi BRPT di anak usahanya tersebut saat ini sebesar Rp75,44 triliun. Adapun kapitalisasi pasar TPIA telah menyentuh Rp180,12 triliun.

Tak sampai disitu, Prajogo juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham utama emiten produsen kelapa sawit dan minyak nabati (crude palm oil/CPO) PT Gozco Plantations Tbk (GZCO).

Perusahaan ini didirikan pada 1 Oktober 2001 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2007. Prajogo mempunyai sekitar 470.418.000 lembar saham GZCO dengan persentase kepemilikan saham sebanyak 7,84%.

Melansir data RTI Business, saham GZCO stagnan pada level harga Rp50 per lembar saham. Sehingga, terdapat sekitar Rp23,52 miliar dari total kekayaan Prajogo yang mengendap di saham perusahaan CPO tersebut.

Nilai kekayaan ini hanya sebatas pada surat berharga Prajogo yang telah tercatat di otoritas bursa Indonesia. Tentunya, belum termasuk aset-aset lain miliknya yang tidak tercatat, termasuk properti, kendaraan, kas dan lain sebagainya. (SKO)

Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Kisah Para Konglomerat.

Kisah Para Konglomerat (Serial 1): Michael Bambang Hartono, Dari Pabrik Mercon Sampai Jadi Paling Kaya

Kisah Para Konglomerat (Serial 2): Sri Prakash Lohia, Jualan Benang hingga Berlimpah Uang