Ilustrasi fintech pinjaman online (pinjol) atau kredit online alias peer to peer (P2P) lending ilegal harus diwaspadai. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Kisah Pinjol Ilegal Makan Korban yang Bukan Peminjam

  • Pemuda asal Cirebon berinisial DJ yang sempat menjadi korban atas modus baru pinjol.
Fintech
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa ada modus baru yang digunakan perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal untuk menjaring korbannya, yakni memberikan tagihan walaupun sasaran mereka tidak mengajukan pinjaman sama sekali.

Akan tetapi, rupanya modus ini sudah digunakan sejak lama, seperti yang dialami oleh pemuda asal Cirebon berinisial DJ yang sempat menjadi korban atas modus tersebut pada pertengahan 2021, yakni saat pinjol-pinjol ilegal sedang sangat merajalela.

Dikatakan oleh DJ, peristiwa tidak mengenakkan itu dialaminya saat ia baru saja dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tempat ia bekerja terdampak oleh pandemi COVID-19.

DJ mengakui bahwa ia memang memiliki niatan untuk mengajukan pinjaman kepada pinjol karena ada kebutuhan yang mendesak sementara keuangannya masih terimbas oleh PHK yang dialaminya.

Ia sendiri sebenarnya masih memiliki pekerjaan sampingan, namun penghasilannya tidak bisa menutupi kebutuhannya pada saat itu. Sehingga ia pun berniat untuk meminjam uang lewat pinjol dan akan membayarnya di bulan berikutnya.

Sebenarnya ia sendiri ragu untuk menggunakan pinjol karena takut penghasilan yang dikumpulkannya hingga bulan berikutnya tidak bisa mencukupi karena masih ada kebutuhan harian yang harus dipenuhi.

Akan tetapi, setelah melakukan perhitungan dengan saksama, ia pun memberanikan diri dan mulai mengunduh beberapa aplikasi pinjol di gawainya.

Seperti yang ia duga, dengan posisinya pada saat itu yang masih belum memiliki pekerjaan tetap, sebagian platform menolak ajuan pinjamannya.

Kalaupun ada yang menerima ajuannya, tenor pinjaman yang diberikan kepadanya terlalu pendek, bahkan kurang dari sebulan.

Dirongrongi oleh rasa putus asa, DJ pun terus mengunduh aplikasi-aplikasi lainnya dengan harapan akan ada platform yang bisa memberikannya pinjaman dengan bunga dan tenor yang sesuai dengan kapasitasnya.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengunduh satu aplikasi pinjol yang namanya sendiri ia lupa karena kejadiannya sudah cukup lama, dan mulai dari sanalah konfliknya dimulai.

"Saya lupa nama aplikasinya, tapi seingat saya ada nama binatangnya. Aplikasinya ringan, dan tampilannya pun sangat sederhana. Tapi, saya ingat betul bahwa di aplikasi itu tercantum nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Padahal, setelah saya cek kembali, ternyata aplikasi tersebut tidak berizin," kata DJ kepada TrenAsia belum lama ini.

Waktu itu, DJ mengakui bahwa dirinya belum memiliki literasi yang cukup baik terkait dengan produk-produk keuangan berbasis teknologi alias fintech.

Ia pun tidak mengetahui bahwa seharusnya ia mengecek platform-platform legal melalui infomasi resmi yang tercatat di OJK.

Walau pada saat itu ia belum mengetahui bahwa aplikasi tersebut belum mengantongi izin dari OJK dan menampilkan bahwa seolah-olah sudah tercatat sebagai platform resmi.

Namun, meskipun ia belum mengetahui status legalitas dari aplikasi tersebut, sebenarnya DJ mengurungkan niatnya untuk mengajukan pinjaman karena melihat tenor dan bunganya yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Sebelum melihat dana serta bunga dan tenor yang ditawarkan padanya, tentu DJ telah mengisi data-data dirinya terlebih dahulu, khususnya nomor telepon karena data itulah yang digunakan untuk mendaftarkan diri di platform. Setelah ia mengurungkan niatnya, DJ pun menutup aplikasi dan mencoba mencari platform lain.

Tak lama kemudian, tiba-tiba saja ada nomor asing yang melakukan panggilan ke teleponnya, dan DJ pun mengangkat panggilan tersebut.

"Ternyata itu orang dari aplikasi X ini, dan dia bilang kalau dari pihaknya itu ingin mengkonfirmasi saja alamat yang saya cantumkan, dan saya jawab tanpa berpikir macam-macam," papar DJ.

Tidak sampai 10 menit setelah panggilan tersebut, tiba-tiba ada uang yang masuk ke rekeningnya. Seingat DJ, jumlah uang yang masuk itu sekitar Rp300.000. DJ pun terkejut karena setahu dirinya, ia sama sekali belum mengajukan pinjaman.

Kecurigaannya pun langsung mengarah kepada platform X yang baru saja menghubunginya via telepon, dan lantas ia pun membuka aplikasinya untuk mengecek.

Dugaan DJ pun benar, aplikasi X ini ternyata telah mencairkan pinjaman untuk DJ. Padahal, ia sadar dan benar-benar yakin bahwa ia tidak menekan tombol pengajuan pinjaman sama sekali karena ia hanya mengakses sampai laman yang memperlihatkan berapa dana yang bisa ia pinjam beserta tenor dan bunganya.

"Gilanya lagi, uang yang masuk Rp300.000, dan saya harus bayar sekitar Rp750.000. Belum lagi tenornya cuma tiga hari," ujar DJ.

DJ pun mencoba untuk menelepon nomor yang sebelumnya telah menghubungi untuk mengkonfirmasi data, namun sayangnya tidak ada yang menjawab. Dia juga mencoba menghubungi nomor customer service yang tercantum di aplikasi, namun hasilnya masih sama.

Pada saat itu, berhubung DJ sendiri masih stress karena statusnya yang masih menjadi pengangguran, ditambah dengan berbagai kebutuhan yang perlu ia penuhi, akhirnya ia pun memutuskan untuk pasrah dulu saja dan menunggu sampai hari batas waktu pembayaran.

Akhirnya, tibalah hari ia harus membayar pinjaman yang sebenarnya tidak pernah ia ajukan, dan seperti dugaannya, ada pihak yang mengaku sebagai perwakilan dari aplikasi X dan menanyakan perihal pelunasan melalui pesan singkat WhatsApp.

DJ yang merasa bahwa itu adalah kesempatan untuk membantah bahwa dirinya meminjam, langsung mengatakan tanpa tedeng aling-aling bahwa ia tidak mengajukan pinjaman sama sekali.

"Lucunya, orang ini malah menyalahkan saya dan bilang kalau misalnya tidak mau bayar, jangan meminjam. Saya juga dibilang orang tidak tahu malu," kata DJ.

DJ pun tetap bersiteguh dan berusaha menyampaikan hingga berulang kali bahwa ia tidak meminjam. Namun, pihak yang menghubunginya itu juga sama-sama bersikerasnya dan menegaskan bahwa DJ sudah meminjam, dan orang itu bahkan mengata-ngatai DJ secara kasar.

Akhirnya, DJ yang sudah malas untuk berdebat tanpa akhir pun memutuskan untuk tidak menjawab lagi dan membuat laporan di situs OJK.

"Tapi, saya tidak tahu dengan keberlanjutan laporan saya pada saat itu, dan akhirnya, daripada pusing-pusing, saya pasrah saja, dan menganggap ini sebagai pelajaran," terang DJ.

DJ pun akhirnya bisa membayar tagihan yang tidak berdasar tersebut dengan meminjam uang kepada kakaknya. Setelah kejadian itu, ia sempat kapok untuk mengajukan pinjaman melalui pinjol.

Namun, setelah berita soal pinjol menjadi ramai dan ia mengetahui mana saja layanan fintech lending yang resmi, ia pun sempat beberapa kali meminjam untuk kebutuhan-kebutuhan darurat.

Modus Pinjol Ilegal Terus Diperbarui

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan bahwa modus para pelaku pinjol dan investasi ilegal terus berubah-ubah dan semakin inovatif.

Salah satu modus yang perlu diwaspadai oleh masyarakat terkait pinjol ilegal adalah masuknya tagihan walaupun tidak mengajukan pinjaman sama sekali.

"Korban itu tidak mengajukan pinjaman pada pinjol ilegal, tapi tiba-tiba ada uang masuk ke rekeningnya dan tiba-tiba muncul tagihan dengan bunga yang tinggi," ujar Friderica saat menjawab pertanyaan wartawan dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK, Kamis, 3 Agustus 2023.

Platform-platform ilegal yang diprakarsai dalam rangka menjebak para korbannya ini pun dikatakan Friderica semakin perlu diwaspadai karena kemampuan para pelaku untuk mereplikasi situs-situs yang resmi.

Dengan modifikasi sedemikian rupa, pelaku berusaha mengecoh para korban dengan menawarkan produk-produk keuangan yang benar-benar mirip dengan produk resmi sehingga banyak masyarakat yang terjebak.

"Kemudian, replikasi situs jasa keuangan yang terdaftar di OJK dengan memodifikasi virtual account yang resmi untuk mengelabui korban dengan menawarkan produk yang seolah resmi. Karena sangat mirip, makanya kita harus berhati-hati," kata Friderica.

Friderica pun melaporkan bahwa pada semester I-2023, Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK menerima 4.712 aduan terkait pinjol ilegal dan 180 terkait investasi ilegal.

Dikatakan olehnya pula, walaupun jumlah pengaduan terus melandai, namun modus-modus baru terus bermunculan, dan masyarakat diharapkan untuk tetap waspada.

Friderica pun mengatakan bahwa jangkauan para pelaku semakin luas karena mereka bergerak dengan basis teknologi.