logo
Umbul Ponggok.
Nasional

Kisah Sukses BUMDes Ponggok, dari Desa Miskin Kini Berhasil Raup Miliaran Rupiah

  • Dulu Desa Ponggok dikenal sebagai desa miskin, kini berkembang pesat setelah mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dengan tujuan memperkuat perekonomian desa, dan dibentuk berdasarkan kebutuhan serta potensi yang dimiliki desa.

Dilansir dari gemari.id, dengan mengembangkan perekonomian desa yang maju, diharapkan masyarakat dapat lebih mandiri dalam memajukan daerahnya. Sehingga tidak ada lagi istilah desa tertinggal.

BUMDes diharapkan mampu menciptakan industri kreatif yang dapat memberdayakan warga desa, sehingga mereka tidak perlu merantau ke kota hanya untuk mencari pekerjaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, desa sering disebut sebagai kampung, yaitu suatu wilayah yang terletak jauh dari keramaian kota dan dihuni oleh sekelompok masyarakat, di mana mayoritas penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian.

Stigma kampungan sering dikaitkan dengan mereka yang tinggal di desa, terutama karena keterbatasan akses terhadap teknologi dan informasi. Namun, pandangan ini mulai berubah sejak program BUMDes diperkenalkan.

Adanya BUMDes ini, mereka mampu membuktikan usaha yang dirintis oleh masyarakat desa dapat meraih kesuksesan dan menghasilkan omzet yang besar, seperti halnya BUMDes Ponggok.

BUMDes Ponggok atau dikenal BUMDes Tirta Mandiri merupakan Badan Usaha Milik Desa yang beroperasi di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Didirikan pada 15 Desember 2009, dengan tujuan untuk mengembangkan perekonomian desa, mengelola potensi desa, serta mendorong pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Dilansir dari bumdesponggok.com, BUMDes Tirta Mandiri memiliki 11 unit usaha yang dikelola secara profesional dan berhasil mencatat omzet sebesar Rp12 miliar pada tahun 2017. Keberadaan BUMDes ini memiliki peran penting dalam memaksimalkan potensi desa serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Pada tahun 2017, Desa Ponggok mendapat penghargaan dari Kementerian Desa PDTT sebagai desa terbaik dalam pengelolaan BUMDes. Penghargaan ini menjadi bukti keberhasilan Desa Ponggok dalam memanfaatkan potensi lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa.

Dulu Desa Ponggok dikenal sebagai desa miskin, kini berkembang pesat setelah mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki.

Perkembangan Desa Ponggok tidak lepas dari peran kepemimpinan Junadi Mulyono, kepala desa saat itu. Bersama para akademisi, ia berkolaborasi dalam menggali dan mengembangkan potensi desa. Berkat upaya tersebut, Desa Ponggok menjadi destinasi wisata yang menarik puluhan ribu wisatawan setiap minggu.

Junadi Mulyono memanfaatkan sumber mata air (umbul) di sekitar desa sebagai destinasi wisata. Inisiatif tersebut menarik minat banyak pengunjung, tidak hanya dari Jawa Tengah, tetapi juga dari berbagai daerah di luar wilayah.

Dilansir dari bumdesponggok.com, sebelumnya, pendapatan desa hanya mencapai Rp80 juta per tahun, namun kini meningkat 48 kali lipat menjadi Rp3,9 miliar per tahun. Sementara itu, pendapatan BUMDes pun melonjak hingga Rp14 miliar per tahun.

Umbul Ponggok Hadirkan Pundi-Pundi Uang

Dalam satu hari, kolam renang Umbul Ponggok pernah dipenuhi ribuan pengunjung. Salah satu tujuannya berswafoto di dalam air, yang kini menjadi ciri khas dan keunggulan Umbul Ponggok.

Sebelum tahun 2009, Umbul Ponggok masih belum dikenal oleh banyak orang. Saat itu, Desa Ponggok merupakan desa termiskin di Kecamatan Polanharjo, Klaten. Dari 18 desa yang ada di Polanharjo, Ponggok berada di peringkat paling bawah atau yang paling terbelakang.

Junadi Mulyono tokoh di balik transformasi besar desa yang dihuni lebih dari 2.200 jiwa ini mulai menjabat sebagai kepala desa pada 2007, saat itu Pendapatan Asli Desa (PAD) Ponggok hanya mencapai Rp17 juta per tahun, yang bersumber dari pemanfaatan tanah kas desa.

Seperti wilayah Klaten pada umumnya, Ponggok memiliki kekayaan sumber mata air yang melimpah. Tak heran jika Klaten dijuluki sebagai Kota 1.001 Mata Air. Terletak di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, desa ini dianugerahi banyak sumber mata air alami.

Salah satu aset utama bagi masyarakat setempat adalah Umbul Ponggok, destinasi wisata yang mulai dikelola secara profesional sejak 2009. Untuk mengoptimalkan pengelolaannya, Pemerintah Desa Ponggok mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bernama Tirta Mandiri, yang bertanggung jawab atas berbagai unit usaha di desa, termasuk Umbul Ponggok.

Direktur Umbul Ponggok Hendrik menyatakan dalam setahun terakhir, destinasi wisata ini berhasil meraup pendapatan sekitar Rp4 miliar. Pemasukan tersebut berasal dari rata-rata kunjungan masyarakat yang mencapai 15.000 hingga 20.000 orang per bulan.

Namun, angka ini sebenarnya telah menurun dibandingkan dengan periode sebelum pandemi Covid-19. Puncak kunjungan terjadi pada tahun 2016, ketika jumlah wisatawan mencapai 500.000 orang per tahun. Saat itu, pendapatan Umbul Ponggok bahkan bisa mencapai Rp8 miliar hingga Rp9 miliar per tahun.

Dalam pengembangan Umbul Ponggok, masyarakat turut berperan dalam pembangunan berbagai fasilitas, termasuk area parkir, bangunan, kios, penyediaan meja dan kursi, serta instalasi jaringan air bersih dan penerangan.

Selain itu, para pelaku UMKM diberikan ruang untuk berjualan, seperti makanan dan minuman. Beberapa warga juga memanfaatkan peluang dengan menyewakan peralatan renang dan menjual pakan ikan.

Berhasil Sejahterakan Warganya

Dari pemasukan ini, Desa Ponggok mampu memberikan berbagai fasilitas bagi warganya. Salah satunya adalah program Satu Rumah Satu Sarjana (SRSS), yang memberikan beasiswa mulai dari Rp300 ribu per bulan bagi warga.

Setiap mahasiswa warga Ponggok yang memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) di bawah 3, maka akan mendapatkan beasiswa senilai Rp300.000 per semester. Sedangkan bagi mereka yang mencatatkan IPK di atas 3, akan mendapatkan beasiswa senilai Rp500.000.

Pemerintah Desa Ponggok tidak memberikan beasiswa ini cuma-cuma. Prosedur dan persyaratannya cukup sederhana. Para penerima beasiswa harus mau menjadi marketing desa dengan membantu mempromosikan Desa Ponggok kepada masyarakat luas, baik melalui media sosial, website, maupun platform lainnya.

Pentingnya kehadiran tenaga ahli, Junadi Mulyono berupaya mendorong warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Upaya tersebut diwujudkan melalui pemberian beasiswa bagi warga yang ingin berkuliah. Hal ini dilakukan karena kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dianggap sebagai kunci.

Bukti nyata dari keberhasilan program SRSS terlihat sejak pertama kali diluncurkan pada 2016, ketika enam warga yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Meski penerima beasiswa ini didanai Pemerintah Desa Ponggok, mereka tetap bebas menentukan tempat bekerja, karena beasiswa yang diberikan tidak mengikat.

Selain itu, desa juga menyediakan jaminan kesehatan berupa asuransi bagi seluruh penduduknya. Pendapatan masyarakat pun meningkat, sehingga kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi dengan lebih baik.

Desa Ponggok berhasil membuat 100% warga terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.

Pemerintah Desa Ponggok mulai berupaya menjadikan 100% warganya ke program JKN pada 2016. Upaya ini akhirnya membuahkan hasil pada 2019, setelah Pemdes secara bertahap memasukkan warga yang sebelumnya belum terdaftar dalam program tersebut.