Kominfo Blokir PayPal Cs, Pengamat: Ganggu Perekonomian
- Trissia mengatakan, pemerintah seharusnya menyadari bahwa saat ini perkembangan penggunaan internet dan platform digital di Indonesia sudah berlangsung dengan pesat.
Nasional
JAKARTA - Head of Economic Opportunities Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya mengemukakan bahwa pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terhadap beberapa platform digital, termasuk PayPal, dapat berdampak pada kegiatan ekonomi di tanah air.
Trissia mengatakan, pemerintah seharusnya menyadari bahwa saat ini perkembangan penggunaan internet dan platform digital di Indonesia sudah berlangsung dengan pesat.
Pemblokiran yang dilakukan Kominfo kepada Paypal, Yahoo Search Engine, Xandr, Steam, Dota, Counter Strike, Epic Game, dan Origin EA pada gilirannya dapat menjadi disrupsi yang mengganggu kegiatan ekonomi, knowledge sharing, dan hiburan.
- Beban Pokok Bengkak, Laba Bersih Produsen Rokok Sampoerna (HMSP) Menyusut Jadi Rp3,04 Triliun
- 10 Paspor Terkuat di Dunia, Ada Jepang hingga Jerman
- Catat! Tarif Airport Tax Bandara Soekarno Hatta Naik Mulai Hari Ini
"Disrupsi juga dapat berdampak pada kerahasiaan data pribadi, keamanan individual, serta pada akhirnya kebebasan berekspresi individu," ujar Trissia melalui keterangan tertulis yang diterima TrenAsia, Selasa, 2 Agustus 2022.
Sebagai informasi, pada hari Sabtu, 30 Juli 2022, Kominfo memblokir delapan platform yang disebutkan di atas karena belum terdaftar di kementerian setelah tenggat waktu pendaftarannya berlalu.
Pemblokiran ini pun memancing kritik dari berbagai pihak karena dampaknya pada kesejahteraan pengguna platform, misalnya untuk fasilitas pembayaran seperti PayPal yang banyak digunakan oleh pekerja lepas untuk menerima upah dari pekerjaan lintas-negara.
Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5/2020 yang mengatur pemblokiran itu mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) lingkup privat untuk memberikan akses terhadap sistem atau data elektronik mereka kepada kementerian, dalam hal ini Kominfo.
Walaupun akses itu dikatakan sebagai upaya pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Trissia menilai bahwa tidak ada jaminan dari pemerintah yang bisa memastikan sistem atau data PSE tersebut dapat terlindungi dengan baik dan terjamin kerahasiaannya.
- Gegara Migor dan Pungutan Ekspor CPO, BPDPKS Kehilangan Potensi Pendapatan hingga Rp16,8 Triliun
- Pertamina Buka Suara Usai Gaduh Beli Pertalite Pakai MyPertamina pada 1 Agustus 2022
- Mantan Kapolri Timur Pradopo Undur Diri dari Komisaris Pollux Hotels (POLI)
"Cuma satu masalah temporer yang terselesaikan dari pemblokiran ini, yakni pemerintah mulai menjalankan perannya sebagai regulator dalam perlindungan data. Tapi, kini muncul masalah baru, yakni apakah pemerintah sudah benar-benar bisa menjamin perlindungan atas data yang kini bisa diaksesnya dari platform-platform digital ini?" kata Trissia.
Menurut Trissia, sebaiknya akses ke sistem PSE lingkup private ini dijadikan sebagai upaya terakhir saja dan Kominfo lebih menaruh prioritas pada tindakan mitigasi keamanan informasi serta regulasi mengenai kedaulatan data.
CIPS pun menekankan kepada pemerintah untuk mengakomodasi berbagai masukan, terutama terkait dengan aspek legalitas, siapa yang dapat memberikan izin akses, serta bagaimana data itu dikontrol dan disimpan oleh siapa.