Kominfo Blokir Ratusan Aplikasi Fintech Ilegal

  • Ada 385 aplikasi dan situs layanan pinjaman online yang diblokir pemerintah karena tidak memiliki izin resmi atau ilegal dan berpotensi merugikan nasabah.

trenasia

trenasia

Author

JAKARTA. Untuk mencegah kerugian di masyarakat, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir 385 aplikasi dan situs financial technology ( Fintech) sejak tahun 2017. Situs layanan pinjaman online tersebut diblokir karena tidak memiliki izin resmi atau ilegal dan berpotensi merugikan nasabah.

Dikutip dari Kompas.com, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan, 385 fintech ilegal tersebut terdiri dari 76 situs web dan 309 aplikasi fintech. “Saat ini data yang berisi Domain Name Server (DNS) aplikasi dan nama situs web fintech ilegal tersebut telah diblokir,” ungkap Semuel.

Kendati begitu, ada dua aplikasi yang sebelumnya diblokir telah masuk ke daftar normalisasi setelah mendaftarkan diri ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemblokiran oleh Kemenkominfo hanya berlaku untuk aplikasi dan situs yang berada di luar layanan digital seperti Google Play dan App Store. 

Sedangkan pemblokiran aplikasi-aplikasi fintech ilegal yang tersedia di Google Play dan App Store harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan perusahaan terkait. “Sejauh ini, temuan dari OJK diajukan ke Kemkominfo, kami blokir. Kalau ada aplikasinya di Google Play, kami minta Google untuk tutup,” kata Semuel. 

Saat ini disinyalir terdapat ratusan fintech ilegal yang beroperasi di tengah masyarakat. Bukan hanya fintech lokal, sebagian perusahaan fintech ilegal tersebut berasal dari luar negeri.

Sebelumnya, Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, hasil temuan dari Satgas Waspada Investasi menunjukkan, terdapat banyak perusahaan fintech yang belum terdaftar tapi sudah menawarkan layanan ke masyarakat.

“Ini ada dari China, Thailand, Amerika Serikat hingga Malaysia melihat pasar Indonesia yang empuk dengan embel-embel mengatakan untuk meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia,” ungkap Hendrikus Passagi kepada CNBC baru-baru ini.

OJK menilai salah satu negara asal layanan tersebut yaitu Cina saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan pengetatan peraturan P2P Lending. Sehingga, banyak pemain dari Negeri Tirai Bambu yang merambah ke pasar keuangan digital Indonesia.(Hidayat, SN)