Komisi XI DPR Curigai Adanya Pengaturan Diskriminatif dalam RPMK Terkait Rokok Elektrik
- “Ada apa dengan Menkes? Kami mencurigai adanya intervensi dari perusahaan rokok global yang ingin produk rokok elektronik padat tidak diatur dan diawasi oleh pemerintah,” tegas Misbakhun.
Nasional
JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mempertanyakan adanya kemungkinan pihak tertentu yang berupaya mempengaruhi ketentuan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Ia mencurigai adanya kepentingan yang menguntungkan segelintir pelaku usaha rokok elektrik tertentu.
Perbedaan Ketentuan dalam Pasal RPMK
Misbakhun menyoroti adanya ketidaksesuaian antara Pasal 3 dan Pasal 7 dalam rancangan peraturan tersebut. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa ruang lingkup pengaturan RPMK mencakup standardisasi kemasan produk tembakau dan rokok elektronik. Pasal 3 ayat (3) kemudian menjelaskan bahwa rokok elektronik terbagi menjadi tiga jenis, yakni sistem terbuka (isi ulang cairan nikotin), sistem tertutup (cartridge sekali pakai), dan rokok elektronik padat.
Namun, dalam Pasal 7, pengaturan lebih rinci terkait standardisasi kemasan hanya berlaku untuk rokok elektronik sistem terbuka dan tertutup. Tidak ada pengaturan yang jelas untuk rokok elektronik padat, sehingga menimbulkan tanda tanya bagi Misbakhun. Ia khawatir hal ini bisa menjadi celah bagi intervensi perusahaan rokok global yang ingin menghindari pengaturan dan pengawasan terhadap rokok elektronik padat, yang sebagian besar merupakan produk impor.
“Ada apa dengan Menkes? Kami mencurigai adanya intervensi dari perusahaan rokok global yang ingin produk rokok elektronik padat tidak diatur dan diawasi oleh pemerintah,” tegas Misbakhun saat berbicara dalam acara Halaqoh Nasional bertema 'Telaah RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik' yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) beberapa waktu lalu.
Dampak Regulasi Terhadap Industri Rokok Elektrik UMKM
Kemenkes sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk dari ekosistem pertembakauan. Saat ini, RPMK yang sedang disusun oleh Kemenkes juga mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan. Misbakhun menekankan bahwa mayoritas pelaku industri rokok elektronik di Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tergabung dalam industri kreatif. Jika aturan ini diterapkan, banyak UMKM tersebut akan kesulitan bersaing dengan perusahaan-perusahaan global yang memiliki modal besar.
“Jika pengaturan rokok elektronik padat tidak diatur dalam RPMK, maka akan timbul persaingan yang tidak adil antara UMKM dan pelaku usaha global. Ini jelas merugikan UMKM yang memiliki modal terbatas,” jelas Misbakhun.
Ketidakadilan dalam Pengaturan RPMK
Lebih lanjut, Misbakhun menilai bahwa pengaturan RPMK yang hanya mencakup produk tembakau konvensional, tembakau iris, kantong nikotin, serta rokok elektronik sistem terbuka dan tertutup, tanpa mencakup rokok elektronik padat, menciptakan ketidakadilan dalam berusaha. Menurutnya, pemerintah perlu membuat regulasi yang adil dan tidak diskriminatif, agar tercipta iklim usaha yang sehat bagi seluruh pelaku usaha, termasuk mereka yang terlibat dalam industri rokok elektronik.
“Pengaturan yang diskriminatif ini akan menyebabkan iklim usaha yang tidak sehat bagi para pelaku industri rokok elektronik di tanah air,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Pentingnya Regulasi yang Konstitusional
Misbakhun juga mengingatkan pemerintah agar selalu menjaga konstitusionalitas dalam setiap produk hukum yang dihasilkan. Ia menegaskan bahwa perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan amanat konstitusi, sehingga produk hukum yang dibuat harus sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi, seperti undang-undang.
"Regulasi haruslah konstitusional. Jangan sampai peraturan di bawah undang-undang malah mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang itu sendiri," tutup Misbakhun.
Dengan adanya kritik dari berbagai pihak, pemerintah diharapkan dapat mengkaji ulang RPMK yang sedang dirumuskan, agar tidak merugikan pelaku usaha kecil dan menciptakan keadilan dalam industri rokok elektronik.