
Kondisi Ekonomi 2025 Masih Rentan, Perbankan Perlu Kelola Ketidakpastian Global
- Meskipun terdapat gencatan senjata di Gaza, dampaknya terhadap kestabilan ekonomi global masih belum bisa dipastikan. Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump meningkatkan risiko perang dagang.
Perbankan
JAKARTA - Perekonomian global diperkirakan melambat berdasarkan hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triwulan I-2025. Faktor utama yang berkontribusi terhadap ketidakpastian ini adalah tensi geopolitik yang masih tinggi, termasuk konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina.
Meskipun terdapat gencatan senjata di Gaza, dampaknya terhadap kestabilan ekonomi global masih belum bisa dipastikan. Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan Presiden AS Donald Trump meningkatkan risiko perang dagang.
Hal ini berpotensi memperkuat ekonomi Amerika Serikat (AS) tetapi membatasi ruang penurunan suku bunga acuan The Fed (FFR) pada 2025. Perubahan ini berdampak langsung pada kebijakan moneter global dan dapat mempengaruhi stabilitas keuangan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
- Pembukaan LQ45 Hari Ini: BBRI dan BBTN Kompak Terbang
- Usai Berdarah, IHSG Hari Ini Dibuka Menguat 114 Poin
- IHSG Menguat 1,74 Persen di Awal Ramadan, BBCA dan BBRI Jadi Pendorong
Di sisi lain, ekonomi Indonesia diperkirakan tetap stabil pada 2025. Hal ini didukung beberapa faktor, seperti penurunan suku bunga acuan, kebijakan ekonomi pro-pertumbuhan dari pemerintah, serta meningkatnya investasi setelah berakhirnya periode politik pada 2024.
Konsumsi rumah tangga dan sektor manufaktur tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Namun, perlambatan ekonomi China akibat perang dagang dapat berdampak pada ekspor Indonesia, mengingat China adalah tujuan utama ekspor Indonesia dengan pangsa sebesar 26,40% menurut data BPS per Desember 2024.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perbankan Indonesia Tahun 2025
Berbagai faktor global dan domestik dapat memengaruhi sektor perbankan Indonesia pada tahun 2025. Dari sisi global, tiga faktor utama yang berpengaruh adalah:
- Ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga AS (FFR), yang dapat mempengaruhi suku bunga BI-Rate, suku bunga deposito, serta kredit perbankan di Indonesia.
- Fluktuasi suku bunga AS yang dapat berdampak pada perilaku investor asing dan aliran modal ke Indonesia.
- Konflik geopolitik global yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah.
Sementara itu, faktor domestik yang memengaruhi perbankan meliputi:
- Pertumbuhan Ekonomi Nasional: Pertumbuhan ekonomi yang moderat dapat memengaruhi permintaan kredit dan likuiditas bank.
- Kebijakan Fiskal dan Moneter: Keputusan Bank Indonesia dan pemerintah dalam mengatur suku bunga dan kebijakan kredit akan berperan penting dalam stabilitas perbankan.
- Stabilitas Sistem Keuangan: Kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan sangat bergantung pada stabilitas sistem keuangan nasional.
- Digitalisasi dan Teknologi Finansial: Adopsi teknologi digital dan perbankan digital semakin luas, menuntut inovasi layanan dan peningkatan keamanan siber bagi bank.
Tantangan dan Risiko yang Dihadapi Perbankan pada 2025
Hasil survei menunjukkan bahwa perbankan Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan risiko utama pada tahun 2025:
- Pengetatan likuiditas yang dapat menghambat ekspansi kredit.
- Penurunan kualitas kredit, yang bisa menyebabkan peningkatan kredit bermasalah (NPL).
- Ancaman keamanan siber (Cyber Risk) seiring dengan semakin meningkatnya digitalisasi layanan keuangan.
Untuk mengatasi tantangan ini, perbankan telah menyiapkan strategi mitigasi, antara lain:
- Menyeleksi ekspansi kredit guna menjaga kualitas portofolio kredit.
- Mengoptimalkan manajemen likuiditas dan mencari sumber pendanaan yang murah serta stabil.
- Melakukan diversifikasi portofolio ke berbagai sektor untuk mengurangi risiko.
- Meningkatkan manajemen risiko dengan memperkuat sistem identifikasi dan mitigasi risiko.
- Memperkuat sistem keamanan digital guna menangkal serangan siber.
Dampak Kenaikan PPN 12% terhadap Perbankan
Pemerintah telah meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Menurut sebagian besar responden, dampak kenaikan PPN ini terhadap penyaluran kredit perbankan relatif terbatas, karena debitur yang terdampak umumnya memiliki arus kas yang stabil.
Namun, beberapa sektor seperti otomotif (khususnya Low Cost Green Car), properti mewah, serta pariwisata dan perhotelan mewah diperkirakan akan terkena dampaknya.
Perbankan mengantisipasi dampak ini dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit dan melakukan diversifikasi portofolio ke sektor yang lebih stabil.
Baca Juga: Hukum Mati Eks Kepala Bank of China, Ini Kebijakan Xi Jinping dalam Berantas Korupsi
Prospek Pembiayaan Hijau di Tahun 2025
Pembiayaan hijau menjadi peluang baru bagi perbankan pada 2025 seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap ekonomi berkelanjutan. Beberapa faktor pendukungnya antara lain:
- Proyek-proyek hijau yang semakin berkembang.
- Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan program ekonomi hijau menuju net zero emission pada 2060.
- Minat masyarakat terhadap investasi berkelanjutan yang semakin tinggi.
Namun, ada tantangan yang harus diatasi seperti regulasi yang belum jelas, insentif yang masih terbatas, infrastruktur yang belum memadai, teknologi hijau yang mahal, serta risiko greenwashing.
Prospek Sektor Manufaktur dan Properti di Tahun 2025
Sektor manufaktur diperkirakan tetap tumbuh, didukung oleh kebijakan pemerintah seperti insentif pajak dan subsidi bagi industri padat karya. Sementara itu, sektor properti diproyeksikan tumbuh meskipun terbatas, dengan faktor pendorong seperti:
- Penurunan BI-Rate yang dapat menurunkan suku bunga KPR.
- Penyelesaian proyek infrastruktur seperti MRT dan LRT yang meningkatkan daya tarik properti.
- Program subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
- Downgrade Saham RI Iringi Peresmian Danantara
- Danantara Buka Lowongan, Seleksi Dilakukan Profesional Dalam dan Luar Negeri
- Jadi Petinggi Danantara, Inilah Kasus Hukum yang Menghantui Dony Oskaria
Dampak Kenaikan Upah Minimum 2025 terhadap Perbankan
Pemerintah menaikkan upah minimum sebesar 6,5% pada 2025. Dampaknya terhadap perbankan adalah:
- Peningkatan daya beli masyarakat yang mendorong kredit konsumsi dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
- Kenaikan beban operasional bagi industri padat karya yang dapat meningkatkan risiko kredit bermasalah (NPL).
- Peningkatan biaya operasional perbankan, yang dapat berdampak pada efisiensi dan profitabilitas bank.
- Potensi inflasi yang lebih tinggi, yang dapat mendorong penyesuaian suku bunga oleh Bank Indonesia.
Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada di tahun 2025, perbankan diharapkan dapat terus beradaptasi dan memperkuat strategi mitigasi risiko guna menjaga stabilitas serta pertumbuhan yang berkelanjutan.