Konglomerat Susilo Wonowidjojo Diduga Mengemplang Utang, Gudang Garam Buka Suara
- Sebagai salah satu perusahaan yang dimiliki Susilo, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) akhirnya angkat bicara mengenai kasus yang menjerat presiden direkturnya
Korporasi
JAKARTA – Konglomerat Susilo Wonowidjojo saat ini tengah menghadapi gugatan dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penipuan dan tindak pidana pencucian uang yang dilayangkan oleh PT Bank OCBC NISP Tbk.
Sebagai salah satu perusahaan yang dimiliki Susilo, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) akhirnya angkat bicara mengenai kasus yang menjerat presiden direkturnya. Dalam penjelannya kepada, mengatakan kasus ini tak berkaitan dengan perusahaan.
“Perseroan dengan ini mengklarifikasi bahwa perihal perkara tersebut di atas tidak berkaitan dengan Perseroan,” terang Corporate Secretary GGRM, Heru Budiman kepada Bursa Efek Indonesia, Jumat 10 Februari 2023.
- Kompak Lawan Diskriminasi Ekspor Kelapa Sawit, Indonesia-Malaysia Datangi Uni Eropa
- Raup Laba Rp51,4 triliun, Erick Thohir Apresiasi Keberhasilan BRI Lakukan Efisiensi
- Pasar Mengobservasi Prospek Kebijakan The Fed, Kurs Rupiah Berpotensi Melemah
Profil Susilo Wonowidjojo
Dikutip dari berbagai sumber, Susilo Wonowidjojo yang memiliki nama asli Cai Daoping adalah pengusaha kelahiran Kediri, 18 November 1956.
Ia adalah pengusaha keturunan Tionghoa yang mewarisi usaha ayahnya yang bernama Surya Wonowidjojo (nama asli: Tjoa Ing Hwie). Ayahnya itu adalah seorang pengusaha roko asal China yang menetap di Madura sejak 1926 dan memulai usaha sebagai pedagang keliling.
Surya pindah ke Kediri dan mulai bekerja di pabrik rokok Cap 93 milik pamannya sebelum ia mulai membuat perusahaan rokok sendiri bersama 50 mantan karyawan sang paman.
Surya mendirikan pabrik rokok klobot bernama Ing Hwie yang menjadi cikal bakal dari perusahaan Gudang Garam, dan pabrik itu didirikannya pada 26 Juni 1958.
Surya memimpin sendiri perusahaan sampai akhir hayatnya sebelum digantikan oleh putra pertamanya yang bernama Rachman Halim (Tjoa To Hing). Rachman adalah kakak dari Susilo.
Setahun setelah itu, Susilo yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden direktur pun ditunjuk sebagai presiden direktur menggantikan kakaknya.
Susilo sendiri memang sudah disiapkan untuk menjadi pewaris Gudang Garam jauh sebelum sang kakak meninggal dunia.
Pada tahun 1979, Susilo berperan dalam pengembangan mesin khusus untuk produksi rokok kretek, dan pada tahun 2022, Susilo pun menginovasikan rokok kretek mild dengan kadar nikotin dan tar yang lebih rendah.
Kemudian, Susilo juga cukup berjasa dalam merumuskan penemuan metode filter rokok dan mendapatkan hak paten di Amerika Serikat (AS) pada 2022.
Upaya tersebut dilakukannya bersama rekan bisnisnya yang bernama Buana Susilo (sebelumnya menjabat sebagai direktur manufaktur PT Gudang Garam Tbk).
Di bawah kepemimpinan Susilo, Gudang Garam pun dikenal sebagai salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia dengan produksi hingga 70 miliar batang pertahun.
Pangsa pasar Gudang Garam pun berkembang tidak hanya di pasar domestik, tapi juga mencakup ekosistem internasional.
Per 2 Februari 2023, majalah Forbes mencatat kekayaan Susilo Wonowidjojo mencapai US$3,5 miliar atau setara dengan Rp52,03 triliun dalam asumsi kurs Rp14.868 per-dolar AS.
Saat ini, Susilo tercatat sebagai orang terkaya ke-14 di Indonesia. Sebelumnya, Susilo sempat masuk jajaran 10 orang terkaya Indonesia.
Akan tetapi, kekayaannya menguap diduga karena dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah semakin gencar mengekang kebijakan untuk mengurangi konsumsi rokok.
- Kompak Lawan Diskriminasi Ekspor Kelapa Sawit, Indonesia-Malaysia Datangi Uni Eropa
- Raup Laba Rp51,4 triliun, Erick Thohir Apresiasi Keberhasilan BRI Lakukan Efisiensi
- Pasar Mengobservasi Prospek Kebijakan The Fed, Kurs Rupiah Berpotensi Melemah
Susilo vs OCBC NISP
Sebagai informasi, Bank OCBC NISP melaporkan Direksi, Komisaris dan Pemegang Saham PT Hari Mahardika Utama (PT HMU) di antaranya adalah Susilo Wonowidjojo ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penipuan dan tindak pidana pencucian uang.
Bank OCBC NISP juga melaporkan Direksi dan Komisaris PT Hair Star Indonesia (PT HSI), yang sebelumnya merupakan anak perusahaan PT HMU yang telah merugikan Bank OCBC NISP berupa kredit macet hingga senilai kurang lebih Rp232 miliar dan total sekitar Rp 1 triliun di beberapa Bank lainnya.
Dalam laporan Bank OCBC NISP di Bareskrim menyebutkan PT Hair Star lndonesia (PT HSI) mempunyai pinjaman kepada Bank OCBC NISP sejak 2016. Sesuai perjanjian kredit tersebut, Bank OCBC NISP memberikan kredit modal kerja untuk mendukung pengembangan bisnis rambut palsu atau wig PT HSI yang pabriknya berada di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pada saat kredit tersebut diberikan di Agustus 2016, Meylinda Setyo (Istri Susilo Wonowidjojo) berada dalam Susunan Pengurus PT HSI sebagai Presiden Komisaris. Pada tahun yang sama di bulan Desember, PT HMU milik Susilo Wonowidjojo menjadi pemegang saham pengendali PT HSI bersama PT Surya Multi Flora, dengan masing-masing sebanyak 50% saham.
Adapun berdasarkan data AHU, Kementerian Hukum dan HAM, akta Nomor 016 tanggal 28 Juli 2016 dan diperbarui pada 21 Juli 2021, Susilo Wonowidjojo memiliki sebanyak 99,9% saham PT HMU senilai Rp1,93 triliun.
- Kompak Lawan Diskriminasi Ekspor Kelapa Sawit, Indonesia-Malaysia Datangi Uni Eropa
- Raup Laba Rp51,4 triliun, Erick Thohir Apresiasi Keberhasilan BRI Lakukan Efisiensi
- Pasar Mengobservasi Prospek Kebijakan The Fed, Kurs Rupiah Berpotensi Melemah
- Pesta Retail Nasional 2023, Dukung UMKM Naik Kelas Lewat Digitalisasi dan Kolaborasi
“Jadi ketika kredit diberikan, Meylinda Setyo yang adalah Istri Susilo Wonowidjojo menjabat sebagai Presiden Komisaris PT HSI, dan kemudian PT HMU menjadi pemegang saham 50% saham PT HSI, dimana Susilo Wonowidjojo merupakan pemilik PT HMU yang mengendalikan PT HSI. Status itulah yang juga menjadi pertimbangan banyak bank, selain Bank OCBC NISP untuk memberikan kredit kepada PT HSI selama periode 2016-2021," jelas Hasbi Setiawan SH. MKn, sebagai Tim Kuasa Hukum Bank OCBC NISP.
Terkait kepemilikan saham, pada 17 Mei 2021, berdasarkan akta perusahaan Nomor 12, kepemilikan 50% saham PT HMU di PT HSI tiba-tiba beralih kepada Hadi Kristianto Niti Santoso. Sementara PT Surya Multi Flora tetap memiliki 50% saham.
“Hilangnya saham PT HMU dari PT HSI itu kemudian diikuti dengan aksi PKPU yang akhirnya berujung pailit terhadap PT HSI di Pengadilan Niaga Surabaya pada tahun 2021. Kami menduga adanya indikasi perbuatan melawan hukum dari PT. HMU untuk menghindari kewajiban PT HSI kepada para bank,” ujar Hasbi.
Pihaknya menyayangkan, buruknya pengelolaan PT HSI padahal dimiliki oleh salah satu orang yang sering diberitakan media sebagai konglomerat dan orang terkaya di Indonesia.
“Jika kasus ini tidak ditangani dengan baik, kami khawatir kepastian hukum dan industri perbankan akan menjadi korban. Kami serahkan penanganan kasus ini ke Bareskrim Polri, dan kami yakin Bareskrim Polri akan profesional dan terbuka dalam menangani kasus ini, sesuai dengan janji Bapak Kapolri Jendral Listyo Sigit bahwa Polri akan selalu Presisi. Kami akan menjalani seluruh proses hukumnya,” tutup Hasbi.
Bank OCBC NISP juga mengajukan gugatan secara perdata di Pengadilan Negeri Sidoarjo Jawa Timur, dan sidang perdana dijadwalkan pada Selasa, 7 Februari 2023. Pihak-pihak yang menjadi tergugat yakni: Susilo Wonowidjojo, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja, Sundoro Niti Santoso. Serta turut tergugat PT HSI dan Ida Mustika.