Kongsi dengan Saudi Aramco di Cilacap Bubar, Pertamina Untung
JAKARTA – Keputusan PT Pertamina (Persero) membatalkan rencana kerja sama pengembangan kilang minyak di Cilacap dengan Saudi Arabia Oil Co. (Saudi Aramco) dinilai menguntungkan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas itu. Menurut sumber di internal Pertamina yang enggan menyebutkan namanya mengungkapkan, jika kerja sama dengan Saudi Aramco tetap dilanjutkan justru akan merugikan […]
Industri
JAKARTA – Keputusan PT Pertamina (Persero) membatalkan rencana kerja sama pengembangan kilang minyak di Cilacap dengan Saudi Arabia Oil Co. (Saudi Aramco) dinilai menguntungkan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas itu.
Menurut sumber di internal Pertamina yang enggan menyebutkan namanya mengungkapkan, jika kerja sama dengan Saudi Aramco tetap dilanjutkan justru akan merugikan Pertamina.
“Salah satu poin yang merugikan Pertamina itu terkait valuasi aset kilang Cilacap yang hanya dihargai US$2,8 miliar oleh Saudi Aramco. Padahal konsultan penilai independen yang ditunjuk Pertamina menilai aset kilang Cilacap dua kali lipat dari angka Aramco itu,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya kepada TrenAsia.com, Senin 8 Juni 2020.
Berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) pada Juni 2018, nilai aset RU IV Cilacap sebesar US$5,66 miliar atau sekitar Rp79,95 triliun. Kilang ini memiliki kapasitas produksi sebanyak 348.000 barel per hari.
“Jika dipaksakan yang rugi juga Pertamina. Apalagi kongsi dengan Saudi Aramco ini hanya menambah kapasitas produksi kilang Cilacap sebesar 50.000 barel per hari. Masuknya Saudi Aramco itu tidak signifikan jika harus mengorbankan aset negara,” imbuh si sumber.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Gagalnya proyek Aramco dan Pertamina di Cilacap diduga juga terkait dengan selesainya proyek sejenis yang dibangun Aramco dan Petronas di Malaysia tahun lalu. Di negeri jiran itu, Aramco dan Petronas membentuk dua usaha joint ventures untuk proyek pengembangan kilang dan petrokimia terpadu (Refinery and Petrochemical Integrated Development/RAPID Project). Proyek kilang minyak berkapasitas 300.000 barel minyak mentah itu dibangun dengan investasi US$7 miliar.
“Kapasitas produksi BBM di Malaysia sebenarnya sudah berlebih. Dengan membangun kilang baru, tentunya kilang juga butuh pasar baru. Ini yang membuat Aramco tidak jadi bikin kilang di Cilacap. Mungkin Indonesia hanya akan jadi target jualan Aramco” tutur sumber tersebut.
Janji Pahit Raja Arab
Sesuai rencana awal, Pertamina akan melakukan spin off Refinary Unit (RU) IV Cilacap ke anak perusahaan yang jadi kongsi antara Pertamina dan Aramco di Cilacap. Dalam perusahaan kongsi itu Pertamina akan memiliki saham 55% dan Saudi Aramco 45%.
Sebagai bagian dari proses spin off, dilakukan penilaian terhadap aset dari RU IV Cilacap tersebut. Apalagi pada tahun 2015 kilang Cilacap baru saja mengalami tambahan investasi di 2015 senilai US$392 juta dalam Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC). Melalui PLBC kilang Cilacap mampu menghasilkan BBM setara EURO IV.
Sebagai informasi, kilang Cilacap tahap I beroperasi pada 1976 dengan kapasitas 118.000 barel per hari, sementara kilang Cilacap II beroperasi pada tahun 1983 dengan kapasitas 230.000 bpd. Produksi kilang Cilacap itu setara dengan 33% dari kapasitas kilang minyak yang dioperasikan PT Pertamina.
Produk yang dihasilkan berupa Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Premium, Kerosene, Solar, Pertamax hingga Avtur. Selain BBM, kilang Cilacap juga memproduksi LPG, ashpalt, sulfur dan produk Petrokimia seperti Benzene dan Propylene.
Pertamina awalnya sangat optimistis kongsi ini berjalan mulus. Menteri BUMN kala itu Rini Soemarno bahkan sudah meneken persetujuan spin off RU IV Cilacap ke anak usaha Pertamina yang bakal jadi kongsi. Keyakinan semakin bertambah, saat Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud berkunjung ke Indonesia Maret 2017. Sang Raja menyatakan bahwa proyek Refinary Development Masterplan Program (RDMP) Kilang Cilacap bakal jadi prioritas.
Sebagai bukti keseriusannya, Pertamina dan Saudi Aramco menandatangani Refinary Development Masterplan Program Cilacap senilai US$6 miliar atau sekitar Rp84 triliun saat pertemuan antara Presiden Jokowi dan Raja Salman di Istana Bogor, Rabu 1 Maret 2017.
Dua tahun tak kunjung dibangun, Jokowi menemui Raja Salman di Arab Saudi April 2019. Saat pertemuan, kepada Presiden Jokowi Raja Salman kembali menyampaikan komitmennya untuk melanjutkan proyek Cilacap. Namun komitmen Raja Arab itu hanya pepesan kosong.
“Saudi Aramco melalui CEO-nya mempersilakan Pertamina untuk menjalankan pembangunan kilang Cilacap ini sendiri. Sebab, manajemen Saudi Aramco masih fokus ke proyek yang lain,” ungkap Ignatius Talullembang, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina PT Pertamina 8 Juni 2020. (SKO)