<p>Ilustrasi startup telemedis (telemedicine) / Shutterstock</p>
Gaya Hidup

Konsep Pengurangan Bahaya Tembakau Melalui Telemedis Butuh Dukungan Pemerintah

  • Dalam menanggulangi hal tersebut, sosialisasi pengurangan bahaya tembakau melalui layanan telemedis dapat menjadi solusi alternatif apabila turut diperkuat dengan kebijakan dan dukungan dari pemerintah.

Gaya Hidup

Reza Pahlevi

JAKARTA – Merokok telah menjadi salah satu sumber masalah kesehatan di Indonesia. Dalam menanggulangi hal tersebut, sosialisasi pengurangan bahaya tembakau melalui layanan telemedis dapat menjadi solusi alternatif apabila turut diperkuat dengan kebijakan dan dukungan dari pemerintah.

Konsep pengurangan bahaya tembakau menawarkan alternatif yang lebih rendah risiko kepada perokok dewasa yang ingin berhenti merokok. Diharapkan, mereka yang sulit berhenti merokok dapat beralih ke produk-produk yang telah menerapkan prinsip pengurangan bahaya dan terbukti secara ilmiah memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan rokok, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun snus.

Head of Medical Community Alodokter, Alni Magdalena, mengatakan pengurangan bahaya tembakau bisa dipadukan dengan layanan telemedis. Layanan ini memiliki peluang memperluas akses bagi perokok untuk mendapatkan program berhenti merokok yang berdasarkan bukti ilmiah. Selain memberikan kemudahan dalam akses dan mengurangi biaya kesehatan, khususnya bagi perokok yang memerlukan kontrol yang rutin, telemedis juga dapat meningkatkan kualitas layanan dalam memonitor jadwal pemeriksaan lanjutan.

“Telemedis sebagai bagian dari teknologi kesehatan perlu adaptasi sesuai perkembangan zaman. Jadi, telemedis dapat digunakan untuk pengananan perilaku pengurangan bahaya,” katanya.

Alni meneruskan, layanan telemedis dijadikan sebagai penilaian awal mengenai perilaku merokok terhadap seseorang. Misalnya, berapa banyak konsumsi rokok dalam sehari. “Apakah pasien ada niatan berhenti merokok atau tidak? Kalau pasien sudah mengatakan mau berhenti namun sulit, kami bantu untuk berhenti merokok,” ujarnya.

Tahap awalnya dengan melakukan konseling yang kemudian dilanjutkan pemberian obat. Setelah itu, pasien harus melakukan kontrol secara berkala yang sesuai dengan rencana. “Kita tahu berhenti merokok itu harus ditindaklanjuti secara berkala karena banyaknya pasien yang relapse lagi setelah beberapa minggu. Dengan teknologi ada pengingat otomatis untuk sesi lanjutan kepada pasien,” ucap Alni.

Berdasarkan penelitian, program berhenti merokok yang dilakukan lewat telemedis sama efektifnya jika dibandingkan dengan pasien yang lewat tatap muka langsung.  “Jadi tidak ada hambatan untuk berhenti merokok lewat layanan telemedis. Layanan ini efektif dan banyak hal yang lebih efisien dilakukan jika dibandingkan dengan layanan konvensional,” kata Alni.

Lebih lanjut, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo, menjelaskan pengurangan bahaya tembakau merupakan inovasi untuk mengurangi epidemi merokok. Dengan semakin berkembangnya layanan kesehatan, konsep ini dapat dikolaborasikan dengan telemedis. “Keberadaan layanan ini dapat mendukung konsep pengurangan bahaya terhadap perilaku berisiko,” katanya kepada wartawan.

Bimmo pun berharap konsep pengurangan bahaya tembakau melalui layanan telemedis mendapatkan dukungan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan. Hadirnya kebijakan akan memaksimalkan potensi dari konsep ini dalam menciptakan perbaikan kesehatan publik.

“Konsep ini sebagai pelengkap yang sudah ada seperti konseling, pendidikan, dan sebagainya. Prinsip dari strategi ini untuk meminimalisasi bahaya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutup Bimmo.