<p>BUMN Karya yang terdiri dari Adhi Karya, Wijaya Karya, Waskita Karya, PT PP, Hutama Karya, Brantas Abipraya / Twitter @waskita_karya</p>
Industri

Konstruksi Terguncang Pandemi, BUMN Karya Ramai-ramai Pangkas Belanja Modal 2020

  • Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan saat ini sedang terjadi resesi ekonomi, jadi banyak BUMN termasuk yang bergerak di bidang konstruksi itu memotong capex mereka. Perusahaan pelat merah pasti mengurangi alokasi belanja karena menurunnya kondisi keuangan.

Industri
wahyudatun nisa

wahyudatun nisa

Author

JAKARTA – Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya kompak memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) untuk tahun 2020. Tren pemangkasan belanja modal ini terjadi seiring dengan tantangan ekosistem bisnis terutama di bidang konstruksi.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan saat ini sedang terjadi resesi ekonomi, jadi banyak BUMN termasuk yang bergerak di bidang konstruksi itu memotong capex mereka. Perusahaan pelat merah pasti mengurangi alokasi belanja karena menurunnya kondisi keuangan.

“Itu (memangkas capex) hal yang wajar, karena cashflow-nya (arus kas) lagi tidak bagus. Kinerja keuangannya turun, ya capex-nya dipotong,” kata Agus kepada reporter TrenAsia.com, Senin, 31 Agustus 2020.

Menurutnya dengan adanya pemangkasan capex, perusahaan bakal menunda ekspansi tahun ini. Nantinya, langkah ekspansi perusahaan akan berlanjut jika kondisi berangsur membaik dan kinerja keuangan tumbuh positif.

Berdasarkan riset TrenAsia.com, Senin, 31 Agustus 2020, sejumlah perusahaan konstruksi pelat merah ramai-ramai memangkas proyeksi belanja modal untuk tahun buku 2020. Hal itu terjadi akibat terpaan badai pandemi COVID-19 yang mumukul industri konstruksi Tanah Air.

Keempat BUMN Karya itu antara lain PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI).

Ilustrasi BUMN Karya, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. / Wika.co.id

Wijaya Karya

Emiten konstruksi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mengurangi alokasi belanja modalnya hampir 80%. Angka ini tercatat paling besar dibandingkan dengan empat perusahaan pelat merah lainnya. Capex perusahaan bersandi saham WIKA ini dipangkas menjadi Rp2,39 triliun dari yang semula sebesar Rp11,5 triliun.

Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya mengatakan perseroan sudah mengkaji perampingan struktur belanja modal pada tahun ini. Perseroan akan melakukan efisiensi biaya usaha, termasuk belanja modal yang berasal dari kas.

Dia menyebutkan Wijaya Karya juga tengah berupaya untuk mendatangkan arus kas penerimaan dari tagihan yang dimiliki, sesuai dengan kontraknya. Meski kondisi tahun ini cukup berat karena pandemi ini, perseroan tetap optimistis dapat menjaga posisi kas tetap positif hingga akhir tahun 2020.

Salah satu anak usahanya, PT Wijaya Karya Beton (Persero) Tbk (WTON) alias WIKA Beton juga melakukan pemangkasan belanja modalnya tahun ini hingga 60%. Jumlah belanja modal WIKA Beton menjadi sebesar Rp377,13 miliar dari alokasi awal sebesar Rp948 miliar.

Jika ditelisik pada semester pertama ini, kinerja keuangan WIKA Beton melorot. Alhasil, alokasi capex perseroan ikut susut. Menurut laporan keuangan, perusahaan konstruksi ini membukukan pendapatan sebesar Rp7,13 triliun turun 37,23% secara tahunan.

Merosotnya pendapatan tersebut berimbas pada laba bersih yang diperoleh WIKA Beton. Pada paruh pertama tahun ini, BUMN Karya itu mencatatkan laba senilai Rp250,41 miliar. Jumlah ini turun drastis hingga 71,89% (year on year/yoy).

Di sisi liabilitas, WIKA mencatat ada kenaikan dari pinjaman jangka pendek pihak berelasi dari Rp1,22 triliun menjadi Rp3,09 triliun. Kenaikan juga terjadi pada pinjaman dari pihak ketiga, dari sebesar Rp3,88 triliun menjadi Rp7,67 triliun pada semester I-2020.

Perseroan berhasil menekan jumlah liabilitas jangka panjangnya dari Rp12,54 triliun per 31 Desember 2019 menjadi Rp5,14 triliun per 30 Juni 2020. Total liabilitas secara keseluruhan berada di angka Rp43,87 triliun atau naik tipis dari posisi akhir tahun 2019 senilai Rp42,89 triliun.

Proyek infrastruktur LRT yang digarap BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk / Facebook @adhikaryaID

Adhi Karya

Perusahaan konstruksi pelat merah selanjutnya adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI). Setelah Wijaya Karya, perusahaan dengan kode saham ADHI ini mengurangi proyeksi belanja modal hingga 74,54%. Hingga akhir tahun 2020, proyeksi capex perseroan tercatat sebesar Rp1,4 triliun. Sedangkan, awalnya proyeksi capex itu sebesar Rp5,5 triliun.

Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Parwanto Noegroho mengatakan tadinya proyeksi capex perseroan sebesar Rp5,5 triliun tersebut akan digunakan untuk pembelian aset tetap sebesar Rp3,9 triliun, kemudian untuk investasi sebesar Rp1 triliun, dan untuk pengadaan lahan sebesar Rp600 miliar.

Karena kondisi seperti ini, Noegroho menyebutkan tahun ini perseroan akan memprioritaskan proyek-proyek investasi terlebih dahulu. Salah satu proyek yang akan diprioritaskan perseroan yaitu pembangunan ruas Jalan Tol Solo-Jogja.

Noegroho mengaku belum mengalami kesulitan terkait pendanaan perseroan tahun ini. Sebab, perusahaan konstruksi itu masih mengandalkan pinjaman perbankan, obligasi, dan medium term notes (MTN) atau surat utang jangka menengah.

Kendati demikian, menipisnya capex perseroan terjadi lantaran menurunnya kondisi keuangan perseroan. Per Juni 2020, perseroan membukukan kenaikan tipis pada pendapatan 1,84% yoy menjadi sebesar Rp5,53 triliun.

Meski terdapat kenaikan pada pos penerimaan, namun beban perseroan di periode tersebut pun turut meningkat 3,5% yoy menjadi sebesar Rp4,73 triliun. Alhasil, laba bersih perseroan anjlok hingga 94,76% secara tahunan. Jumlahnya menjadi sebesar Rp11,27 miliar. Padahal, tahun lalu perseroan mengantongi laba bersih sebesar Rp215 miliar.

Di sisi lain, perusahaan konstruksi tersebut membukukan total aset Rp37,69 triliun per 30 Juni 2020. Jumlah tersebut naik tipis 3,23%. Tadinya, aset perseroan tercatat sebesar Rp36,51 triliun pada akhir 2019.

Proyek PT PP Presisi Tbk, anak usaha PT PP (Persero) Tbk. / pp-presisi.co.id

PTPP

Selanjutnya disusul oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP). Perusahaan konstruksi ini memangkas alokasi belanja modalnya mencapai 46,29%. Tadinya, target capex perseroan untuk tahun buku 2020 ini sebesar Rp5,4 triliun. Namun, diturunkan menjadi hanya sebesar Rp2,9 triliun.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PTPP Agus Purbianto menyebutkan realisasi belanja modal perseroan mencapai Rp1,49 triliun sampai dengan semester pertama 2020. Alokasi terbesar sejauh ini menurutnya masih ke sektor infrastruktur.

“Terbesar (alokasi belanja modal) masih di tol. Ada tol Semarang-Demak dan Manado-Bitung,” kata Agus dalam paparan publik secara virtual yang digagas Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis, 27 Agustus 2020.

Selain proyek jalan tol, Agus juga menyampaikan perseroan menggelontorkan belanja modal ke sektor lainnya selama semester I-2020. Aliran capex itu juga disalurkan untuk sektor bisnis industri air minum dan properti.

Dia menyebutkan perseroan menggunakan sumber pendanaan campuran. Untuk pembiayaan jangka panjang, tahun ini lebih ditujukan untuk anak usaha perseroan yakni PT PP Properti Tbk (PPRO). Hal itu dilakukan dalam rangka refinancing anak usaha tersebut.

Adapun, perseroan juga berencana mendivestasi empat proyek. Emiten bersandi saham PTPP tersebut berencana mendivestasi kepemilikannya di proyek Jalan Tol Cisumdawu. Saat ini, kepemilikan saham perseroan tercatat sebesar 14%.

Selain itu, emiten konstruksi pelat merah ini juga berencana mendivestasi kepemilikan di proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi. Selanjutnya, perseroan juga membidik dana segar dari hasil divestasi proyek Pelabuhan Multipurpose Kuala Tanjung.

Agus menambahkan, BUMN Karya itu juga ingin melepas kepemilikannya di proyek Jalan Tol Pandaan-Malang. Kepemilikan saham perseroan sebesar 35%.

Di sisi kinerja keuangan, emiten konstruksi pelat merah ini mencatat laba bersih sebesar Rp15,94 miliar di semeseter I-2020. Jumlah itu terjungkal 95,36% jika dibandingkan dengan perolehan di semester pertama tahun lalu yaitu sebesar Rp343,72 miliar. Hal ini dikarenakan pendapatan PTPP yang merosot 36,6% yoy dari Rp10,63 triliun menjadi Rp6,74 triliun.

Adapun, jumlah liabilitas tercatat sebesar Rp39,92 triliun. Jumlah itu terdiri dari liabilitas jangka pendek sebesar Rp27,82 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp12,1 triliun. Sementara, ekuitas perseroan sebesar Rp14,2 triliun.

Perseroan melaporkan posisi kas dan setara kas hingga akhir semester pertama tercatat sebesar Rp4,94 triliun. Nilai ini turun dari posisi awal periode sebesar Rp9,1 triliun.

PT Waskita Karya (Persero) Tbk. / Waskita.co.id

Waskita Karya

BUMN Karya berikutnya yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Perusahaan dengan kode saham WSKT ini memangkas belanja modalnya sebesar 45%, beda tipis dengan PTPP. Perusahaan konstruksi itu mengurangi belanja modalnya menjadi sebesar Rp10,45 triliun. Padahal sebelumnya, target belanja modal perusahaan tercatat sebesar Rp19 triliun.

Direktur Keuangan Waskita Karya Taufik Hendra Kusuma menyebutkan tahun ini perseroan melakukan efisiensi sebagai respons dari krisis akibat pandemi ini. Perusahaan bersandi saham WSKT ini akan memfokuskan belanja modal untuk menyelesaikan sisa proyek ruas jalan tol yang dimiliki oleh perseroan.

Taufik mengungkapkan bahwa penyelesaian ruas jalan tol investasi menjadi fokus utama. Melalui anak usaha yaitu PT Waskita Toll Road, perseroan memiliki investasi pada 16 ruas jalan tol. Sebanyak 10 ruas telah beroperasi secara penuh maupun parsial, sementara enam ruas masih dalam proses pembangunan.

“Kami fokus untuk menyelesaikan seluruh ruas tol investasi agar ruas-ruas ini dapat segera masuk ke pipeline divestasi. Kebanyakan calon investor lebih tertarik pada ruas yang telah beroperasi karena tidak ada risiko pembebasan lahan atau risiko konstruksi,” jelasnya, Senin, 31 Agustus 2020.

Dia juga menjelaskan bahwa emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak tahun 2012 tersebut tengah melaksanakan proses pelepasan lima hingga tujuh ruas jalan tol.

Secara rinci, ruas jalan tol yang akan dilepas antara lain ruas Bekasi-Cawang-Kampung Melayu dan ruas Cibitung-Cilincing. Perseroan akan mengundang partner strategis maupun melepas ruas tol melalui penerbitan instrumen ekuitas. Manajemen memperkirakan akan dapat mengurangi utang berbunga hingga Rp20 Triliun.

“Lima hingga tujuh ruas jalan tol itu sudah punya calon investor, saat ini mereka sedang melakukan proses due diligence (laporan uji tuntas). Kami harap seluruh prosesnya bisa selesai di semester kedua tahun ini,” ujar Taufik.

Dipangkasnya capex perseroan terjadi seiring dengan melemahnya kinerja keuangan pada enam bulan pertama tahun ini. Pada semester pertama 2020, Waskita Karya memperoleh pendapatan usaha sebesar Rp8,04 triliun.

Perolehan pendapatan itu merosot 45,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada semester I-2019, perseroan mampu mengantongi pendapatan usaha mencapai Rp14,8 triliun.

Segmen jasa konstruksi masih menjadi penyumbang terbesar capaian tersebut dengan total kontribusi mencapai Rp7,36 triliun. Adapun sisanya disumbang oleh segmen properti dan hotel, beton pracetak, jalan tol, serta infrastruktur lainnya.

Pada periode tersebut, BUMN Karya ini pun membukukan kerugian hingga Rp1,09 triliun. Berbanding terbalik dengan perolehan di periode yang sama tahun lalu. Per 30 Juni 2019, perusahaan konstruksi ini mampu meraup laba bersih hingga Rp997,82 miliar.

Menurut Taufik, kinerja keuangan mulai menunjukkan pertumbuhan positif pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. “Memasuki masa PSBB transisi, speed project sudah hampir kembali ke level 100 persen, jauh lebih baik dibandingkan bulan Maret hingga Juni,” kata Taufik.

Dikatakannya, Waskita Karya membukukan arus kas bersih dari aktivitas operasi sebesar Rp1,7 triliun. Ini didukung penerimaan kas dari pembayaran termin proyek yang dikerjakan dengan skema turnkey (contractor pre financing) maupun progres pembayaran. Pos penerimaan itu mampu menghasilkan pendapatan mencapai Rp12 triliun.

“Target kami hingga akhir tahun penerimaan termin proyek bisa mencapai Rp31 triliun hingga Rp33 triliun,” tutur dia.

Taufik menambahkan, saat ini likuiditas menjadi salah satu prioritas utama perseroan. Semua potensi kas masuk sudah dipetakan dan akan dikawal agar sesuai dengan timeline yang dibuat. “Kami percaya semua kewajiban kepada kreditur di kuartal III dan IV dapat terselesaikan secara tepat waktu,” ungkap Taufik. (SKO)