Kontrak 3 Kapal Selam Indonesia Macet, DSME Korea Selatan Terancam Rugi Rp1 Triliun
- Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan dilaporkan terancam rugi hingga US$67 juta atau hampir Rp1 triliun karena kontrak pengadaan tiga kapal selam dari Indonesia macet.
Dunia
SEOUL-Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan dilaporkan terancam rugi hingga US$67 juta atau hampir Rp1 triliun karena kontrak pengadaan tiga kapal selam dari Indonesia macet.
Masalah itu terungkap dari dokumen pemangku kepentingan terbesar DSME, Korea Industrial Bank, dan Anggota Majelis Nasional, Minkuk Kang dari Partai Kekuatan Rakyat pada 18 Agustus 2022.
Seperti diketahui pada 2019 DSME menandatangani kontrak senilai US $967 juta untuk membangun tiga kapal selam dengan Indonesia.
Setelah tiga bulan, DSME kemudian menandatangani kontrak dengan perusahaan Siemens Jerman untuk memasok tiga set motor penggerak senilai US$58 juta. Setelah itu mereka kemudian membayar di muka 10 persen dari harga produk yang berarti US$5,9 juta.
- Kisah Sukses UMKM: Berawal dari Kecintaan akan Fesyen Batik dan Kebaya, Kini Tuai Omzet Rp300 Juta per Tahun
- Strategi Investasi Kala Bank Central Ramai-Ramai Naikkan Suku Bunganya
- Tangerang Kembali Jadi Kota Incaran Konsumen Pemburu Rumah Seken
Tetapi masalahnya adalah kontrak kapal selam yang ditandatangani tiga tahun lalu tidak berjalan karena Indonesia belum membayar 10 persen dari total nilai kontrak yaitu sekitar US$ 74 juta. “Motor yang telah dipesan terancam hanya jadi baja yang tidak berguna,” kata Anggota Majelis Kang dikutip Naval News Selasa 23 Agustus 2022.
Setelah DSME membayar sisa harga tiga motor tersebut, mereka juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membangun fasilitas penyimpanan untuk menyimpannya. Selain itu juga harus menjalani prosedur pemeliharaan hingga barang tersebut digunakan untuk tujuan lain.
Setelah kontroversi ini, DSME merilis pernyataan resminya. Perusahaan itu mengakui mereka menandatangani kontrak pembuatan kapal untuk tiga kapal selam dengan Indonesia pada April 2019. Perusahaan itu memutuskan untuk memesan beberapa bahan sebelumnya meski kontrak itu belum berlaku.
Hal ini dilakukan agar nantinya DSME bisa memenuhi target waktu pengiriman kapal selam ke Indonesia. Tanpa dilakukan pemesanan awal hampir bisa dipastikan mereka tidak bisa memenuhi batas waktu yang ditentukan dalam kontrak dengan Indonesia
“Dan memang benar kami telah memesan beberapa bahan sebelumnya dan kontrak tersebut belum berlaku. Namun, pra-pemesanan terjadi untuk memenuhi tenggat waktu pasokan ketika perusahaan memilih untuk menerima peralatan tepat waktu,” katanya.
DSME juga mengatakan Pemerintah Indonesia belum menginformasikan atau mempertimbangkan pembatalan kontrak pembuatan kapal. Pihaknya juga terus melakukan pembicaraan dengan Jakarta untuk segera menjadikan kontrak mulai berlaku.
DSME juga mengusulkan cara untuk meminimalkan kerugian finansial. Meski pembuat kapal melanjutkan negosiasinya dengan Indonesia untuk melihat kontrak berlaku, beberapa kontinjensi atau "rencana B") dipertimbangkan jika kontrak dibatalkan. Salah satu alternatifnya adalah penjualan sistem propulsi buatan Jerman ke Angkatan Laut Korea Selatan untuk digunakan pada kapal selam mereka.
Opsi lain yang disebutkan adalah menggunakan peralatan untuk program kapal selam Filipina. Namun proses pengadaan untuk program ini belum secara resmi dimulai dan DSME menghadapi persaingan dari pembuat kapal Prancis Naval Group.
DSME telah berhasil memenangkan dan menyelesaikan proyek perawatan kapal selam Indonesia pada tahun 2003 dan 2009. Kemudian Korea Selatan mengekspor kapal selam ke Indonesia pada tahun 2011 dengan menjual tiga kapal selam yang dikenal sebagai kelas Nagapasa. Setelah tiga kapal selam diterima kemudian diikuti dengan proyek perawatan ketiga pada tahun 2018. Indonesia dan DSME kemudian mendandatangani kontrak pengadaan tiga kalam selam kelas lagi.