<p>Proyek LRT Jabodetabek Lintas Cawang-Dukuh Atas / Dok. PT Adhi Karya (Persero) Tbk.</p>
Industri

Kontrak Baru Adhi Karya Mulai Naik 20 Persen, Tembus Rp7,5 Triliun

  • Dengan begitu, nilai total order book ADHI sebesar Rp38 triliun di luar pajak.

Industri

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Perusahaan konstruksi pelat merah, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) sukses meraih kontrak baru sebesar Rp7,5 triliun hingga Oktober 2020.

Nilai tersebut naik 20,8% dibandingkan dengan perolehan kontrak baru pada bulan sebelumnya sebesar Rp6,2 triliun. Dengan begitu, nilai total order book ADHI sebesar Rp38 triliun di luar pajak.

Merujuk pernyataan resmi perseroan pada keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu 11 November 2020, disebutkan perolehan kontrak baru pada bulan Oktober 2020 terdiri dari beberapa proyek pembangunan.

Yang pertama adalah pembangunan Jalan Malinau–Semamu di Kalimantan Utara dengan nilai Rp193,2 miliar serta pembangunan Jalan Bypass Bandara Lombok-Mandalika Fase 2 sebesar Rp160,9 miliar.

Lalu pengaman Sungai Beringin di Jawa Tengah dengan nilai kontrak Rp147,6 miliar dan Pos Lintas Batas Negara Daerah Natuna di Kepulauan Riau sebanyak Rp121,1 miliar.

Selanjutnya terdapat proyek Bendungan Leuwi Keris di Jawa Barat dengan nilai kontrak sebesar Rp111 miliar. Sisanya didominasi oleh proyek bendungan senilai Rp164,1 miliar, beserta proyek lainnya yang terdiri dari proyek SPAM, Pasar, Rumah Sakit, Properti, dan lain-lain sebesar Rp389,5 miliar.

Sementara, kontribusi per lini bisnis pada perolehan kontrak baru Oktober 2020, meliputi lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 90%. Disusul lini bisnis properti sebesar 9% dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya.

Sedangkan pada tipe pekerjaan, perolehan kontrak baru terdiri dari proyek Gedung sebesar 36%, MRT 19%, jalan dan jembatan sebesar 22%. Kemudian, proyek Infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, dan proyek-proyek EPC sebesar 23%.

Berdasarkan segmentasi kepemilikan, realisasi kontrak baru dari pemerintah sebesar 77%. Kemudian, badan usaha milik negara (BUMN) sebesar 17%, sementara swasta/lainnya sebesar 6%. (SKO)