<p>BUMN Karya yang terdiri dari Adhi Karya, Wijaya Karya, Waskita Karya, PT PP, Hutama Karya, Brantas Abipraya / Twitter @waskita_karya</p>
Korporasi

Kontrak Baru BUMN Karya Semester I-2021: WIKA Jawara, WSKT Merana

  • Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia telah mencatatkan capaian kontrak baru hingga semester I-2021.
Korporasi
Reza Pahlevi

Reza Pahlevi

Author

JAKARTA – Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia telah mencatatkan capaian kontrak baru hingga semester I-2021.

Keempat BUMN Karya tersebut adalah PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI).

Riset CGS-CIMB Securities mencatat total kontrak baru empat BUMN Karya ini mencapai Rp28,5 triliun hingga semester I-2021. Jumlah ini tumbuh 18% secara tahunan (year-on-year) dibanding periode yang sama tahun lalu.

“Capaian kontrak semester I-2021 ini lebih lemah dari perkiraan kami,” ujar analis CGS-CIMB Aurelia Barus dan Michael Audia Benas dalam risetnya.

Meski begitu, CGS-CIMB tetap mempertahankan proyeksi total kontrak baru BUMN Karya sebesar Rp111 triliun untuk tahun ini. Proyeksi ini sesuai atau lebih rendah dari target kontrak baru yang ditetapkan masing-masing perusahaan.

Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto,menyebut masih rendahnya realisasi target BUMN Karya ini dapat dimengerti. Hal ini terutama disebabkan kondisi kegiatan usaha yang belum pulih akibat pandemi.

“Apalagi dengan second wave pandemic di kuartal III-2021, maka kemungkinan besar target BUMN Karya sampai dengan akhir tahun akan sulit direalisasi,” kata Toto kepada wartawan TrenAsia.com, Senin, 19 Juli 2021.

Hingga semester I-2021, hanya WIKA dan ADHI yang mencatatkan pertumbuhan kontrak baru dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kontrak baru WIKA meroket 179,4% menjadi Rp9,5 triliun dari sebelumnya Rp3,4 triliun dan ADHI melonjak 81,08% jadi Rp6,7 triliun dari sebelumnya Rp3,7 triliun.

Di sisi lain, WSKT jadi perusahaan paling terpuruk dengan capaian kontrak baru yang anjlok 61,9% menjadi Rp3,1 triliun dari sebelumnya Rp8,13 triliun. PTPP juga mencatatkan penurunan walau tidak sedalam WSKT, yaitu turun 5,35% jadi Rp8,5 triliun dari sebelumnya Rp8,98 triliun.

WIKA

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) jadi jawara di antara tiga perusahaan BUMN Karya lainnya jika dilihat dari capaian kontrak barunya hingga semester I-2021.

Perusahaan yang pertama kali memulai usahanya pada 11 Maret 1960 ini sudah mengantongi kontrak baru senilai Rp9,5 triliun hingga semester I-2021. Jumlah ini meroket 179,4% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp3,4 triliun.

Meski jadi BUMN Karya dengan nilai kontrak baru terbesar, perolehan tersebut baru mencapai 23,67% target perseroan hingga semester I-2021. Pada tahun ini, WIKA menargetkan perolehan kontrak baru sebesar Rp40,13 triliun.

Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya menjelaskan perolehan kontrak baru ini didapat dari berbagai sektor. Pertama, WIKA dipercaya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggarap jalur lalu lintas Selatan Yogyakarta yakni Jembatan Kretek II di Bantul.

“Ya, proyek sepanjang 747,7 meter yang menghubungkan Samas-Kretek dan Kretek-Parangritis ini dipercayakan kepada WIKA oleh Kementerian PUPR,” ujar Mahendra beberapa waktu lalu.

Selanjutnya adalah sistem penyediaan air minum (SPAM) Jatiluhur yang akan jadi salah satu pemasok utama air minum Jakarta nantinya. Proyek ini dikerjakan oleh PT Wika Tirta Jaya Jatiluhur, perusahaan patungan WIKA bersama Jaya Konstruksi Manggala Pratama dan Tirta Gemah Ripah.

Selain itu, WIKA juga dipercaya menggarap Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) seksi 4 sepanjang 8,2 km. Tol daerah Sumedang ini ditargetkan rampung akhir 2021. Sebelumnya, WIKA juga sudah menggarap Tol Cisumdawu seksi 2.

PTPP

Di posisi kedua ada PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP). Emiten konstruksi ini berhasil mencatatkan perolehan kontrak baru sebesar Rp8,5 triliun. Menurut data riset CGS-CIMB, angka ini turun tipis 5,35% dari semester I-2020 yang sebesar Rp8,98 triliun.

Ini berarti PTPP baru mencapai 28,24% dari target kontrak barunya tahun ini. Sebagai informasi, PTPP menargetkan dapat meraih kontrak baru sebesar Rp30,1 triliun pada tahun ini.

Riset CGS-CIMB menyebut PTPP mendapat tambahan kontrak baru senilai sekitar Rp1,8 triliun pada Juni 2021. Pada Mei 2021, jumlah kontrak baru yang terhimpun dalam periode tersebut mencapai Rp6,7 triliun.

Perolehan kontrak baru yang berhasil diraih oleh perseroan sampai dengan akhir Mei antara lain pembangunan proyek Junction Dawuan Tol Cisumdawu sebesar Rp825 miliar, Pegadaian Tower Rp594 miliar, Jalan KIT Batang Paket 1.4 Rp350 miliar, serta Infrastruktur Kawasan Mandalika Rp342 miliar.

Lalu, RSUD Banten Rp241 miliar, Taman Ismail Marzuki Rp190 miliar, Jembatan Bogeg & Fly Over KA Bogeg Banten Rp180 miliar, Rehab Jaringan Irigasi Rawa Kuala Kapuas Rp178 miliar, LIPI Bandung Rp172 miliar, RSIA Grha Waron Surabaya Rp164 miliar, dan VO SGAR Mempawah (Inner Route) Rp 164 miliar.

ADHI

Selanjutnya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) menempati posisi ketiga berdasarkan perolehan kontrak baru hingga semester I-2021.

Kontraktor lintas raya terpadu (LRT) Jabodebek ini berhasil mengantongi kontrak baru senilai Rp6,7 triliun pada semester I-2021. Perolehan ini melonjak 81,08% dari kontrak baru semester I-2020 yang sebesar Rp3,7 triliun.

Dengan perolehan tersebut, berarti ADHI baru mencapai 27,92% dari target kontrak baru tahun ini. Pada 2021, ADHI menargetkan kontrak baru senilai total Rp24,96 triliun.

“Lini bisnis konstruksi berkontribusi sebesar 88,83%, energi sebesar 1,71%, properti sebesar 9,03%, dan sisanya merupakan lini bisnis lainnya,” ujar Sekretaris Perusahaan ADHI Farid Budiyanto dalam keterangan resmi, Jumat, 9 Juli 2021.

Dari sisi tipe pekerjaan, proyek jalan dan jembatan berkontribusi terbesar dengan 44,41%, proyek infrastruktur lainnya seperti pembuatan bendungan, bandara, jalur kereta api, dan proyek energi, serta proyek lainnya sebesar 32,44%, proyek gedung 20,98%, dan properti 2,17%.

Dari sumber dananya, proyek kepemilikan swasta atau lainnya berkontribusi terbesar yaitu 65,01%, dari pemerintah sebesar 32,94%, dan sumber dari BUMN sebesar 2,05%.

WSKT

PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) menduduki urutan terakhir dibanding BUMN Karya lainnya jika dilihat dari capaian kontrak baru hingga semester I-2021.

WSKT mencatatkan kontrak baru senilai Rp3,1 triliun sampai akhir Juni 2021. Perolehan ini anjlok 61,9% dari catatan semester I-2020 yang sebesar Rp8,13 triliun. Ini juga berarti WSKT baru mencapai 11,92% dari target kontrak barunya tahun ini yang sebesar Rp26 triliun.

Pada Juli 2021, WSKT mencatat pertambahan kontrak baru senilai Rp562 miliar dari enam proyek. Pertama, proyek Jalan Long Semamu-Long Bawan 2 senilai Rp143 miliar. Kedua, proyek pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) tahap III dengan nilai kontrak mencapai Rp158 miliar milik Kementerian PUPR.

Ketiga, pengembangan pavement runway service performance bandar udara Hang Nadim Batam senilai Rp96 miliar. Keempat, penataan kawasan pura Besakih milik pemerintah daerah Bali dengan nilai kontrak mencapai Rp110 miliar.

Kelima, pembangunan rumah susun dan townhouse Duren Tiga tahap 2 milik PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dengan nilai kontrak mencapai Rp55 miliar. Keenam,  proyek tower transmisi tahun 2021 milik PT PLN (Persero) telah ditetapkan beberapa pemenang, di mana Waskita termasuk di dalamnya.

Dampak PPKM Darurat

Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan akan sulit bagi BUMN Karya untuk mencapai targetnya hingga akhir 2021, apalagi ketika ada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat seperti saat ini.

Selama PPKM Darurat, pemerintah sebenarnya memperbolehkan sektor konstruksi untuk beroperasi secara penuh. Hal ini dikarenakan sektor tersebut dianggap kritikal dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 15 tahun 2021 tentang PPKM Darurat.

“Meskipun sektor kritikal, namun apabila sektor lain terganggu maka kinerja sektor konstruksi atau infrastruktur pasti akan terpengaruh,” ujarnya.

Toto menjelaskan sektor yang terganggu ini bisa dalam bentuk industri pendukung seperti produsen bahan baku atau juga mobilitas tenaga kerja yang masih terbatas. “Ini akan menghambat proses operasi dari BUMN Karya,” katanya.

Analis CGS-CIMB Aurelia Barus dan Michael Audia Benas pun menyebut pihaknya merevisi proyeksi pertumbuhan PDB Indonesia menjadi 4,2% (yoy) dari sebelumnya 4,5% (yoy) akibat diberlakukannya PPKM.

“Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan ini dapat menambah risiko pengurangan anggaran infrastruktur pemerintah pada 2022,” ujar Aurelia dan Michael dalam risetnya.